Oleh: Rihan Musadik
Saat nonton TV,
terutama sinetron alias kisah-kisah bersambung yang begitu digemari oleh banyak
kalangan, khususnya oleh ibu-ibu. Mengapa mereka menjadi ketagihan? Seolah-olah
penonton dibawa, diajak, dan disentuh sisi kejiwaannya untuk terus mengikuti
acara. Bahkan ketika acara selesai, penonton dibuat penasaran bagaimana
kelanjutan kisahnya di episode berikutnya. Bagi sebagian orang, mungkin
meninggalkan acara sinetron pada saat menonton bisa dilakukan dengan ringan
saja. Akan tetapi, bagi para penggemar sinetron rasa-rasanya berat untuk meninggalkan
sinetron tersebut. Apalagi pada sinetron-sinetron yang kontennya memang banyak
menyuguhkan emotivisme atau emosi-emosi meluap yang membuat penonton ikut
terbawa emosi. Dan memang hampir semua sinetron mengedepankan sisi emosional
dengan diiringi musik-musik pengantar yang juga emosional.
Sebenarnya kalau
kita amati dengan cerdas, isi atau konten acara sinetron sangatlah absurd.
Walaupun mungkin kisah atau cerita, latar waktu dan tempat, serta logat bicara
mengambil dari adat dan budaya masyarakat, tetap saja absurd. Karena hal-hal
detail atau kepingan-kepingan cerita menunjukkan suatu kejadian yang memang
absurd. Ditambah lagi ekspresi-ekspresi para pemeran sinetron yang sangat
emosional dan berlebihan. Kalau dibandingkan dengan realitas di masyarakat
sangatlah jarang ditemukan bentuk-bentuk emosi berlebihan yang ada dalam
sinetron. Meski harus diakui pula bahwa sisi emosi yang ada dalam sinetron juga
mengambil dari realitas di masyarakat, hanya saja pada sinetron
dilebih-lebihkan dan diluap-luapkan, ditambah lagi dengan iringan musik yang
pas dengan kejadian sinetron, apakah itu musik sedih, gembira, datar, ataupun humor.
Agaknya,
bentuk-bentuk emosi over dari para
pemerannya disertai iringan musik inilah yang menjadi nilai jual dari sinetron
sehingga memikat hati pemirsa. Oleh karena itu, jika ada orang yang “kagetan”
atau “gumunan” dengan suatu hal, ataupun sangat ekspresif dalam bersikap, maka
orang-orang menyebutnya sebagai “over
acting”. Tentu saja kata over acting adalah
kata negatif yang ditujukan pada orang-orang yang berlebihan dalam bersikap,
berbicara, berbuat, dan menanggapai suatu hal. Orang Jawa selalu mengatakan
pada orang yang over acting, “Biasa
wae” yang dalam bahasa anak muda sering dikatakan “Biasa aja”.
Biasa, lumrah, dan wajar-wajar saja adalah realitas di masyarakat. Tetapi bukan berarti emosional tidak ada, sisi emosional yang berlebihan di masyarakat kadang-kadang juga ada, tapi jarang. Bedanya dengan dunia sinetron, segala hal yang sepertinya biasa di masyarakat, bisa diubah menjadi luar biasa. Caranya dengan melebih-lebihkan sisi emosional kemanusiaan atau over acting itu, entah dengan gaya bicaranya, cara bersikapnya, musik pengiringnya, dan sebagainya. Lazimnya kita tahu, hal-hal yang berlebihan dan “wah” memang mudah menarik perhatian banyak orang. Maka boleh jadi, banyak orang yang tersihir oleh sinetron lebih kepada sisi emosional atau over acting-nya. Mereka dibuat penasaran dan rasa ingin tahu untuk menonton terus dan mengikuti jalannya cerita.
Alur cerita sinetron memang yang terkadang menarik pemirsa, akan tetapi itu bukan yang utama menyihir pemirsa. Menurut saya sendiri, yang membuat menarik perhatian justru “bumbu-bumbu” yang ada di sekitar alur cerita seperti yang telah dibahas di atas, yaitu sisi emosional yang berlebihan atau disebut over acting. Oleh karena itu, jika suatu saat kita iseng nonton sinetron atau semisalnya, agar kita tidak mudah tersihir, tidak mudah tergoda oleh rasa ingin tahu, tidak mudah penasaran, tidak kecanduan, dan tidak tersandra oleh “bayan” sinetron. Maka yang pertama kali harus disadari bahwa sinetron, telenovela, film, atau yang semisalnya adalah proses adegan fiktif semata yang telah diatur dengan skenario, kamera, ide cerita, dialog, tata rias, tata busana, pencahayaan, musik pengiring, dan seterusnya. Ditunjang lagi dengan unjuk gigi over acting dari para aktor/aktris dengan sangat berlebihan dan tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya.
Biasa, lumrah, dan wajar-wajar saja adalah realitas di masyarakat. Tetapi bukan berarti emosional tidak ada, sisi emosional yang berlebihan di masyarakat kadang-kadang juga ada, tapi jarang. Bedanya dengan dunia sinetron, segala hal yang sepertinya biasa di masyarakat, bisa diubah menjadi luar biasa. Caranya dengan melebih-lebihkan sisi emosional kemanusiaan atau over acting itu, entah dengan gaya bicaranya, cara bersikapnya, musik pengiringnya, dan sebagainya. Lazimnya kita tahu, hal-hal yang berlebihan dan “wah” memang mudah menarik perhatian banyak orang. Maka boleh jadi, banyak orang yang tersihir oleh sinetron lebih kepada sisi emosional atau over acting-nya. Mereka dibuat penasaran dan rasa ingin tahu untuk menonton terus dan mengikuti jalannya cerita.
Alur cerita sinetron memang yang terkadang menarik pemirsa, akan tetapi itu bukan yang utama menyihir pemirsa. Menurut saya sendiri, yang membuat menarik perhatian justru “bumbu-bumbu” yang ada di sekitar alur cerita seperti yang telah dibahas di atas, yaitu sisi emosional yang berlebihan atau disebut over acting. Oleh karena itu, jika suatu saat kita iseng nonton sinetron atau semisalnya, agar kita tidak mudah tersihir, tidak mudah tergoda oleh rasa ingin tahu, tidak mudah penasaran, tidak kecanduan, dan tidak tersandra oleh “bayan” sinetron. Maka yang pertama kali harus disadari bahwa sinetron, telenovela, film, atau yang semisalnya adalah proses adegan fiktif semata yang telah diatur dengan skenario, kamera, ide cerita, dialog, tata rias, tata busana, pencahayaan, musik pengiring, dan seterusnya. Ditunjang lagi dengan unjuk gigi over acting dari para aktor/aktris dengan sangat berlebihan dan tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar