Selasa, 04 Desember 2012

Peran Pemuda Bagi Kemajuan Bangsa

Oleh: Rihan Musadik

Generasi  muda merupakan salah satu elemen bangsa yang cukup penting—kalau enggan berkata sangat penting—dan sangat diharapkan bisa meneruskan generasi-generasi sebelumnya dalam membangun bangsa kita ini. Bahkan generasi muda sangat dimungkinkan mampu memperbaiki, memajukan, dan membawa angin segar perubahan bagi bangsa yang sedang carut-marut ini. Tetapi hal itu tidak mungkin terlaksana tanpa adanya pendidikan dan bimbingan kepada anak-anak muda tersebut. Itulah yang menjadi peran penting para orangtua, guru, dosen, pendidik, maupun pelatih dalam membimbing, mendidik, dan memberi contoh kepada para pemuda bangsa ini.

Secara psiko-biologis usia muda, baik itu masa remaja maupun dewasa awal yang berkisar antara 13 sampai 30 tahun, merupakan masa-masa produktif, serta memiliki kualitas fisik dan tingkat kebugaran yang masih cukup subur dibanding dengan usia 30 tahun ke atas. Hal ini merupakan modal utama bagi para pemuda untuk lebih banyak berbuat, bertindak, dan melakukan hal-hal positif dan bermanfaat bagi masyarakat.

Kemudian berkaitan dengan peran penting pendidikan, seandainya saja para pemuda di negeri kita ini mendapatkan pendidikan yang layak secara merata, lantas mendapatkan bimbingan yang baik, pengajaran moral dan karakter, serta memiliki tingkat kebugaran dan kesehatan yang memadai, maka dengan sendirinya bibit-bibit unggul ini lambat laun akan terus tumbuh dan berkembang membawa bangsa ini pada kejayaannya.

Oleh karenanya, sedari usia dini anak sudah harus disekolahkan mulai dari PAUD (play group), TK, SD, SMP, SMA. Untuk tingkat pendidikan yang layak, mestinya wajib belajar bukan hanya 9 tahun, akan tetapi diupayakan hingga 12 tahun atau tamat sekolah menengah atas. Bahkan kalau memungkinkan bisa melanjutkan hingga lulus sarjana. Dengan demikian, tingkat intelektualitas dan rasionalitas akan terbentuk pada para generasi muda.

Akan tetapi, kecerdasan intelektualitas saja belumlah cukup untuk “menjadikan manusia Indonesia seutuhnya” yang siap membawa angin segar perubahan bagi bangsa yang dikabarkan sedang “bobrok” ini. Di samping intelektualitas, kita juga harus memiliki religiusitas. Dan itu bisa didapat dengan pendidikan agama. Lalu mengapa harus ada religiusitas? Jawabannya karena di dalam religiusitas pasti terdapat kecerdasan emosional dan spiritual yang akan terinternalisasi menjadi karakter yang mulia.

Dengan adanya religiusitas dan karakter yang mulia, maka intelektualitas dan pemikiran yang sudah dimiliki hanya akan tersalurkan pada tujuan-tujuan yang baik semata dan tidak akan disalahgunakan untuk kepuasan pribadi dan hal-hal yang tidak terpuji, seperti yang terjadi pada para pejabat korup dan mafia hukum. Mereka ini memiliki yang pendidikan tinggi, memiliki tingkat intelektualitas yang mumpuni, memiliki pemikiran yang maju, hanya saja tidak diimbangi dengan religiusitas atau kesadaran moral. Di sinilah letak pentingnya religiusitas sebagai pengarah dan pembimbing intelektualitas dan rasionalitas yang notabene sangat “didewakan” dalam dunia ilmiah dan akademis.

Hal ini mirip dengan teorinya Sigmund Freud, yaitu teori psikoanalisis (id, ego, superego). Jika kita korelasikan, maka id di sini adalah semangat, hasrat, dan motivasi yang kuat dari para pemuda sebagai titik awal dalam bertindak dan berbuat. Lalu ego diartikan dengan logika, cara berpikir, atau dalam konteks ini disebut intelektualitas dan rasionalitas yang memberikan arah, jalan, dan pertimbangan-pertimbangan bagi nafsu, hasrat, dan keinginan yang akan dilakukan berdasarkan kesadaran akal. Sedangkan yang terakhir yaitu superego, inilah yang membatasi id dan ego sebelum diaplikasikan dalam perbuatan. Superego dalam konteks ini diartikan dengan moral, norma-norma, atau religiusitas yang memberikan penilaian benar dan salah terhadap id (hasrat) dan ego (logika, kesadaran).

Jadi, di sinilah letak pentingnya religiusitas sebagai penentu serta executor dalam memberikan penilaian, apakah hasrat dan keinginan (id) berdasarkan intelektualitas dan logika berpikir (ego) layak untuk dilakukan atau tidak. Oleh karena itu, integrasi antara intelektualitas dan religiusitas—dalam bahasa populer disebut kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual—amat mutlak diperlukan dalam membentuk generasi muda yang bernurani, cendekia, dan mandiri sehingga diharapkan generasi muda mampu berkontribusi dalam memajukan bangsa Indonesia.


*Artikel dimuat di harian Satelit Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar