Pendahuluan
Membaca sekilas judul di atas, kita menjadi bertanya-tanya, sebenarnya apa maksud dari judul artiklel tersebut. Secara mudah, athlete first winning second, winning first athlete second dapat diterjemahkan ‘atlet pertama kemenangan kedua, kemenangan pertama atlet kedua’. Perlu diketahui bahwa memang dalam konteks kekinian, tujuan seorang pelatih dan atlet menjalani proses latihan selalu berkaitan dengan usaha untuk mencapai prestasi yang optimal. Tetapi harus juga diingat bahwa seorang atlet bukanlah robot yang siap diperintah begitu saja, tanpa melihat bahwa atlet juga seorang manusia yang memiliki perasaan, pikiran, dan emosi yang sangat mempengaruhi dalam proses latihan.
Manusia merupakan satu totalitas sistem psiko-fisik yang kompleks, artinya adalah keberadaan manusia sebagai anak latih dalam proses latihan tidak dapat diperlakukan seperti robot, yang harus menuruti setiap perintah dari pusat tombolnya, tetapi manusia juga memiliki jiwa yang sangat peka terhadap beban latihan (Sukadiyanto, 2009: 2). Dari sini seorang pelatih dituntut untuk melihat lebih jauh sisi kemanusiaan pada diri seorang atlet. Lazimnya para pelatih menganggap bahwa tujuan utama dari melatih anak latihnya yaitu agar atlet tersebut mampu berprestasi semaksimal mungkin, tetapi terkadang pelatih lupa seorang atlet juga memiliki “beban” di luar beban latihan.
Menurut salah seorang dosen yang mengajar saya di FIK UNY, beban latihan itu ada tiga macam. Pertama, beban luar, yaitu beban latihan yang ditandai dengan jenis latihan yang bervariasi, pengaturan volume latihan, intensitas, recovery, frekuensi dan durasi. Kedua, beban dalam, yaitu efek dari beban luar pada proses fisiologis, anatomis, biokimia, dan psikologis. Dan yang ketiga beban tambahan, yaitu beban yang dialami atlet diluar latihannya, bisa berupa ketegangan sosial dengan lingkungan, emosional, kebutuhan personal, atau mungkin finansial.
Seorang pelatih biasanya melupakan atau bahkan tidak tahu beban tambahan yang dialami oleh anak latihnya. Biasanya yang ditekankan oleh pelatih hanya pada beban luar dan beban dalam yang berkaitan dengan program latihan. Sementara beban tambahan atlet kurang mendapat perhatian atau mungkin sama sekali tidak diperhatikan. Jika ini yang terjadi, maka pelatih akan memperlakukan anak latihnya bagaikan robot yang siap bertempur untuk mendapatkan medali. Dan pelatih pun ikut menjadi terkenal karena prestasi atletnya.
Pembahasan
Athlete first winning second, ‘atlet pertama kemenangan kedua’, berarti bahwa setiap keputusan yang dibuat oleh pelatih akan selalu mempertimbangkan apa yang terbaik untuk atlet atau demi kepentingan atlet, dan yang kedua untuk memperoleh kemenangan (http://fptijateng.multiply.com). Pelatih adalah seseorang yang memiliki kemampuan profesional dalam bidang olahraga untuk membantu mengungkapkan potensi olahragawan menjadi kemampuan yang nyata secara optimal dalam waktu yang relatif singkat (Sukadiyanto, 2009: 6). Sehingga pelatih yang baik dan profesional bukanlah sembarang orang yang hanya melatih begitu saja tanpa didukung perangkat ilmu kepelatihan serta pengalaman dalam bidang olahraga yang digelutinya. Ilmu kepelatihan olahraga dapat didapatkan melalui penataran pelatih, tetapi akan diperoleh secara lengkap melalui perkuliahan di perguruan tinggi olahraga, khususnya pada program studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga.
Dalam dunia olahraga fungsi dan peran seorang pelatih sangat erat hubungannya dengan capaian prestasi yang diukir oleh atlet. Seorang pelatih setidaknya harus tahu tentang semua kebutuhan dan aspek yang menjadi dasar bagi terpenuhinya kondisi dimana atlet memiliki peluang untuk mencapai prestasi, baik yang berhubungan dengan aspek fisik maupun psikologis. Hubungan antara pelatih dan atlet yang dibina harus merupakan hubungan yang harmonis dan saling terbuka (http://fiksport.blogspot.com). Hal ini menuntut seorang pelatih untuk benar-benar mengetahui kondisi atletnya melalui pengamatan tingkah laku maupun gejala-gejala yang mungkin saja mengindikasikan bahwa atlet tersebut sedang memiliki permasalahan pribadi. Sehingga pelatih dapat memberikan motivasi atau bahkan solusi terhadap permasalahan yang dialami atlet, baik di dalam maupun di luar latihan.
Dari sini akan timbul hubungan dialogis antara atlet dan pelatih, sehingga terjalin komunikasi yang harmonis. Jika komunikasi terjalin dengan baik antara pelatih dan atlet, maka implikasinya atlet akan merasa nyaman pada saat latihan dan merasa dekat dengan pelatih. Bahkan, boleh jadi atlet akan menganggap pelatih sebagai partnernya dalam proses latihan. Pelatih pun akan mudah memonitoring kondisi psikis atlet, di samping kondisi fisik pada saat latihan.
Berbeda halnya jika seorang pelatih memperlakukan atlet hanya sebatas untuk latihan dan menuruti perintahnya saja, bahkan atlet dapat diibaratkan “mesin penghasil medali”, tanpa melihat lebih jauh kondisi psikis dari atlet tersebut. Sehingga pelatih yang demikian ini menganggap bahwa winning first athlete second, ‘kemenangan lebih utama daripada atlet itu sendiri’. Jika ini yang terjadi, maka dapat dipastikan bahwa lambat laun anak latih akan merasakan kebosanan (boring) dalam berlatih. Di sinilah pentingnya peranan pelatih dalam memberikan dampak yang positif kepada atlet, baik pada aspek fisik maupun psikologis.
Oleh karena itu, proses latihan sebaiknya tidak hanya menitikberatkan pada aspek fisik saja, melainkan juga harus melatihkan aspek psikisnya. Untuk itu aspek psikis harus diberikan dan mendapatkan porsi yang seimbang dengan aspek fisik dalam setiap sesi latihan, yang disesuaikan dengan periodisasi latihan (Sukadiyanto, 2009: 13). Dari sini dapat diambil suatu kesimpulan, semboyan winning first athlete second, ‘kemenangan lebih utama daripada atlet itu sendiri’, sangat tidak relevan untuk diterapkan oleh pelatih, karena bila kemenangan menjadi fokus utama, maka pelatih akan selalu memaksakan kehendak kepada atlet dan lingkungannya asalkan tujuan memperoleh kemenangan dapat terwujud. Untuk itu perkembangan psikologis atlet dan hubungan interpersonal menjadi kurang mendapat perhatian dan tidak mengalami perkembangan yang baik dalam kehidupannya (http://fptijateng.multiply.com), hal ini terjadi mengingat atlet merupakan satu totalitas sistem psiko-fisik yang kompleks.
Sebaliknya, motto athlete first winning second, ‘atlet pertama kemenangan kedua’, sangat relevan untuk dijadikan semboyan dan landasan filosofis dalam proses latihan. Motto tersebut tidak berarti bahwa kemenangan itu tidak penting, tetapi kemenangan itu sepenting perkembangan atlet. Artinya, perkembangan atlet lebih diutamakan dan lebih penting daripada kemenangan itu sendiri (http://fptijateng.multiply.com). Dengan demikian, pelatih akan lebih memperhatikan perkembangan atlet ke arah yang lebih baik.
Pelatih yang memegang semboyan ini juga tidak akan memaksakan atlet yang sedang cedera untuk tampil dalam pertandingan sampai selesainya program rehabilitasi. Dan pelatih juga akan selalu memperhatikan kehidupan atlet dan membuka diri untuk mengadakan komunikasi. Jangan sampai proses latihan yang berlangsung hanya "merobotkan" manusia, akan tetapi harus memandirikan atlet sehingga akan memanusiakan manusia, dan diharapkan prestasi yang akan di aktualisasikan oleh anak latih benar-benar merupakan satu totalitas akumulasi hasil dari latihan fisik dan psikis (Sukadiyanto, 2009: 14).
Dan perlu diingat terkait dengan semboyan athlete first winning second, kemenangan bukanlah segalanya, tetapi berusaha keras untuk menang itulah esensinya. Banyak para mantan atlet mengatakan bahwa kenangan terindah bukan pada saat merayakan kemenangan, tetapi persiapan latihan yang dijalaninya selama berbulan-bulan, antisipasi pada saat akan pertandingan dan rahasia pribadi sebelum dan selama kompetisi (http://fptijateng.multiply.com).
Kesimpulan
Athlete first winning second, ‘atlet pertama kemenangan kedua’, berarti bahwa setiap keputusan yang dibuat oleh pelatih akan selalu mempertimbangkan apa yang terbaik untuk atlet atau demi kepentingan atlet, dan yang kedua untuk memperoleh kemenangan. Dan perlu diingat bahwa kemenangan bukanlah segalanya, tetapi berusaha keras untuk menang itulah esensinya.
Motto athlete first winning second, ‘atlet pertama kemenangan kedua’, sangat relevan untuk dijadikan semboyan dan landasan filosofis dalam proses latihan. Motto tersebut bukan berarti bahwa kemenangan itu tidak penting. Akan tetapi, kemenangan itu tidak lebih penting dibanding perkembangan atlet. Artinya, perkembangan atlet harus lebih diutamakan daripada kemenangan itu sendiri.
Daftar Pustaka
Hidayah, Taufiq. 2010. Respecting Coach (Filosofi Seorang Pelatih). Diakses via internet dari situs http://fiksport.blogspot.com pada tanggal 8 April 2012.
Sukadiyanto. 2009. Metode Melatih Fisik Petenis. Yogyakarta: FIK Universitas Negeri Yogyakarta.
http://fptijateng.multiply.com. Diakses pada tanggal 8 April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar