Sabtu, 17 Desember 2011

Pemimpin yang Ideal

Adalah suatu hal yang ironis, jika saja presiden kita terlalu mementingkan urusan pejabat-pejabat tinggi; sementara banyak rakyat yang kelaparan, sengsara, dan tidak semua anak mengenyam pendidikan yang layak. Jika hal ini masih saja terus dilakukan oleh presiden kita, itu berarti tidak merepresentasikan sebagai seorang pemimpin yang baik.

Menurut para pakar pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu berempati terhadap apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Akan tetapi, seorang pemimpin yang ideal bukan hanya sampai pada tataran model, tetapi harus sampai pada tataran praksis. Sehingga implementasi dari model pemimpin yang cerdas akan langsung dirasakan oleh rakyat.

Ada suatu hal yang perlu diingat oleh para pemimpin, bahwa teori-teori tentang leadership harus benar-benar terinternalisasi dalam diri pribadi, bukan hanya sebatas teori atau wacana saja. Akan tetapi, harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga setiap perilaku/tindakan mencerminkan pemimpin yang ideal.

Senin, 05 Desember 2011

Pohon yang Ingin Belajar

Pohon-pohon berdiri tegak melihat aku belajar
seakan ingin masuk ke kelas ini mengikutiku
tapi aku yang disini terus didera rasa malas
seolah aku sudah sangat cerdas
yang kenyatannya aku masih bodoh
dan masih harus belajar banyak

Di Warung Makan

Ketika saya sedang makan disebuah warung makan, tak kusangka datang seorang temanku yang juga akan makan di warung itu. Kulihat rambutnya panjang di bagian belakangnya, tubuhnya tinggi, dan aku seakan merasa pikiran negatif menyelimuti otaknya. Kami bertemu dan bercakap-cakap, dia bilang aku jarang kelihatan alias “ndekem” terus di kost, tidak pernah main ke kost sebelah. Saat itu aku benar-benar bingung akan menjawab apa. Aku hanya menjawab enteng, “Ya, di kostku sudah ada TV dan laptop”. Temanku itu balas mejawab, “Jangan begitu, silaturahmi itu penting”.

Aku serasa mendapat jawaban yang memukulku, dan memang kuakui jika aku jarang ke kost sebelah. Aku tak suka untuk menghabiskan waktu dengan percuma di kost itu. Aku mulai bingung juga, kenapa aku enggan sekali ke kost sebelah untuk kumpul bersama teman-teman, seperti dahulu waktu pertama kali menginjakkan kaki di kost ini. Atau aku memang lebih suka sendiri, hidup bersama Tuhan. Entahlah! Tapi yang jelas aku juga sangat senang hidup bersosialisasi, berbaur dengan masyarakat, hamba-hamba Tuhan dan bergaul dengan orang-orang shaleh.

Aku merasakan lebih pas untuk hidup bersama orang shaleh, tetapi hingga hari ini, aku belum juga dapat berkumpul, bersahabat dekat dengan para orang shaleh. Dan aku juga amat menginginkan sahabat shaleh yang cocok denganku. Sekali lagi entahlah! Atau mungkin aku terlalu menikmati kesendirian, atau mungkin Tuhan akan memberikan teman, seorang istri yang shalehah.