Minggu, 28 Desember 2014

Konsultasi Tentang Anak Yatim

Pertanyaan

Assalamu’alaikum warahmatullahi ta'ala wabarakatuh. Barakallahu fiik ustadz, semoga kita selalu dalam rahmat dan lindungan Allah ‘azza wa jalla. Beberapa hari ini ada beberapa pertanyaan yang mengusik saya, mudah-mudahan saya bisa memperoleh jawabannya dari ustadz.
  1. Seorang anak yang belum berusia baligh, kemudian ditinggal mati ayahnya, dan ibunya menikah lagi alias anak tersebut mempunyai seorang ayah tiri, apakah anak tersebut masih tergolong anak yatim?
  2. Kalau misalkan kedua orangtua anak yang belum baligh bercerai, dan anak tersebut ikut ibunya, dan ayahnya sudah tidak memberi nafkah lagi pada ibu dan anak tersebut, apakah anak tersebut masih tergolong anak yatim?
  3. Bagaimana dengan seorang anak yang ditinggal mati ibunya, dan ayahnya masih hidup, apakah anak tersebut tergolong anak yatim?
  4. Apakah ada perbedaan antara anak yatim dan anak yatim piatu?
Tanggapan

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Bismillah walhamdulillah wash shalatu wassalamu ‘ala rasulillah wa’ala aalihi wa shahbihi wa man waalah, wa ba’du. Afwan ya akhi, saya baru sempat membukanya, karena banyak sekali pertanyaan dari yang lain. Ini juga baru saya buka tengah malam. Langsung saja:

Jawaban Nomor 1 

Untuk anak yatim, jika sudah aqil baligh, berarti dia sudah bukan lagi anak yatim. Hal ini sesuai hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada yatim setelah ihtilam (HR. Abu Daud, No. 2873).

Para ulama seperti Al-‘Uqaili, Abdul Haq, Ibnul Qaththan, dan Al-Mundziri, mengatakan hadits ini memiliki cacat. Tetapi Imam An-Nawawi menghasankan, berdasarkan sikap diamnya Imam Abu Daud (Talkhish Al-Habir, 3/220). 

Imam As-Sakhawi mengatakan bahwa hadits ini memiliki sejumlah syawahid (penguat) dari jalur Anas, Jabir, dan lainnya. (Maqashid Al-Hasanah, Hal. 729).

Imam al-Baghawi menjelaskan, “Jika sudah sampai baligh, maka hilang status yatimnya. Dia tidak lagi berhak dengan hak-hak istilah yatim. Adapun maksud dari ihtilam adalah baligh” (Syarhus Sunnah,  9/200). 

Ihtilam sendiri secara bahasa artinya mimpi basah, yang merupakan ciri fisik bahwa laki-laki telah dewasa. Walaupun dewasa fisik belum tentu dibarengi dengan kedewasaan sikap, pemikiran, dan lainnya. Jadi, selama dia masih kanak-kanak, belum baligh, maka dia tetap statusnya anak yatim.

Bagaimana jika dia masih kanak-kanak (belum baligh), tetapi ibunya menikah lagi sehingga dia punya ayah tiri? Ini pun bukan sebab yang menganulir status keyatimannya, dan tidak ada nash yang menyatakan hal itu. Adanya “ayah tiri” nampaknya lebih tepat seperti yang digambarkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam, bahwa dia adalah “kaafilul yatim”, yaitu orang yang menyantuni serta menanggung nafkah anak yatim tersebut. Dari Sahl radhiyallahu'anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Aku dan orang yang menyantuni anak yatim, kedudukannya seperti jari ini [beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan tengah]” (HR. Bukhari, No. 5304).

Jawaban Nomor 2 

Ya, sebagian fuqaha’ menjelaskan bahwa seorang anak bisa disebut anak yatim jika orangtuanya telah bercerai dan tidak menafkahi sekian lama, bisa juga orangtuanya safar atau jihad entah sampai kapan. Sebab keadaannya sama saja seperti anak yang tidak mempunyai ayah karena meninggal.

Saya ambil contoh seperti Imam al-Baghawi yang mengatakan, “Yatim adalah seorang anak kecil yang tidak memiliki ayah” (Syarhus Sunnah, 9/200).

Jadi, intinya anak tersebut tidak memiliki ayah, sehingga dia tidak ada yang menafkahi, bukan semata-mata karena ayahnya wafat. Substansinya adalah pada ketiadaan ayah yang memberi nafkah dalam hidupnya.

Jawaban Nomor 3 

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), yatim adalah istilah untuk anak yang tidak memiliki ayah atau ibu. Sedangkan yatim piatu adalah istilah untuk anak yang tidak memiliki ayah dan ibu sekaligus.

Dalam istilah fiqih, disebutkan dalam beberapa kamus. Ibnu As-Sikkit mengatakan, “Istilah yatim pada manusia adalah jika ayahnya tidak ada, sedangkan pada hewan adalah jika tidak ada ibunya. Tidak dikatakan yatim pada manusia jika ibunya tidak ada, tetapi itu namanya munqathi’. Ibnu Barri mengatakan, “yatim itu jika yang mati ayahnya, jika yang mati ibunya namanya al-‘ajiy, jika keduanya sudah wafat istilahnya al-lathim (Lisanul Arab, 12/645 dan Tajul ‘Arus, 34/134). 

Jawaban Nomor 4 

Karena pertanyaan antum ini menurut istilah bahasa Indonesia, maka jika merujuk ke definisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka tidak ada perbedaan antara yatim dan piatu. Sebab yang ada adalah perbedaan antara yatim dan yatim piatu. Perbedaannya adalah seperti yang tertera pada keterangan nomor 3. 



*Pertanyaan melalui email dari Rihan Musadik (mastervisualist@gmail.com). Jawaban via email oleh Ustadz Farid Nu'man Hasan (abu.hudzaifi@yahoo.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar