Minggu, 30 Januari 2011

Secawan Anggur

Jika secawan anggur mampu membawaku tinggalkan dunia yang penuh risau ini dan membawaku ke alam surgawi, akan kucari dan kutenggak dengan penuh keikhlasan tanpa ada keraguan.


Rihan Musadik
Purbalingga, Januari 2011

Masa Depan

Menatap masa depanku
Walau di kebunku
Tertanam bunga-bunga semerbak
Yang tak dapat kutebak

Rihan Musadik
Purbalingga, 29 Januari 2011

Di Bukit Merapi

Memuncak mendaki
Bukit-bukit merapi

Kurasakan hawa sejuk
Embun dingin berpadu
Dengan nafas yang tak henti
Menghirup udara bersih dari alam

Mengembang dan mengempis
Paru-paru yang perlahan menghayati
menikmati energi segar alami

Kurasakan denyut nadi alam yang hidup
Dengan energi-energi yang berkeliling
Mengitar meraba dan membaurku
Terkadang menakutkan

Merapi yang penuh misteri
Ketika kuturuni bukit-bukit merapi
Dan satu hari telah lewat
Lalu sehari lagi menanti

Dan merapi
Muntahkan lelehan api dan abu
Menyapu membakar menghanguskan semuanya
Dahsyat besar berkobar
Dan aku pun selamat tanpa kuduga


-Untuk kawan-kawanku yang selamat dari merapi, ketika berkemah di lereng merapi tanggal 23 - 24 Oktober 2010, dan merapi meletus tanggal 26 Oktober 2010-

Rihan Musadik
Yogyakarta, 24 januari 2011

Jumat, 21 Januari 2011

Dua Perang Terjadi

Ya Allah
Jika dua perang ini benar-benar terjadi
Atas kehendak-Mu

Hamba mohon Ya Allah
Agar hamba dapat melaluinya
Dengan selamat dan penuh semangat

Hamba pasrahkan segalanya kepada-Mu
Apakah menang apakah kalah

Jika hamba menang
Itu atas ijin-Mu
Kehendak-Mu
Dan kekuatan dari-Mu

Jika hamba kalah
Itu atas kehendak-Mu
Kebijaksanaa-Mu
Dan hamba akan menerimanya
Dengan lapang dada dan hati yang ikhlas

Engkaulah yang lebih mengetahui
Apa yang baik dan mana yang baik
Bagi hamba


Rihan Musadik
Yogyakarta, 21 Januari 2011

Nurani Petarung

Aku bertanya pada mereka
Tentang perang
Mereka berkata
Menang di medan perang
Adalah tujuan utama

Mereka rela bersakit-sakitan
Bersusah payah sungguh
Hanya demi penghargaan
Kebanggaan dan kepuasan
Hingga menjadi pekerjaan

Berlatih hanya untuk mengalahkan lawan
Memang rejeki mereka terima
Sepadan dengan darah keringat
Dengan nafas semangat
Yang tercurah susah sungguh

Bahkan tak jarang batin menangis
Sembari meronta-ronta

Tapi karena hasrat kuat
Terus semakin menguat
Jadilah mereka, jadilah ia
Petarung yang selalu menang di medan perang

Ketika aku bertanya
Bagaimana dengan hati nuranimu
Tentang perang
Mereka bahkan tak menjawab
Hingga diam seribu bahasa


Rihan Musadik
Kamar kost, pukul 21.07
Yogyakarta, 20 Januari 2011

Kamis, 20 Januari 2011

Para Pengacau

Apakah itu
Bangkai busuk di negeriku
Buat hawa jadi tak sedap
Bahkan amat bau busuk
Hingga menusuk ke relung jiwa

Mereka itu tak sadar
Apa yang mereka buat
Semakin menambah kebusukan
Hingga hidung pun tak mampu bedakan
Mana busuk dan mana harum

Kalau saja mereka sadar
Bau yang mereka buat itu
Membunuh ribuan jiwa
Ataupun dirinya sendiri

Tentu mereka tak akan buat bangkai berserakan
Hingga kacau suasana
Bahkan semakin balau


Rihan Musadik
Yogyakarta, 20 Januari 2011

Dua Perang

Sedih memang
Sungguh haru pilu
Akupun lelah campur bimbang

Dua hal harus kuhadapi
Dan aku jalani

Tapi kukira Tuhan berkehendak lain
Yang mengerti apa yang baik bagiku

Mungkin jika kujalani
Dua perang besar itu
Aku akan lelah lesu
Bahkan kalah pilu

Segala daya upaya telah kujalani
Tapi tetap tak bisa kulalui
Tak bisa aku bergelut dengan dua perang
Yang berbeda tempat dan berbeda orang

Dan ternyata Tuhan memilihkan umtukku
Salah satu diantara dua
Agar aku bisa fokus pada satu titik
Yang mana bila kutatap dua titik
Tak mungkin aku fokus
Justru malah kapiran
Yang tak dapat kuraih duanya

Oh Tuhan
Jika engkau memilihkan satu perang ini untukku
Bimbinglah hamba
Tolonglah hamba
Untuk melaluinya
Untuk memenangkannya


Rihan Musadik
Yogyakarta, 18 Januari 2011

Selasa, 11 Januari 2011

Untuk Para Umat

Dan merekapun bersatu menyembah Yang Satu
Tak ada lagi beda dan permusuhan
Hanya beda pemahaman

Setelah masuk ke alam dunia
Berbasah ria dengan ideologi dan politik
Merekapun bertengkar dan berpecah belah
Seolah tak mengenal saudara sendiri

Mereka saling tuduh saling bunuh
Kedepankan emosi, fanatisme dan harga diri
Tapi tak pedulikan harga diri saudaranya

Sedikit beda saling hujat
Keinginan yang tak sesuai harapan orang banyak
Mereka paksakan hingga buat keonaran

Dan tukar pikiranpun menjadi senjata ampuh
Untuk saling tuduh saling membunuh

Sampai kapan berlanjut
Hampir tak ada lagi titik temu

Kami orang-orang yang lemah dan tak bergerak
Selalu berharap
Pandanglah Tuhan Yang Satu

Bukalah pintu hatimu
Bukalah penglihatanmu
Bukalah pendengaranmu
Bukalah dan bukalah pikiranmu

Bersatulah di dunia ini
Seperti engkau bersatu di akhirat nanti
Dan kamipun akan bersatu bersamamu


Rihan Musadik
Yogyakarta, 10 Januari 2011

Jilbab Hitam Bidadari

Kain lembut yang menutupmu
Membuat cantik parasmu bertambah indah
Tubuhmu yang putih memancarkan cahaya bidadari

Dan bila kau lepas jilbab hitammu
Kau bagaikan permaisuri yang anggun
Yang keluar dari taman kerajaan surga

Dan kau bawa aura pesona surga
Menebar aroma wangi sekelilingmu

Langkahmu yang membuat setiap mata tertuju
Dan selaras detak jantung yang melihat
Lalu kau berikan tawamu yang merdu
dan senyummu yang syahdu

Bila ada mawar merekah indah itulah kau
Bila ada melati mekar mewangi itulah dirimu

Aku tunggu engkau wahai bidadari
Di taman ini
Taman hati yang penuh cinta


Rihan Musadik
Yogyakarta, 10 Januari 2011

Jumat, 07 Januari 2011

Alam yang Berbicara

Kuputuskan tuk bercengkerama dengan hujan
Yang ditatap mendung gelap
Seolah tanda tak setuju

Mendung berkata bahwa dirinya marah
aku bertanya kenapa
Ternyata ia kesal pada manusia-manusia
Asap tebal, polusi mesin, pencemaran
Dan hal lain ulah-ulah manusia yang degil

Dan hujan pun turun ke bumi dengan sabar menebar
Menyejukkan mendinginkan bumi yang panas
Bumi yang sudah muak seakan ingin memuntahkan perutnya
Dan menelan para perusak bumi yang tak bernurani

Lihatlah gunung-gunung yang berdiskusi dengan bumi
Dan disetujui mendung gelap yang gagah
Gunung memuntahklan lahar dan bumi bergerak menggertak
Memuntahkan pula sebagian rasa muaknya

Laut pun ikut berbicara dan geram
Ia kerahkan pasukannya berlari
Menjadi sapu raksasa tsunami yang mematikan
Yang memberangus habis pasukan-pasukan manusia didekatnya
Sekaligus mengingatkan manusia yang lolos darinya
Agar tidak melukai bumi dan menyakiti alam

Gunung-gunung, lautan, bumi, hujan, langit dan semesta alam
Mereka terus berbicara
Mereka tak henti-hentinya memanjatkan doa
Mereka berkata
Wahai manusia jagalah kami, lestarikan kami, lestarikan alam ini


Rihan Musadik
Yogyakarta, 3 Januari 2011

Putri, Gadis Shalehah

Paras wajahmu cantik ditambah kau berjilbab
Apalagi aku merasa diperhatikanmu ketika dipagi hari
Dan memang benar kau melihatku seolah kau tertarik padaku

Dan aku pun tertarik padamu karena kau cantik
Di samping kau berjilbab menunjukkan wanita baik-baik
Meski usiamu di atasku dua tahun

Tapi dipagi hari yang lain aku melihatmu berbeda
Kau tanpa jilbab becelana pendek dan olahraga pagi
Tak apa buatku itu urusanmu
Dan bukan berarti kau tidak shalehah lagi
Mungkin kau punya pemikiran lain atau apa

Mungkin kita sudah saling tahu
Cuma belum saling kenal

Aku hanya ingin katakan
Kau pernah singgah di hatiku
Dan aku pun merasa pernah menyentuh hatimu
Hanya saja kita tidak saling kenal

Harap tinggalah harap
Jika harap tak mau tak usah sedih
Jika harap memang mau tak usah gelisah
Pasti kan kutemukan yang sejati


Rihan Musadik
Yogyakarta, 1 Januari 2011

Masjid

Dalam masjid sebuah mimbar terpampang
Al-Qur’an yang suci tergeletak
Buku-buku tertata rapi di rak
Karpet panjang terbentang

Bukan indahnya masjid yang buat tenang qalbu
Tapi karena hawa rasa yang buat tenang
Aura di dalam masjid menggema hingga ke qalbu
Membuat suasana hidup damai tenang

Gemercik air wudhu membuat kita ingat
Lantunan suara adzan yang tak seindah musisi
Membuat iman jadi menguat
Hati menjadi suci teringat pada Ilahi

Dan masuk ke dalam masjid
Lepaslah semua jabatan lepaslah pangkat
Semua sama tak ada beda

Laksana prajurit tunduk pada raja
Hanya takwa yang buat beda di hadapan raja
Cukuplah engkau rumah semua umat

Yang tiap hari memenggil menyeru
Agar semua ingat
Agar semua menghadap
Sebagai seorang hamba yang taat


Rihan Musadik
Yogyakarta, 1 januari 2011

Sabtu, 01 Januari 2011

Gadis Elok

Dalam dinginnya malam sepi
Aku menulis untukmu dan untukku sendiri

Aku kira dulu kau mengenalku dan punya rasa cinta
Ternyata akulah yang punya rasa cinta itu padamu

Tapi sesungguhnya sampai sekarang pun aku belum tahu
Mungkin kau juga punya perasaan yang sama
Atau tidak sama sekali

Kita bertemu dan itu membekas di hatiku
Lalu kita berpisah dan itu membuatku rindu
Sekali kita bertemu aku mencarimu
Tanpa pikir panjang aku merasakanmu

Aku melihatmu ternyata kuanggap kau cantik
Meski ribuan cantik menandingimu

Entah mengapa kau terus membayangiku

Aku berniat mendekatimu jadi bunga hatiku
Tapi aku bahkan sangat ragu
Tak ada tanda yang kulihat padamu
Apa kau ingin aku jadi bunga hatimu

Atau mungkin aku yang tidak peka
Aku yang tidak berbuat sesuatu padamu
Hingga kau pun terus berdiam diri padaku

Dan apa mungkin kau berdiam diri
Karena tak ada rasa cinta dihatimu padaku

Aku katakan pada diriku bahwa aku tak tahu

Tapi aku yakin gadis elok
Kau punya cinta padaku
Meski aku tak tahu seberapa besar cintamu
Ada di ruang hatimu untukku

Sampai kapan kita terus berdiam diri dalam keakraban
Apa kau dan aku rela hanya sebatas teman
Atau mungkin kau akan memetik bunga hati yang lain

Aku hanya bisa berkata dalam hati

Tuhan…
Dimana bunga hatiku sesungguhnya
Bagaimana aku mendapatkannya dan kapan
Aku pasrahkan pada-Mu Tuhan…


Rihan Musadik
Kamar kost, pukul 23.57
Yogyakarta, 29 Desember 2010

Bertolaklah dari Tempatmu

Kalau kau masih terus di tempatmu
Pohon-pohon juga masih tetap di situ
Matahari pun terus bercahaya seperti biasa
Dan atmosfirnya pun masih tetap sama

Wahai kawanku
Berpindahlah dari tempatmu
Maka pohon-pohon yang kau lihat
Akan berbeda dan beraneka ragam
Sinar matahari pun akan kau rasakan tidak seperti biasanya
Bahkan kau akan merasakan atmosfir lain dalam hidupmu

Wahai kawanku
Janganlah kau terdiam membisu di situ
Kenapa harus mendekam terus di tempatmu
Sementara dunia menunggumu
Tempat-tempat lain pun menunggu karyamu
Menunggu tebaran senyummu
Menunggu lambaian tanganmu yang berbudi

Wahai kawanku
Bertolaklah dari kediamanmu
Keluarlah dari kandangmu
Lihatlah dunia yang luas ini

Bergeraklah, berbuatlah, berkaryalah
Ciptakanlah perubahan
Buatlah pergerakan
Gerakanlah tanganmu untuk berbuat kebaikan
Dan sambutlah kemuliaan


Rihan Musadik
Yogyakarta, 24 Desember 2010

Tangisan Rindu dalam Dzikir

Ya Allah
Aku menangis pada-Mu dalam dzikir

Cahaya matahari yang Engkau ciptakan
Membuatku teringat masa lalu
Membuatku rindu hingga ke dalam batinku

Tiba-tiba batinku menangis
Akan apa yang pernah saya lalui
Entah itu diwaktu saya sendiri dalam sepi
Atau ketika aku bersama orang-orang dekatku

Ya Allah
Aku merindukan-Mu
Aku merindukan nabi-nabi-Mu
Aku merindukan kekasih-Mu Muhammad
Aku rindu orang-orang dekat-Mu

Ya Allah
Aku teringat masa lalu
Aku merindukan segala sesuatu
Bahkan aku membayangkan hari depanku

Aku benar-benar menangis hari ini
Semua ini ada dalam kesendirian bersama-Mu
Ketika sinar matahari memancarkan rasa rindu
Tak bisa aku ungkapkan rasa ini

Ya Allah
Aku menangis pada-Mu dalam dzikir
Aku rindu
Aku rindu pada-Mu
Aku ingin selalu hidup bersama-Mu


Rihan Musadik
Yogyakarta, 25 Desember 2010