Oleh: Rihan Musadik
Jodoh siapa yang tahu, selekat apapun cintamu pada seseorang,
kalau dia memang bukan jodohmu, mau apa lagi. Seputus asa apapun engkau menanti
jodoh, menunggu cinta berlabuh, ternyata tak dinyana ketemu juga. Bertemu di
tempat yang juga tak kau kira.
Tak disangka pujaan hati datang, lewat pandangan pertama.
Benarkah ada cinta lewat pandangan pertama? Dari mata turun ke hati. Awalnya
dari saling pandang, tatapan penuh cinta. Yakni cinta naluri seorang laki-laki
dan perempuan yang tuna asmara. Dan kita bertanya dalam hati, apa memang kita berjodoh?
Apa memang pandangan pertama itu jalan cinta kita?
Tapi cukupkah hanya dengan cinta pada pandangan pertama,
dengan saling pandang, saling tatap meski hanya sepintas, lalu berkenalan, dan
berjodohlah. Dari yang bukan siapa-siapa, menjadi siapa saya jika tanpamu. Dari
yang tidak saling kenal, menjadi orang yang diingat-ingat sepanjang waktu. Bisakah?
Mungkinkah?
Lalu kita menjawab dengan pertanyaan pula, apakah Tuhan
hanya membatasi jodoh pada link-link di sekitar kita, entah link teman,
saudara, atau apa. Link kita hanyalah Allah, biar Tuhan yang mempertemukan lagi
mempersatukan cinta kita. Jika Allah menakdirkan pandangan pertama adalah jalan
cinta kita, dan itulah karunia. Tapi benarkah itu karunia? Atau mungkin ujian
dari Yang Kuasa?
Tapi bukankah kita lihat bukti nyata, sejoli yang berumah
tangga mesra hanya lewat facebook. Bukankah kita saksikan sepasang suami-istri
menyatu hanya dengan berkenalan, saling dekat lalu menikah. Bukankah hati kita mengetahui
siapa hati yang paling tepat baginya.
Dan apakah cukup hanya dengan mengandalkan hati kita?
Sementara hati kita masih kotor. Kita takut, bukan hati yang bersih yang
memberi cinta, tapi hanyalah setan-setan yang menyusup membawa nafsu syahwat. Bukan
hati yang dipenuhi iman yang membuahkan cinta, tapi hati mendung bergelayut
yang terbawa emosi-emosi cinta?
Apakah benar dan dibenarkan hanya dengan pandangan kemudian
engkau tertarik dan jatuh cinta? Tapi bukankah itu manusiawi. Dan apakah
salahnya dengan mata, hati, dan naluri cinta yang Allah beri. Bukankah cinta
adalah anugerah terbesar bagi umat manusia. Bukankah dengan cinta mampu
menyatukan yang terserak di antara dua yang berjauhan.
Tapi seperti apa proses menjalani tangga-tangga cinta hingga
menuju rumah tangga? Aku takut salah menjalani jalan cinta ini. Aku takut,
justru dengan cinta malah menambah murka Tuhan Sang Maha Cinta. Bimbing kami
wahai Rabbi, tuntun kami agar tidak tersesat dan jatuh ke lembah maksiat yang
Engkau benci, dan tak pernah Kau ridhoi.
Kami ingin meniti
jalan cinta yang bersih, jauh dari nafsu-nafsu kotor yang memperkeruh tangga cinta
menuju janji suci, mitsaqan ghaliza. Aku ikut jalan-Mu, kembali pada agama-Mu, dan
berpandu dengannya. Mungkin ini Tuhanku, jalan paling selamat yang bisa kulakukan
untuk melangkah di jalan cinta yang mulai bersemi ini. Kami ingin agar Engkau
wahai Tuhanku, meridhoi cinta kami, sampai kami kembali kepada-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar