Sabtu, 31 Januari 2015

Bebas dari Belenggu

  • Saya tidak rela, hati dan pikiran saya terpaut pada hal-hal yang tidak membawa manfaat di akhirat.

  • Dunia ini penuh dengan simbol. Tidak ada simbol yang lebih baik, melainkan simbol yang Allah turunkan bagi manusia. Maka, relakah kita mengikatkan diri pada simbol-simbol buatan manusia?

  • Aturan buatan manusia pastilah banyak terdapat kontradiksi. Tetapi aturan Sang Pencipta, tidak ada kontradiksi sedikitpun di dalamnya.

  • Banyak manusia mencari kebebasan dengan melakukan apa saja yang ia kehendaki. Lalu ia pun berbuat sesuka hati padahal menabrak aturan Ilahi. Sejatinya ia tidak bebas, ia justru terbelenggu oleh hawa nafsunya sendiri. Sungguh, kebebasan sejati adalah ketika manusia tidak lagi diperbudak oleh hawa nafsunya. Kebebasan tertinggi adalah ketika manusia bisa berbuat sesuai kehendak Allah subhanahu wa ta’ala Yang Maha Bebas.

  • Jiwa kita tetap terbelenggu dan tidak bebas, kecuali jika kita menyelam ke dalam samudra Ilahi.

  • Sebuah kata, kalimat, atau bahasa hanyalah selubung yang tidak akan pernah bisa mewakili realitas yang sebenarnya.

  • Hati dan pikiran manusia sering terbelenggu oleh hal-hal duniawi yang sangat sepele, karena ia sendiri yang menciptakan belenggu bagi dirinya. Maka untuk mencapai kebebasan hakiki, manusia perlu menyelam ke dalam samudra kebebasan yang tidak ada lagi belenggu di dalamnya, semuanya penuh dengan kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan. Ketahuilah, samudra kebebasan adalah Din al-Islam.

  • Sebuah kata, kalimat, atau bahasa hanyalah tanda, simbol, topeng yang mewakili sebuah realitas, tapi tak pernah menggambarkan hakikat yang sesungguhnya.

  • Banyak manusia yang mengalami ketergantungan dan tidak bisa lepas dari belenggu nafsu. Tapi nafsu sendiri tak akan membelenggu, kecuali jika manusia itu sendiri yang menjadi budaknya. Maka, jadilah tuan yang kuat dan tegas bagi nafsumu yang selalu membangkang. Sebab jika kau tak tegas pada nafsumu, maka lihatlah, ia akan mulai melawan dan mengikatmu.

  • Dunia penuh dengan belenggu. Kita hanya bisa lepas dari belenggu dunia, ketika kita mampu memaknai kalimat laa ilaha illallah. Tiada sesembahan yang berhak disembah, melainkan hanya Allah. Saya tidak terikat, tidak bergantung, dan tidak bersandar dengan apapun juga, kecuali hanya kepada Allah Yang Maha Berkuasa.

Selasa, 27 Januari 2015

Menulis, Tak (Harus) Terikat Aturan?

Oleh: Rihan Musadik 

Beberapa penulis menganggap, kerapian sebuah tulisan adalah hal yang penting dan mesti dilakukan. Akan tetapi, beberapa penulis lain berpikir bahwa kerapian tulisan tidak terlalu penting alias tidak perlu diprioritaskan, karena yang lebih penting adalah isi tulisan yang memberi manfaat bagi para pembacanya, meski tulisan tersebut terkesan tidak rapi. Lebih dari itu, ada pula penulis yang mengatakan bahwa kalimat yang baku sesuai KBBI juga tidak terlalu penting, karena yang terpenting adalah sejauh mana kebermaknaan dan kebermanfaatan sebuah tulisan bagi para pembacanya. Lagi pula yang disebut bahasa, kata, kalimat, tulisan, atau tanda baca, hanyalah sebuah konvensi atau kesepakatan bersama antara orang-orang yang menjadi pemakai bahasa tersebut.

Sebagai contoh adalah bentuk tulisan, ada yang menganggap rata kanan-kiri sebagai bentuk tulisan yang rapi, meski jarak antarkata terlihat renggang dan tidak seragam. Namun, ada pula yang melihat jika tulisan rata kiri lebih rapi, karena jarak antarkata pasti seragam dan tidak renggang. Terlepas dari masing-masing anggapan, bentuk atau kerapian sebuah tulisan mesti disesuaikan dengan konteks sebuah tulisan. Misalnya dalam menulis karya ilmiah, tentu harus mengikuti aturan baku penulisan karya ilmiah. Sebab, salah satu aspek sebuah tulisan dianggap ilmiah, di samping menggunakan bahasa yang baku, bentuk dan struktur tulisannya juga harus mengikuti tata cara penulisan ilmiah.

Meskipun terkadang, aturan penulisan ilmiah juga berbeda-beda antara institusi satu dengan institusi lainnya, antara universitas satu dengan universitas lainnya, antara fakultas A dan fakultas B, antara penerbit A dan penerbit B, antara jurnal A dan jurnal B, bahkan antara dosen yang satu dengan dosen yang lainnya pun berbeda—dalam beberapa hal—dalam menilai aturan ilmiah sebuah tulisan. Itu sebabnya saya sering menemukan buku pedoman tata cara penulisan karya ilmiah—yang dalam beberapa hal berbeda-beda—dari masing-masing universitas ataupun fakultas. Kenapa tidak diseragamkan saja aturan penulisan karya ilmiah dari semua universitas di Indonesia? Jawabannya karena tidak ada kesepakatan mutlak, masing-masing punya penilaian sendiri dan punya buku pedomannya sendiri.

Minggu, 25 Januari 2015

Contoh Program Latihan Taekwondo

Annual Program Taekwondo

Annual Program Taekwondo

Macro Program Taekwondo


By Rihan Musadik, S.Pd.

Selasa, 20 Januari 2015

Lemah Lembut dalam Berucap

Oleh: Rihan Musadik

Berkata sopan dan lemah lembut adalah bagian dari akhlak Islam yang wajib dipraktekkan oleh setiap muslim yang selalu menjaga imannya. Berkata yang baik serta tidak menyakitkan lawan bicara juga merupakan etika universal yang setiap orang pasti mengakuinya. Bukan hanya kepada sesama muslim saja kita diajarkan untuk berkata-kata yang baik dan lemah lembut, tetapi kepada siapapun, baik muslim maupun non-muslim, lawan debat ataupun kawan akrab, bahkan kepada musuh sekalipun kita juga diharuskan untuk berkata baik dan lemah lembut.

Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan kepada Nabi Musa untuk berkata lemah lembut kepada Fir’aun dalam rangka mengajak kepada agama Allah. Tujuannya agar dengan kata-kata yang lemah lembut, Fir'aun bisa terbuka hatinya untuk menerima kebenaran dan mengikuti agama Allah. Dalam ayat lain juga disebutkan, ”Tolaklah keburukan itu dengan cara yang lebih baik, maka orang yang memusuhimu seketika akan berubah menjadi teman akrab”. Juga ayat yang berbunyi, “Bantahlah mereka dengan cara yang baik”.

Selain firman Allah, sabda Nabi juga banyak mewasiatkan kepada setiap muslim untuk senantiasa menjaga lisannya dari kata-kata yang buruk. Kata Nabi, “Seorang muslim adalah yang orang lain merasa aman dari lisan dan tangannya. Di lain kesempatan, beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang mampu menjamin kepadaku untuk selalu menjaga lisan dan kemaluannya, aku jamin baginya surga”. Begitu perhatiannya agama Islam dalam mengajarkan ucapan-ucapan yang baik, menjauhi kata-kata yang buruk serta menyinggung perasaan orang lain, hingga Rasulullah pun mengisyaratkan bahwa ucapan yang baik merupkan salah satu indikator dari keimanan seseorang. “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam,” demikian Rasulullah bersabda.

Kamis, 15 Januari 2015

Pengertian dan Perbedaan Naluri, Insting, Feeling, Firasat, Intuisi, Nurani, Emosi, Inspirasi, Ilham

A. Naluri 

Naluri ialah pembawaan alami yang tidak disadari atau tidak perlu dipelajari karena memang sudah bawaan (fitrah atau kodrat) dari Allah Sang Pencipta, yang mendorong untuk berbuat sesuatu, dan terdapat pada semua jenis makhluk hidup, baik itu hewan maupun manusia. Biasanya kata naluri digunakan untuk menunjuk sesuatu berupa pembawaan khas suatu makhluk atau berupa kasih sayang induk pada anaknya.

Contoh: Naluri keibuan ataupun naluri kebapakan akan muncul dengan sendirinya; Secara naluri seorang ibu pasti memiliki kasih sayang dan ikatan batin dengan anaknya; Sepasang suami-istri secara naluri pasti akan melakukan hubungan badan meski mereka tidak pernah mempelajarinya; Secara naluri laki-laki tertarik dengan perempuan, begitu pula sebaliknya; Secara naluri induk ayam akan melindungi anaknya; Secara naluri laki-laki memiliki sifat maskulin, sedangkan wanita memiliki sifat feminin; dan sebagainya.

Aku Tak Punya

Betapa bodohnya aku
Kuanggap itu milikku
ternyata bukan
Kuanggap itu kemampuanku
ternyata juga bukan

kepintaran, kekuatan, kemenangan
kesuksesan, kelulusan, keberhasilan
kebahagiaan, ketenangan, kedamaian
ketaatan, ketakwaan, keimanan
istiqomah, sabar, khusyu’

Sampai kesadaran, penyesalan, dan pertaubatanku
adalah semata-mata karunia Allah
Kasih sayang Allah
Pemberian Allah
Milik Allah

Ya Allah, ampuni hamba
Beberapa pakaian-Mu telah engkau pinjamkan kepadaku
Tapi aku selalu mengaku dengan penuh kesombongan
bahwa itu pakaianku
padahal pakaian-Mu

Itu semua milikmu semata
Aku tak punya apa-apa
Untuk memakai pinjaman-Mu pun aku tak berdaya
Kenikmatan apalagi yang lebih besar
selain kesadaran untuk selalu mensyukuri segala nikmat-Mu 


Rihan Musadik
Purbalingga, 25 Rabi'ul Awwal 1436 H

Nasab atau Silsilah Rihan Musadik

Bani Kasanom (Sokaraja) 
  1. Jalur Ayah dan Kakek ~ Rihan Musadik bin Kustono bin Nakum bin Sanmuhroji bin Prayabangsa
  2. Jalur Ayah dan Nenek ~ Rihan Musadik bin Kustono bin Tukirah binti Yasbari binti Yasmaja bin Kasanom bin... 
  3. Jalur Ibu dan Kakek ~ Rihan Musadik bin Murniati binti Sukhedi bin Yasmaja bin Kasanom bin... 
  4. Jalur Ibu dan Nenek ~ Rihan Musadik bin Murniati binti Sartiah binti Mangun bin... 

Sumber: 
Zainal Qodri. 1992. Silsilah Bani H. Abas dan Kasanom. Semarang: Jalan Tengger.

Rabu, 14 Januari 2015

Kuliah Pelatihan Adaptif

Prakata

Pada waktu kuliah semester tiga, penulis sempat mendapat materi kuliah Pelatihan Adaptif dari Prof. Sukadiyanto. Akan tetapi, beliau mengajar kelas kami hanya beberapa kali saja, karena minggu-minggu berikutnya hingga semester tiga berakhir, kuliah Pelatihan Adaptif dilanjutkan oleh dosen lain. Hal ini bisa dipahami, karena Prof. Sukadiyanto adalah dosen yang cukup sibuk dan sudah banyak mata kuliah yang diampu oleh beliau.

Di samping itu, sebenarnya beliau juga tidak terlalu suka dengan mata kuliah baru ini. Hal ini terlihat ketika beliau mengajar kelas kami di awal-awal pertemuan, beliau sering mengkritik dan mengatakan ketidaksetujuannya dengan program baru mata kuliah Pelatihan Adaptif. Akan tetapi, karena satu atau lain alasan, akhirnya beliau mau juga mengampu mata kuliah ini. Beliau sering mengatakan, mata kuliah Pelatihan Adaptif tidak penting bagi mahasiswa PKO, karena fokus mahasiswa kepelatihan itu untuk melatih anak-anak normal bukan yang berkebutuhan khusus, melatih yang normal saja sulit apa lagi yang berkebutuhan khusus.

Akan tetapi, karena sudah menjadi keputusan fakultas, akhirnya launching juga mata kuliah ini, dan kebetulan angkatan kami (2010) yang pertama kali mendapat mata kuliah ini. Lalu kenapa yang ditugasi Prof. Sukadiyanto? Menurut penuturan beliau, karena dosen lain tidak ada yang mengiyakan alias menyanggupi, dan karena dorongan dekan, terpaksa beliau menyanggupinya.

Selasa, 13 Januari 2015

Perbedaan Kepribadian Seseorang

Oleh: Rihan Musadik

Kepribadian seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana orang tersebut tumbuh dan berkembang. Pertama sekali, seseorang akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya, bagaimana cara orangtua mendidik anak-anaknya akan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian anak tersebut.

Jika sejak kecil anak di-didik dengan nilai-nilai religius, moral, kesopanan, kemandirian, dan budi pekerti; maka hal itu akan membuat pribadi anak menjadi baik. Sebaliknya, jika sejak kecil anak hidup dalam lingkungan yang tidak baik dan orangtuanya tidak mendidik dengan nilai-nilai agama; maka besar kemungkinan anak tersebut akan memiliki kepribadian yang buruk.

Di samping pengaruh dari lingkungan dan pendidikan dalam kelurga, pendidikan yang diperoleh seorang anak di luar keluarga juga akan ikut mempengaruhi baik atau tidaknya kepribadian anak tersebut. Oleh karena itu, orangtua harus selektif dalam memasukkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan.


*Ditulis dalam diskusi mata kuliah Psikologi Pendidikan

Relasi antar Institusi Sosial

A. Institusi Sosial / Pranata Sosial:
  1. Kinship (keluarga)
  2. Religi (agama)
  3. Education (pendidikan)
  4. Economy (ekonomi)
  5. Politik
B. Keterkaitan Secara Makro antar Institusi Sosial

Institusi sosial pertama yang bersentuhan dengan kehidupan seseorang adalah kinship, yakni institusi dalam keluarga. Dari keluarga inilah seseorang memperoleh education, yakni pendidikan pertama dari masa kanak-kanak hingga menginjak usia remaja atau dewasa. Akan tetapi, seseorang tidak hanya memperoleh pendidikan dari keluarga saja, tentunya ia akan mendapatkan pendidikan dari luar keluarga, entah itu dari sekolah, lingkungan, maupun pergaulan.

Kemudian dalam dunia pendidikan, khususnya sekolah atau lembaga pendidikan yang lain, baik yang formal, informal, maupun non-formal, akan diajarkan berbagai aspek dalam kehidupan, salah satunya religi. Dari sini seseorang akan memperoleh tambahan pengetahuan tentang aspek religi atau agama, yang sebelumnya pengetahuan religi didapat dari keluarga, tentu saja jika keluarga tersebut menanamkan nilai-nilai religiusitas semenjak kecil.

Senin, 12 Januari 2015

Kuliah Filosofi Kepelatihan (2)

A. Ciri-Ciri Latihan
  1. Proses latihan harus teratur (ajeg, maju, dan berkelanjutan)
  2. Latihan bersifat progresif (materi latihan diberikan dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dan dari yang ringan ke yang lebih berat)
  3. Setiap satu kali tatap muka harus memiliki tujuan dan sasaran yang jelas
  4. Materi latihan berisikan materi teori dan praktek
  5. Menggunakan metode tertentu, yakni cara paling efektif yang direncanakan secara bertahap dengan memperhitungkan faktor kesulitan, kompleksitas gerak, dan penekanan pada sasaran latihan.
B. Tujuan dan Sasaran Latihan
  1. Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh
  2. Mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik khusus
  3. Menambah dan menyempurnakan keterampilan teknik
  4. Mengembangkan dan menyempurnakan strategi, taktik, dan pola bermain
  5. Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam bertanding

Kuliah Filosofi Kepelatihan (1)

Prakata

Almarhum Prof. Dr. Sukadiyanto, M.Pd. adalah salah seorang dosen sekaligus guru besar di Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta (FIK UNY). Beliau meninggal pada 10 Desember 2014 di usianya yang ke-54. Sewaktu penulis masih menjalani kuliah pada program studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO), penulis sempat diajar beliau untuk mata kuliah Filosofi Kepelatihan dan Pelatihan Adaptif. 

Prof. Sukad—demikian beliau sering disapa oleh para mahasiswa—adalah dosen yang sangat produktif menghasilkan karya ilmiah, tulisan-tulisan beliau telah banyak diterbitkan di berbagai jurnal keolahragaan maupun pendidikan, buku-buku beliau juga telah diterbitkan, yaitu Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik dan Metode Melatih Fisik Petenis.

Ada beberapa materi kuliah dan tulisan-tulisan Prof. Sukadiyanto yang sempat beliau upload sendiri di staff.uny.ac.id, pembaca bisa men-download-nya di website tersebut. Akan tetapi, untuk materi kuliah Filosofi Kepelatihan tidak atau belum beliau upload karena satu atau lain sebab. Oleh karena itulah, penulis merasa terpanggil untuk mempublikasikan catatan-catatan materi kuliah Filosofi Kepelatihan yang didapat dari beliau.