Muqaddimah dan Materi
Penduduk muslim di negara kita termasuk yang terbesar di dunia dari segi kuantitas. Di samping itu, heterogenitas muslim di negara kita sangatlah kaya dan beragam. Oleh karena itu, muslim di negara kita harus berkawan dan saling memahami; sebuah kelompok muslim harus berkawan dengan kelompok-kelompok muslim yang lain. Kalau muslim di negara kita tidak saling berkawan dan tidak memperkuat ukhuwah islamiyah, maka kekuatan dan potensi besar kaum muslimin Indonesia tidak bisa dimaksimalkan. Padahal jumlah penduduk muslim yang besar ini merupakan potensi untuk membangun peradaban dunia.
Penduduk muslim di negara kita termasuk yang terbesar di dunia dari segi kuantitas. Di samping itu, heterogenitas muslim di negara kita sangatlah kaya dan beragam. Oleh karena itu, muslim di negara kita harus berkawan dan saling memahami; sebuah kelompok muslim harus berkawan dengan kelompok-kelompok muslim yang lain. Kalau muslim di negara kita tidak saling berkawan dan tidak memperkuat ukhuwah islamiyah, maka kekuatan dan potensi besar kaum muslimin Indonesia tidak bisa dimaksimalkan. Padahal jumlah penduduk muslim yang besar ini merupakan potensi untuk membangun peradaban dunia.
Bermusuhan itu
abnormal, dan saling caci antar sesama muslim atau kelompok muslim akan
melemahkan persatuan Islam. Bermusuhan itu menyakiti diri sendiri dan
menghabiskan banyak energi; akhirnya umat Islam membuang-buang energi hanya
untuk mempertahankan diri dari serangan kelompok Islam yang lain. Hal ini
merupakan suatu dosa, karena menyakiti sesama muslim, serta membuang-buang waktu
dan energi umat Islam untuk hal-hal yang tidak penting, padahal masih banyak
pekerjaan besar yang harus dihadapi umat Islam. Allah berfirman dalam
Al-Qur’an, “Dan orang-orang yang
menyakiti mukminin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka
sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”
(Al-Ahzab: 58).
Bermusuhan
apalagi dengan saudara sesama muslim, akan membuat suasana tidak nyaman, saling
takut, saling curiga, dan hati tidak tenang. Biasanya orang atau kelompok yang
saling bermusuhan akan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan
pendapatnya, dan pada saat yang bersamaan berusaha mencari-cari kesalahan
lawannya. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 12 yang artinya: Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Allah ta’ala juga memerintahkan orang-orang beriman untuk senantiasa berprasangka baik dan menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sebagian dari dosa dan keburukan yang semestinya dihindari oleh orang-orang beriman. Berprasangka buruk kepada orang yang bukan Islam saja tidak diperbolehkan, apalagi dengan saudara sesama muslim, tentu lebih tidak diperbolehkan lagi. Di sisi lain, prasangka merupakan pintu masuk menuju sebuah permusuhan. Bayangkan saja ketika antar sesama muslim atau kelompok dalam Islam saling berprasangka; tentu akan merusak keharmonisan umat Islam, merusak ukhuwah is-lamiyah, dan mereduksi persatuan umat Islam.
Allah ta’ala juga memerintahkan orang-orang beriman untuk senantiasa berprasangka baik dan menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sebagian dari dosa dan keburukan yang semestinya dihindari oleh orang-orang beriman. Berprasangka buruk kepada orang yang bukan Islam saja tidak diperbolehkan, apalagi dengan saudara sesama muslim, tentu lebih tidak diperbolehkan lagi. Di sisi lain, prasangka merupakan pintu masuk menuju sebuah permusuhan. Bayangkan saja ketika antar sesama muslim atau kelompok dalam Islam saling berprasangka; tentu akan merusak keharmonisan umat Islam, merusak ukhuwah is-lamiyah, dan mereduksi persatuan umat Islam.
Padahal
akhir-akhir ini, umat Islam sedang membutuhkan ikatan persatuan yang kokoh,
tidak terpecah belah sehingga mudah menjadi bulan-bulanan dan sasaran empuk
musuh-musuh Islam yang memang berniat menghancurkan peradaban Islam. Rasulullah
menegaskan dalam sabdanya, “Jauhilah oleh
kalian prasangka, karena prasangka merupakan ucapan yang paling dusta. Janganlah
kalian saling mencurigai, saling menghasut, saling hasad, saling membenci, dan
saling membuat makar. Akan tetapi, jadilah hamba-hamba Allah yang saling ber-saudara”
(HR. Imam Bukhari).
Perbedaan pendapat
adalah suatu hal yang wajar. Manusia dengan berbagai macam karakter,
kecerdasan, potensi, dan tingkat pemahaman yang berbeda-beda; tentu akan
melahirkan sebuah perbedaan. Oleh karena itu, perbedaan antar sesama manusia
adalah sunnatullah. Al-Qur’an
menegaskan dalam surat An-Nahl ayat 93: Dan
seandainya Allah menghendaki, niscaya
Dia menjadikan kamu satu umat (saja), akan tetapi Allah menyesatkan kepada siapa
yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan se-sungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.
Begitu pula
perbedaan dalam tubuh umat Islam juga merupakan suatu hal yang wajar terjadi,
bukan suatu cela. Sepanjang itu perbedaan dalam masalah-masalah furu’iyyah, maka umat Islam
diperkenankan untuk berbeda, dan bukan perbedaan yang menyangkut masalah
prinsip (ushul). Bahkan, perbedaan furu’iyyah ijtihadiyah sudah terjadi
sejak zaman Nabi, Sahabat, Tabi’in, dan para ulama hingga saat ini. Dan ini
merupakan suatu hal yang wajar terjadi. Orang yang berbeda pendapat kemudian
dimusuhi, ini tidak wajar, karena hidup di dunia ini pasti akan mengalami
sebuah perbedaan dalam berbagai aspek. Maka dari itu, tidak sewajarnya kita
memusuhi orang yang berbeda dengan kita.
Masalah perbedaan—bahkan
berujung pada permusuhan—yang terjadi antar umat Islam de-wasa ini; barangkali
belum terlalu jelas atau tidak memahami mana sebenarnya masalah-masalah furu’iyyah, yang kaum muslimin memang diberikan
ruang untuk berbeda, dan mana perkara ushuliyyah
yang umat Islam tidak boleh berbeda sama sekali, tetapi harus satu kata.
Oleh karena itu,
harus ada kesanggupan dari masing-masing individu muslim atau kelompok Islam
untuk introspeksi diri, sebenarnya perselisihan yang terjadi di tubuh umat Islam
ini adalah masalah furu’iyyah atau ushuliyyah. Jika ikhtilaf hanya pada
masalah furu’iyyah ijtihadiyah, maka
hal ini wajar karena sejak zaman Nabi perbedaan ini sudah seringkali terjadi,
yang terpenting jangan sampai membuat umat Islam berselisih, bermusuhan,
berpecah belah, atau bahkan saling menjatuhkan. Kalau ikhtilaf sudah pada
masalah ushul (pokok/prinsip), maka
pilihannya hanya dua: haq atau batil; muslim atau kafir.
Misalnya sebagian kelompok Islam mempertanyakan Al-Qur’an wahyu atau ucapan
Nabi (produk budaya), shalat lima waktu wajib atau tidak bagi umat Islam. Pertanyaan-pertanyaan
ini tentu sudah merambah masalah ushul
yang umat Islam tidak boleh berikhtilaf sama sekali.
Pada sisi yang
lain, dalam beberapa hal terkadang pendapat seseorang adalah bagian dari
kedirian atau jati diri seseorang. Dan mengubah jati diri itu sulit, karenanya
mengubah pendapat seseorang dalam debat publik itu tidak efektif dan tidak
produktif, yang terjadi justru malah
kontraproduktif. Mencari titik kesamaan dalam acara-acara debat publik
tidak akan ketemu, yang terjadi hanyalah sikap apologi yang berusaha untuk
mempertahankan pendapatnya sendiri, sembari mencari kelemahan lawan
debatnya.
Sebagai seorang
muslim kita diperintahkan untuk selalu berprasangka baik (khusnuzhan) ke-pada semua orang, apalagi terhadap saudara seiman.
Rasulullah berpesan, “Berikan penafsiran
terbaik tentang apa yang engkau dengar dari saudaramu, dan tentang apa yang
diucapkan saudaramu”. Dalam hadits yang lain disebutkan, “Jika engkau mendengar sesuatu yang mungkin
diucapkan oleh saudaramu, maka berikan penafsiran terbaik sampai engkau tidak
menemukan alasan untuk mencelanya”. Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya
mengenai hadits ini, maka beliau menjawab bahwa maksudnya adalah carilah alasan
untuk saudaramu dengan prasangka baik, mungkin dia berkata begini atau mungkin
maksudnya seperti ini.
Di sinilah
pentingnya tabayyun (meminta
penjelasan dan mengecek kebenaran informasi) dalam menilai suatu pendapat. Tabayyun adalah upaya untuk mendapatkan
kejelasan dan penafsiran yang tepat sesuai dengan yang dimaksudkan oleh orang
yang mengucapkannya. Sebab, boleh jadi kita mendengar tidak langsung atau
langsung dari orang yang berbicara, tetapi kita menangkapnya tidak sebagaimana
yang dimaksudkannya.
Kalau seandainya
kita tidak setuju dengan pendapat orang lain, jangan lantas menjauhi atau
memusuhi orang tersebut. Kalau kita caci maki pendapatnya, maka orang atau
kelompok tersebut justru akan menjadi musuh, bukan menjadi kawan. Islam
mengajarkan umatnya untuk selalu adil, berbuat kebajikan, dan menghindari
permusuhan. Al-Qur’an menjelaskan dalam surat An-Nahl ayat 90: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku
adil dan berbuat kebajikan, serta memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang
kamu dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Di antara cara
yang terbaik untuk meluruskan pendapat orang lain yang kita anggap keliru,
bukan dengan caci maki dan hujatan; tetapi dengan hikmah dan pelajaran yang
baik, serta berargumentasi dengan cara yang baik pula. Hal ini sebagaimana yang
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 yang maknanya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Kalaupun ada
hal-hal yang tidak kita setujui dari pendapat orang lain, pasti ada beberapa
hal baik dan bermanfaat yang kita setujui dari pendapat orang tersebut. Di
samping itu, kita juga perlu memahami mengapa orang lain atau kelompok lain
tidak setuju dengan pendapat atau amaliyah kita selama ini. Maka dari itu, kita
semestinya berprasangka baik dengan orang lain, apalagi dengan sesama umat
Islam, meskipun dalam beberapa kasus terjadi perbedaan pendapat. Mengapa orang
lain atau kelompok lain tidak setuju dengan kita, mungkin disebabkan beberapa
hal, di antaranya adalah:
- Barangkali orang lain atau kelompok lain belum tahu kebenaran yang kita miliki, belum mengetahui dalil, hujjah, atau argumen yang kita pegang.
- Barangkali kita belum tahu dalil, hujjah, atau argumen yang dipakai oleh orang yang tidak kita setujui pendapatnya.
- Boleh jadi ia hidup dalam lingkungan yang tertutup dari kebenaran; lingkungan tempat ia hidup, belajar, dan berinteraksi hanya dengan orang-orang atau satu kelompok tertentu yang pemahamannya memang keliru.
- Boleh jadi mereka punya syubhat-syubhat atau keraguan-keraguan yang menghalanginya dari kebenaran.
Maka cara yang
baik untuk menyelesaikan sebuah perbedaan atau perselisihan, yakni dengan
mendatanginya, bersilaturahmi, bertemu baik-baik, bertatap muka, beramah-tamah.
Kemudian mendiskusikan letak pebedaan pendapat, misalnya mana perkara yang furu’ (cabang agama) dan mana perkara
yang ushul (pokok agama). Mengapa kita
bisa berbeda? Mengapa anda tidak setuju dengan pendapat saya? Dan mengapa saya
tidak setuju dengan pendapat anda? Apa alasannya? Dimana letak perbedaannya?
Bagaimana solusinya? Dan bagaimana sikap kita seharusnya? Insya Allah semuanya
bisa dibicarakan dengan akhlak dan adab yang baik. Dan besar kemungkinan akan
terselesaikan dalam forum silaturahmi.
*Diambil dari materi yang
disampaikan Dr. Abdul Ghafur Maimoen,
M.A. dengan beberapa penambahan dan pengurangan dari penulis. Dalam acara Halaqoh
Nasional Ulama-Umat di Pondok Pesantren At-Taujih Al-Islami 2, Kebasen,
Banyumas, pada tanggal 21 Mei 2016 M / 14 Sya’ban 1437 H.
By Rihan Musadik
Borgata Hotel Casino & Spa: Casino and Spa to Host Job Fair in
BalasHapusAfter more than five months 영주 출장샵 of 여수 출장안마 closure, 안양 출장안마 Borgata Hotel Casino & Spa 남양주 출장마사지 has announced that it will resume 정읍 출장마사지 a job fair later this year.