Jumat, 31 Oktober 2014

Aku Bertanya, Al-Qur'an Menjawab

Oleh: Al-Faqir Rihan Musadik 

Surah An-Naba’ adalah surat pertama di juz 30 dalam Al-Qur’an, kalau kita baca di terjemahan, An-Naba’ artinya berita besar. Berita tentang apa? Ialah berita tentang hari akhir atau hari kiamat. Pada ayat pertama, Al-Qur’an menggunakan sebuah pertanyaan, “Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?” Ayat pertama ini mengajarkan kepada para pembacanya untuk mencari tahu, untuk bertanya, mencari kejelasan, sebenarnya apa yang sedang menjadi perbincangan orang-orang di masa Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. Kalau boleh penulis maknai, kita diajarkan untuk mengetahui trending topic yang sedang berkembang di masyarakat.

Sebuah pertanyaan akan menjadi jalan suatu pengetahuan, dari pertanyaan inilah proses berpikir, proses pencarian, penelitian, inquiry akan mulai berproses. Pertanyaan juga merupakan salah satu titik awal dalam berfilsafat. Pemikiran-pemikiran besar tidak sedikit yang dimulai dengan pertanyaan, kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan lain, dan seterusnya. Karena memang tabiat manusia yang selalu ingin mencari tahu atas suatu hal. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan penulis adalah “Apakah jawaban yang didapat manusia atas pertanyaannya bisa benar? Apakah manusia merasa puas dengan jawabannya?”.

Sebagai seorang muslim, tentu kita meyakini bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber kebenaran utama atas berbagai pertanyaan manusia. Al-Qur’an sudah memberikan garis-garis besar kebenaran, tinggal bagaimana manusia mampu menggunakan akal, indra, dan hati nuraninya untuk mendapatkan serta membuktikan kebenaran Al-Qur’an. Kita tahu betapa banyak para ilmuwan yang masuk Islam karena kagum dan membuktikan sendiri kebenaran Al-Qur’an dan As-Sunnah secara ilmiah. 

Kita juga bisa menyaksikan secara akademis, bagaimana Al-Qur’an diperbandingkan dengan kitab suci agama lain, betapa Al-Qur’an telah membuktikan kebenarannya. Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang paling lurus (Al-Israa’: 9). Dan betapa Al-Qur’an telah membuka mata dan telinga kita atas kekeliruan agama lain. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama (At-Taubah: 33).

Kita berdoa mudah-mudahan banyak di antara manusia yang memperoleh cahaya hidayah dari Allah, mudah-mudahan banyak di antara manusia yang memperoleh hidayah melalui kebenaran Al-Qur’an dan As-Sunnah, mudah-mudahan banyak di antara manusia yang tergerak hatinya untuk memeluk agama Islam melalui keindahan dan kemuliaan agama Islam. Dan mudah-mudahan banyak di antara kaum muslimin yang menjadi sadar untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah. Bukankan Al-Qur’an banyak mengajukan pertanyaan, “Apakah mereka tidak berpikir?” (Al-Baqarah: 44). Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24).


Tadabbur surah An-Naba' ayat 1

Rabu, 29 Oktober 2014

Tiga Hal yang Dibenci Allah

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dan membenci tiga hal atas kalian. Allah ridha jika kalian:
  1. Beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun
  2. Kalian semua berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah
  3. Menasehati pemerintah kalian. 
Dan Allah membenci jika kalian melakukan:
  1. Perbincangan yang tidak ada gunanya 
  2. Banyak meminta dan bertanya
  3. Membuang-buang harta"
(HR. Muslim dan Ahmad).

Senin, 27 Oktober 2014

Menjagamu

Siang malam aku menjaga
Kendalikan tak henti-hentinya
Meskipun merongrong hendak keluar
Tak kuberi sedikitpun ia memancar

Biar susah aku menjaga
Aku tetap sabar dan tegar
Walau sering keluar tak kusadar
Aku tetap menjaga dengan karunia-Nya

Aku jaga benar-benar
Karena menjaga amanah Tuhan
Hendak kupersembahkan apa yang kusimpan
Jika memang sudah waktunya

Aku yakin saatnya akan tiba
Tak lama lagi
Di tempat yang Tuhan ridhai
Bukan yang memang dilarangnya

Karena itu aku sabar
Bukan karena apa
Tapi karena Allah
Mengharap ridha-Nya


Rihan Musadik
Purbalingga, 28 Oktober 2014

Jumat, 24 Oktober 2014

Kenangan

Kilatan-kilatan itu
Masih terngiang jelas
Terlihat di depan mata
Menggurat di kalbu

Terbayang masa-masa indah itu
Kenangan manis
Sedih haru juga gembira

Tak dapat aku kembali ke masa silam
Hanya kulihat kenangannya saja di foto
seketika bangkit kembali ingatanku
seakan merasa kembali di kejadian waktu itu

Mereka yang menemaniku
Mereka yang berseberangan denganku
Mereka yang membuat cinta di hati
Kesepian kebosanan ada di waktu itu
Aku masih ingat

Hatiku bertanya
Kapan lagi berjumpa
atau kembali

Segera kusadar
Tak akan dapat aku kembali
meski sedetik yang lalu

Semua tinggal kenangan
Pengalaman manis
Aku masih ingat waktu itu
Hingga waktu-waktu yang melupakan


Rihan Musadik
Purbalingga, 24 Oktober 2014

Minggu, 19 Oktober 2014

Sang Penguasa Hati

Oleh: Al-Faqir Rihan Musadik

Allah yang membolak-balikan hati, Allah yang memberi petunjuk dan hidayah, Allah pula yang menyesatkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Allah ta'ala meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan dunia dan akhirat, dan Allah ta'ala menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki (Ibrahim: 27). Maka nikmat apalagi yang lebih besar selain nikmat petunjuk dan hidayah dari Allah ‘azza wa jalla. Sungguh beruntung orang-orang yang selalu berada di dalam petunjuk dan jalan-Nya. Dan sungguh rugi orang-orang yang jauh dan menyimpang dari jalan-Nya. 

Betapa indah nasihat Rasulullah yang mengajarkan untuk banyak berdoa Yaa muqallibal quluub tsabbit qalbii ‘alaa diinika. Wahai Rabb yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu. Tatkala hati seorang mukmin bergejolak, emosi dan nafsu mengisi relung hati, maka bukan ketenangan yang didapat, bukan pula petunjuk yang membimbing, akan tetapi kesalahan dan kebodohan yang ikut menemani. Bahkan seorang yang ahli ilmu sekalipun, bila tidak ada ketenangan hati, maka kebodohan dan kesalahanlah yang akan menjadi petunjuknya, sehingga dengan hati yang penuh luapan emosi, orang lain akan melihat dengan jelas kebodohan yang telah dilakukannya.

Akan tetapi, sungguh beruntung orang yang segera menyadari kebodohannya, ia akan segera bertaubat kepada Allah ta'ala, bertafakkur dan segera mengoreksi diri akan kesalahan yang telah diperbuatnya. Sesungguhnya Tuhanmu akan mengampuni bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka segera bertaubat dan memperbaiki dirinya, sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nahl: 119). 

Maka, berimanlah kepada Allah, yakinlah hanya kepada Allah, Dialah Rabb Yang Maha Penolong, Dialah yang mengatur segala sesuatu, Dialah yang mampu menyelesaikan masalah-masalah kita, Dialah yang memudahkan segala urusan kita. Sehingga dengan beriman kepada Allah ta’ala, Allah akan senantiasa memberi petunjuk kepada kita, membimbing, dan mengarahkan kita dalam setiap keadaan. Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ( At-Taghaabun: 11). 

Sungguh Indah Ajaran Islam

Oleh: Al-Faqir Rihan Musadik

Sungguh indah ajaran Islam, sungguh mulia bagi orang yang mengamalkannya. Agama Islam yang dibawa sejak Nabi Adam ‘alaihissalam hingga Rasulullah Muhammad shallallahu‘alahi wasallam, bukan hanya mengharuskan pemeluknya untuk bertauhid sebagai landasan pokok dalam berislam, yaitu menyembah hanya kepada Allah ta’ala, bergantung dan berserah diri hanya kepada Allah sang pencipta. Akan tetapi, letak keindahan Islam terletak pada ajaran budi pekerti atau dalam terminologi Islam disebut akhlak. Sebab, akhlak inilah yang menunjukkan kedalaman seseorang dalam beragama Islam. Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku muslim, tetapi buruk perangainya. 

Padahal Rasulullah sendiri yang mengatakan, ”Sesungguhnya aku diutus ke muka bumi untuk menyempurnakan akhlak”. Hal ini mengandung makna bahwa di dunia ini, dalam kebudayaan-kebudayaan manusia, sesungguhnya telah terdapat perilaku-perilaku yang baik, yang patut untuk dilakukan, akan tetapi Islamlah yang memiliki ajaran budi pekerti yang paling mulia dan sempurna. Karena perilaku-perilaku yang diajarkan Islam, bukan berasal dari budaya, hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, akan tetapi langsung diajarkan oleh Allah Tuhan semesta alam lewat bimbingan para utusan-Nya.

Pasrah Sepenuh Hati

Oleh: Al-Faqir Rihan Musadik
 
Dalam sebuah hadits yang masyhur, disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam ketika shalat berjama'ah mendengar hiruk-pikuk dan suara derap langkah kaki yang menunjukkan ketergesa-gesaan. Kemudian seusai shalat beliau bertanya, “Apa yang kalian lakukan tadi?” beberapa sahabat menjawab, “Kami tadi tergesa-gesa mengejar shalat”. Lalu Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian akan mendatangi shalat berjama’ah, maka datangilah dengan tenang. Apa pun yang kamu dapati dari imam, maka kerjakanlah. Dan apa yang tertinggal, maka sempurnakanlah. Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian datang untuk melakukan shalat, maka janganlah kalian mendatanginya dengan berlari. Datangilah shalat dengan berjalan kaki dan hendaknya kalian bersikap tenang. Laksanakan shalat yang kalian dapatkan dan sempurnakan shalat kalian yang tertinggal.

Dari hadits ini, kita bisa mengambil pelajaran penting berkaitan dengan sikap pasrah atau tawakkal, dan larangan untuk tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu. Rasulullah mengajarkan untuk bersikap tenang dan berserah diri kepada Allah ketika kita hendak melakukan sesuatu. Kita diajarkan untuk tetap berusaha, yaitu mendatangi shalat berjama'ah, akan tetapi kita juga dilarang untuk terburu-buru dalam mengejar suatu hal, meskipun itu sebuah kebaikan. Karena suatu kebaikan harus dilakukan dan didatangi dengan ketenangan, bukan ketergesa-gesaan. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah menyatakan bahwa “Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan”.

Senin, 13 Oktober 2014

Di Bawah Naungan Al-Qur’an dan Sunnah

Oleh: Al-Faqir Rihan Musadik

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, diberi amanah sebagai khalifah (wakil) Allah ta'ala di muka bumi. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’” (Al-Baqarah: 30). Sebagai khalifah fil ardhi, manusia dikaruniai berbagai potensi seperti akal, indera, dan hati. Manusia juga diberi Allah kebebasan, kemerdekaan, dan kedaulatan atas dirinya. Dengan kebebasan yang dianugerahkan Allah, manusia bisa menilai apakah perbuatannya tergolong baik ataukah buruk. Sebab, apabila manusia tidak bebas dalam melakukan sesuatu, maka tidak bisa dikatakan ia berbuat baik atau buruk. Seperti misalnya orang yang tidak dalam keadaan sadar, ataupun dipaksa melakukan perbuatan buruk, tentu tidak bisa serta merta kita mencapnya sebagai akhlak yang buruk. Hal ini karena akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri sendiri tanpa dipaksa oleh pihak lain. 

Kalau dalam filsafat moral Immanuel Kant, seseorang dapat disebut melakukan perbuatan baik apabila ia melakukannya atas dasar dorongan hati nuraninya, bukan karena dipaksa orang lain, atau bukan karena kepentingan yang menguntungkan diri sendiri, ini yang disebut Etika Kewajiban Kant. Artinya, seseorang dapat disebut berakhlak baik, apabila ia melakukan suatu perbuatan dengan sadar dan atas dorongan niat yang baik karena memang sudah seharusnya melakukan perbuatan tersebut yang dapat dinilai sebagai baik secara universal.