Kamis, 04 April 2013

Apa itu Kebahagiaan?

Seperti biasa saya awali CHIP hari ini dengan rasa syukur kepada Allah (alhamdulillah) yang telah mengaruniakan kenikmatan yang begitu banyak. Dalam firman-Nya Allah berkata “Seandainya manusia menghitung-hitung nikmat yang dikaruniakan, niscaya tidak akan dapat menghitungnya”. Begitulah saya merasakan kebahagiaan, karena masih diberikan hidup, masih dapat menghirup udara segar, dan masih bisa bangun untuk melaksanakan shalat shubuh berjama'ah di mushola depan kostku (gak nanya musholanya…), walaupun sedikit ketiduran setelah membaca Al-Qur’an (hafalan juz 30), tapi masih bisa bangun lagi jam setengah tujuh.

Pada saat akan memotong kuku, bahkan ketika sedang memotong kuku, tiba-tiba saja saya mendapat sebuah pemikiran tentang konsep kebahagiaan (gak tahu darimana datangnya nih pemikiran, tiba-tiba aja gitu…). Ketika itu saya berpikir bahwa kebahagiaan itu tergantung dari keinginan, situasi, dan kondisi dari masing-masing individu. Artinya, kebahagiaan tidak bisa hanya diukur dari materi belaka. Contohnya: Bayangkan jika anda diajak nonton bioskop gratis oleh teman, dan filmnya adalah salah satu film favorit anda, tentu anda akan merasa senang dan bahagia, bukan? Tetapi pada saat yang bersamaan anda merasakan lapar dan haus yang amat sangat, sehingga anda nonton bioskop sambil kelaparan dan kehausan (bayangin aja gak usah protes), apakah anda akan merasakan kebahagiaan? Tentu saja kebahagiaan pada saat itu ya memenuhi perut yang “keroncongan” dan melepaskan dahaga, bukan?

Contoh yang lainnya, pada sebuah acara, anda disuguhi beberapa makanan dan minuman yang super lezat, tapi saat itu anda sangat “kebelet pipis” dan anda menahannya karena malu akan ijin ke toilet (imajinasikan aja gak usah comment), jelas sekali anda akan merasakan sesusatu yang tidak mengenakan alias tidak bahagia, makanan dan minuman yang lezat sekalipun akan menjadi tidak enak, karena anda menahan buang air kecil, kebahagiaan saat kondisi seperti ini ya segera pergi ke toilet, dan lepaskan air seni yang memang sudah di ujung tanduk (ujung tanduk apa ujung helm, hayoo ngeres…). Contoh yang terakhir (tiga aja ya contohnya, gak usah banyak-banyak), bayangkan jika anda diberi rumah mewah, mobil mewah, wanita-wanita cantik, dan segala macam fasilitas yang anda inginkan ada dan tersedia (wow, enak banget). Tetapi dengan syarat anda tidak boleh tidur walau sekejap mata (pokoknya melek terus, khayalin aja, gak usah “nyangkem”). Sanggupkah anda? Bahagiakah anda? Silahkan jawab sendiri-sendiri.

Dari ketiga contoh di atas, mungkin dapat kita ambil pelajaran bahwa kebahagiaan itu tergantung dari keinginan, situasi, dan kondisi dari masing-masing individu. Boleh dibilang hal itu tergantung dari hati, jiwa, dan perasaan masing-masing orang, sifatnya sangat khas dan individual. Itu berarti hal-hal yang sifatnya materil tidak bisa menjadi indikator dari kebahagiaan seseorang.

Pelajaran yang kedua, kita seringkali mengeluhkan hal-hal yang belum kita miliki, yang sifatnya materil berada diluar diri kita, sehingga kita melupakan nikmat-nikmat yang melekat atau ada pada diri kita sendiri. Akhirnya, kita menjadi lupa bersyukur, bahkan terkesan mengingkari nikmat agung yang dikaruniakan Tuhan. Maka benar sekali jika Al-Qur’an menyebutkan bahwa kebanyakan manusia itu kurang bersyukur, hanya sedikit hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Allah dimulai dari hal-hal yang ada pada diri kita, agar nikmat kita semakin bertambah sesuai dengan jaminan Allah, “Kalau kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu, tapi jika kamu ingkar dan tidak bersyukur, maka sesungguhnya azab-Ku amat pedih”.

Baiklah, sampai di sini dulu saudaraku. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang selalu bersyukur. Amiin. Lalu bagaimana cara kita bersyukur? Ada bahasannya tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar