Setelah
terbang melayang-layang di ketinggian abstraksi yang begitu rumit
dengan ketinggian bahasa yang sebenarnya hanya signifier belaka;
melewati garis demarkasi, lalu menuju ke kedalaman metafisika, hingga passing over, dan mencoba alam pikir kebebasan. Sudah saatnya untuk
turun perlahan dari wacana teoritis murni, lalu teori praktis, hingga
benar-benar mencebur ke dalam ranah praksis yang mudah
dipahami, beradaptasi dengan habitat setempat dengan segala adat istiadat dan
kompleksitas kebudayaan yang ada. Dan akhirnya, Ludwig Wittgenstein
menghubungiku untuk segera menggunakan pisau analisisnya yang saya kira
cukup praktis, ia bilang, "Filsafat Bahasa". Kabar baiknya, saya siap
menggunakan tanpa rasa malu sedikitpun, dan bukan berarti kehilangan
intelektualitas yang ternyata hanyalah dorongan eksistensi saja, karena
ini menyangkut sesuatu yang "tinggi": kebijksanaan.
Status FB
Status FB