Minggu, 25 Desember 2016

Dekap Aku

Ya Allah… 
Dekap aku dalam dekapan-Mu yang menenteramkan jiwa 
Peluk aku dalam pelukan-Mu yang menenangkan hati 
Rengkuh aku dengan rengkuhan-Mu yang menyejukkan kalbu

Bawa aku terbang tinggi ke alam non materi 
yang tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu 
Terbangkan aku ke alam suci 
yang tidak lagi terikat dengan materi-materi duniawi
yang terkadang menyiksaku

Dekatkan aku di sisi-Mu, Ya Allah… 
Tiada lagi kesengsaraan dan penderitaan jika berada dengan-Mu 
Tunjukkan aku jalan-jalan menuju ke tempat-Mu untuk hidup bersama-Mu 
Jalan-jalan yang Engkau ridhoi di dunia ini 
Yang membuat nyaman diriku dan semua orang yang bersamaku 


Rihan Musadik 
Kaliori, 23 November 2016 

Dengan Firman-Mu

Oh Tuhan… 
Firman-Mu mengalir deras ke dadaku 
Menyejukkan hati yang tengah gersang ini 
Menghapuskan semua kesedihanku 
Firman-Mu yang yang begitu lembut 
Mengitari hidupku dengan kehalusan-Mu

Semua makhluk menyambutku, wahai Allahku 
Tersenyum menghiburku menjadi pelipur lara di hatiku 
Mengobati perasaan-perasaan rindu dan cinta 
yang terkadang membuat kita bersedih

Semua mata menatapku, ya Allah 
dengan tatapan yang tak kupahami maknanya 
Apalah dayaku yang lemah ini 
Yang berjalan dan menghirup lembutnya udara dengan kasih-Mu 
Yang menapaki dan menaiki tangga hidup dengan anugerah-Mu

Tegakah Engkau membiarkan aku seorang diri
Menghadapi hidup yang Engkau anugerahkan ini 
Sementara tiada kekuatan seatompun melainkan dengan kekuatan-Mu 
Jangan Kau tinggalkan aku, wahai Allah 
Meski sekejap mata 


Rihan Musadik 
Kaliori, 1 Desember 2016

Hari-Hari Kematian

Jika suara burung adalah panggilan kematianku
aku siap menyambutnya dengan sepenuh hati
Jika rintik hujan adalah tanda kesedihan karena kematianku
maka aku katakan, “Siapakah aku ini, mengapa harus ditangisi,
betapa engkau membuang waktu jika harus menangisi kepergianku,
dan siapa pula aku yang bukan apa-apamu”

Jika ini puisiku yang terakhir
kan kukatakan, “Betapa tidak pentingnya cinta darimu,
cukuplah Allah Yang Mencintaiku dan aku pun sangat mencintai-Nya”
Dan aku berpesan padamu, “Bukan cinta makhluk, bukan pula cinta dunia,
tapi cinta Allah yang terpenting di atas segalanya. 


Rihan Musadik
Purbalingga, 18 Desember 2016

Resensi Buku "Rasulullah Is My Doctor"

Buku "Rasulullah Is My Doctor" edisi soft cover

Judul buku        :   Rasulullah Is My Doctor
Penulis             :   Jerry D. Gray
Penerjemah      :   Tetraswari D.
Penyunting       :   Ivan Satria
Penerbit           :   Sinergi Publishing (Kelompok Gema Insani)
Cetakan           :   Ketiga belas (April 2013)
Tebal buku        :   268 halaman


Buku Rasulullah Is My Doctor adalah buku yang ditulis oleh Jerry D. Gray, seorang muallaf asal Jerman yang hijrah ke Amerika Serikat. Berbekal pengalaman hidupnya di Amerika dan Arab Saudi, ditambah pengetahuannya tentang thibbun nabawi, Jerry yang seorang jurnalis ini mampu menuliskan dengan apik metode penyembuhan ala Nabi.

Jerry yang dibesarkan di sebuah perkampungan di Iowa, Amerika Serikat, hidup dari hasil pertanian dan peternakan yang masih alami. Tidak menggunakan pupuk berbahan kimia, tidak menyuntik ternak ayamnya dengan vaksin. Seluruh keluarganya juga jarang sakit, bahkan menderita flu hanya sekali dalam setahun.

Suatu saat ia dan keluarganya pindah ke kota, kemudian kehidupannya mulai berubah. Ia dan keluarganya mulai meminum susu homogen yang dibeli di toko, mulai mengonsumsi daging dalam kaleng, sayuran yang dikemas dalam kaleng, makanan cepat saji, soft drink, junk food, makanan yang mengandung MSG, dan sebagainya.
 
Akibatnya, lambat laun ia dan keluarganya sering mengeluhkan sakit, mulai dari sakit kepala, migrain, dan influenza. Bahkan, Jerry sempat dirawat di Rumah Sakit karena migrain. Sakit flu yang tadinya hanya setahun sekali ia alami, kini ia justru menderita flu setiap dua atau tiga bulan sekali.

Jerry memeluk Islam di Arab Saudi pada usia 24 tahun, dan ia pun mulai berkenalan dengan pengobatan ala Nabi. Ia juga mulai berhenti mengonsumsi makanan yang mengandung MSG (Monosodium Glutamat) dan makanan-makanan berbahan kimia yang tidak sehat. Hingga akhirnya, migrain yang ia alami hampir seluruhnya hilang. Kemudian ia mendalami thibbun nabawi dan coba mempraktekkannya pada diri sendiri, dan ia terkejut karena secara keseluruhan kondisi umum kesehatannya meningkat dengan cepat.

Jumat, 24 Juni 2016

Mencari Titik Persamaan dari Berbagai Perbedaan

Muqaddimah dan Materi 

Penduduk muslim di negara kita termasuk yang terbesar di dunia dari segi kuantitas. Di samping itu, heterogenitas muslim di negara kita sangatlah kaya dan beragam. Oleh karena itu, muslim di negara kita harus berkawan dan saling memahami; sebuah kelompok muslim harus berkawan dengan kelompok-kelompok muslim yang lain. Kalau muslim di negara kita tidak saling berkawan dan tidak memperkuat ukhuwah islamiyah, maka kekuatan dan potensi besar kaum muslimin Indonesia tidak bisa dimaksimalkan. Padahal jumlah penduduk muslim yang besar ini merupakan potensi untuk membangun peradaban dunia.

Bermusuhan itu abnormal, dan saling caci antar sesama muslim atau kelompok muslim akan melemahkan persatuan Islam. Bermusuhan itu menyakiti diri sendiri dan menghabiskan banyak energi; akhirnya umat Islam membuang-buang energi hanya untuk mempertahankan diri dari serangan kelompok Islam yang lain. Hal ini merupakan suatu dosa, karena menyakiti sesama muslim, serta membuang-buang waktu dan energi umat Islam untuk hal-hal yang tidak penting, padahal masih banyak pekerjaan besar yang harus dihadapi umat Islam. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan orang-orang yang menyakiti mukminin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (Al-Ahzab: 58).

Bermusuhan apalagi dengan saudara sesama muslim, akan membuat suasana tidak nyaman, saling takut, saling curiga, dan hati tidak tenang. Biasanya orang atau kelompok yang saling bermusuhan akan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan pendapatnya, dan pada saat yang bersamaan berusaha mencari-cari kesalahan lawannya. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 12 yang artinya: Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. 

Allah ta’ala juga memerintahkan orang-orang beriman untuk senantiasa berprasangka baik dan menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sebagian dari dosa dan keburukan yang semestinya dihindari oleh orang-orang beriman. Berprasangka buruk kepada orang yang bukan Islam saja tidak diperbolehkan, apalagi dengan saudara sesama muslim, tentu lebih tidak diperbolehkan lagi. Di sisi lain, prasangka merupakan pintu masuk menuju sebuah permusuhan. Bayangkan saja ketika antar sesama muslim atau kelompok dalam Islam saling berprasangka; tentu akan merusak keharmonisan umat Islam, merusak ukhuwah is-lamiyah, dan mereduksi persatuan umat Islam. 
 

Rabu, 27 April 2016

Berkisah dalam Al-Qur’an

Ringkasan 

Salah satu rahasia mengapa sepertiga Al-Qur’an berisi kisah-kisah, karena metode berkisah pengaruhnya sangat dalam bagi jiwa, nasihat dan inspirasi yang mudah dikenang, pelajaran yang mudah diingat, teguran yang tidak menyakiti, dan bisa menjadi motivasi yang mudah dihadirkan kapan saja.

Kisah umat terdahulu banyak terdapat dalam Al-Qur’an pada periode Mekkah. Asy-Syaikh Manna’ bin Khalil Al-Qaththan dalam bukunya Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an mengatakan bahwa salah satu ciri surat-surat Makkiyyah ialah setiap surat yang di dalamnya terdapat ki-sah para nabi dan umat terdahulu, kecuali surat Al-Baqarah. Hal ini mengandung arti bahwa fase Makkiyyah selama 13 tahun sangat banyak mengandung kisah.

Kurikulum Makkiyyah adalah fase pembentukan pondasi umat, yakni penanaman akidah dan akhlak. Dan kisah adalah metode yang efektif untuk menanamkan akidah dan akhlak. Di samping itu, sebagian besar persoalan di Mekkah, salah satu panduannya dengan kisah yang mengandung hikmah. Dengan demikian, pondasi awal generasi sahabat kebanyakan dibangun menggunakan metode kisah.

Kisah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: isi dan metode. Kisah sebagai isi, artinya bahwa kisah yang disampaikan adalah sejarah yang memang benar-benar terjadi yang kemudian diambil hikmahnya untuk kehidupan saat ini. Sedangkan kisah sebagai metode, artinya ilmu yang hendak diajarkan bisa disampaikan melalui metode kisah.

Selasa, 08 Desember 2015

Juragan Dunia Akhirat

Kaya dan Miskin 

Hidup kaya dan miskin (harta duniawi) adalah ketetapan Allah kepada para hambanya, ada orang yang ditakdirkan hidup miskin dan ada pula yang ditakdirkan jadi orang kaya. Kaya dan miskin dalam urusan duniawi, kedua-duanya tidak ada unsur cela dan hina. Baik si kaya atau si miskin bisa menjadikan orang mulia, pun bisa menjadi orang hina. Pendeknya, kaya dan miskin adalah bagian dari takdir Allah.

Selama ini kita mengenal takdir baik dan takdir buruk. Banyak orang beranggapan bahwa kaya adalah takdir baik dan miskin adalah takdir buruk. Padahal sesungguhnya, konsep takdir baik dan takdir buruk hanyalah sudut pandang bagi seorang hamba yang—katakanlah—kurang tepat. Kita menganggap sebuah takdir adalah baik atau buruk hanya perspektif kita semata. Padahal belum tentu apa yang kita anggap sebagai takdir buruk adalah sebuh keburukan bagi kita.

Semua takdir bagi seorang mukmin adalah baik. Rasulullah menjelaskan bahwa Allah tidak menetapkan takdir bagi seorang mukmin, melainkan pasti baik baginya (HR. Imam Ahmad). Jadi, baik hidup miskin ataupun kaya dalam urusan harta, bagi seorang mukmin kedua-duanya adalah takdir baik. Jika kita sering mendengar bahwa rukun iman yang keenam adalah beriman kepada takdir baik dan takdir buruk, maka yang dimaksud dengan takdir baik dan takdir buruk adalah dalam perspektif manusiawi. Pada hakikatnya segala sesuatu yang Allah takdirkan bagi hambanya yang beriman adalah baik.

Terdapat sebuah hadits yang cukup terkenal, mengatakan bahwa kefakiran hampir-hampir mendekatkan seseorang kepada kekufuran. Menurut Ustadz Ammi Nur Baits, sanad hadits ini maudhu’ alias palsu. Di samping itu, secara makna juga bertentangan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena dalam Islam kemuliaan seseorang bukan diukur dari kefakiran ataupun kekayaan, tetapi dari ketakwaannya. Jadi, hadits ini tidak bisa diterima, baik secara riwayat ataupun makna.