Selasa, 19 Mei 2015

Psikologi Wawancara Kerja

Oleh: Rihan Musadik 

Wawancara kerja, boleh jadi dilaksanakan di awal-awal seleksi, tapi boleh jadi juga di akhir-akhir seleksi, tergantung model perkerutan masing-masing tempat kerja. Sepertinya yang paling banyak dilaksanakan adalah wawancara kerja di akhir-akhir seleksi. Tujuannya, mungkin ingin mengetahui lebih dalam profil atau kepribadian sang pelamar, di samping juga bagaimana semangat kerja, keinginan kerja di tempat tersebut, gaya bicara, kemampuan, dan lain-lain hal. Intinya, pihak pewawancara ingin mengetahui secara umum (bisa juga hal khusus) berbagai hal tentang diri sang pelamar yang dikaitkan dengan apakah tepat bekerja di perusahaan tersebut. Walaupun harus diakui, menilai kepribadian seseorang tidak cukup hanya dengan satu-dua jam wawancara. Akan tetapi, paling tidak ada sedikit gambaran tentang profil umum sang pelamar.

Ada pertanyaan menarik yang berkaitan dengan wawancara kerja, apakah bisa kita mengetahui kepribadian orang yang mewawancarai kita? Kalau berdasarkan pengalaman saya, tentu bisa. Jika kita sedikit cermat dan jeli, kita akan langsung dapat menilai siapa sebenarnya pewawancara kita, bagaimana kepribadiannya, dan seperti apa karakternya. Tentu saja itu hanya penilaian atau gambaran umum saja, siapa tahu bermanfaat jika suatu saat ia menjadi atasan kita. Setidaknya, sang pelamarlah yang justru asyik menerka-nerka kepribadian pewawancara layaknya psikolog ahli yang sedang menilai kepribadian seseorang. Katakan apa yang kamu tanyakan, niscaya aku mengetahui siapa kamu.

Umumnya pelamar akan merasakan grogi, nervous, ataupun deg-deg ser ketika akan melakukan wawancara. Hal ini wajar-wajar saja dan lazim dialami kebanyakan orang. Sebaik apapun mental seseorang pastilah akan sedikit mengalami demam panggung. Terlebih bagi para pemuda yang masih belum matang emosi dan kejiwaannya. Tentu sangat perlu belajar bagaimana meminimalisir rasa khawatir saat akan melakukan wawancara, presentasi, pidato, atau ceramah. 

Kita para pemuda perlu belajar dari orang-orang yang ahli dan terbiasa tampil di depan banyak orang. Kita perlu membiasakan diri untuk dapat mengendalikan emosi, mengusir rasa takut, grogi, cemas, atau khawatir. Sehingga jika suatu saat kita berbicara di depan banyak orang atau berwawancara di ruangan tertutup dengan seorang tokoh, bos, atau atasan; kondisi lahir dan batin kita biasa-biasa saja dan tetap tenang, tidak ada rasa gugup, cemas, tubuh gemetar, atau gagap bicara. Saya yakin hal ini bisa dilakukan, kita hanya tidak terbiasa saja untuk public speaking atau berwawancara.

Jika kita sudah terbiasa cas-cis-cus di depan banyak orang, mewawancarai atau diwawancarai, ngobrol ngalor-ngidul atau di sidang sekalipun, entah dengan tokoh, pejabat, bos, dan sebagainya; lambat laun niscaya pasti akan terbiasa, dan emosi yang membuat gugup akan hilang dengan sendirinya.

2 komentar: