Minggu, 06 Juni 2010

Harta dan Suap

Rasulullah bersabda, “Allah melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap dan broker suap (perantara) yang menjadi penghubung antara keduanya” (HR. Imam Ahmad).

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang telah kami tunjuk untuk mengurus suatu pekerjaan, lalu ia menyembunyikan sehelai benang atau lebih, maka ia akan menjadi rantai belenggu yang akan didatangkan pada hari kiamat” (HR. Muslim).

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan orang yang memberikan suatu sedekah kemudian memintanya kembali sedekah tersebut sama seperti anjing yang muntah kemudian ia telan lagi muntahnya”.

Rasulullah bersabda, “Jika kau lihat Allah memberikan harta duniawi kepada seorang hamba padahal ia asyik bermaksiat, maka sesungguhnya Dia tidak mencintainya. Akan tetapi, itu hanyalah bentuk istidraj (pemberian nikmat oleh Allah yang pemberian itu tidak diridhai-Nya karena digunakan untuk bermaksiat)”.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mendapat pemberian (rezeki) dari saudaranya tanpa diawali permintaan sebelumnya, maka hendaklah ia menerimanya dan tidak menolaknya, sesungguhnya ia adalah rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya”.
Fiqih Darurat
Kalau suatu kondisi atau keadaan menuntut kemaslahatan dan mengharuskan untuk terhindar dari keburukan, maka dalam hal ini pemakaian syariat harus disesuaikan dengan kondisi atau keadaan tersebut, dimana penyesuaian syariat tidak boleh berlebihan yang justru malah menjerumuskan kedalam jurang kemaksiatan (Rihan Musadik).

Jika kau menyuap demi mempertahankan agamamu, darahmu (nyawamu), atau hartamu. Maka hal itu tidaklah haram (HR. Ath-Thabari).

Abu Laits As-Samarqandi berkata, “Pendapat inilah yang kami pegang, dan seseorang tidak disebut berdosa jika melakukan suap untuk mempertahankan diri, agama, dan hartanya”. Dalam sebuah riwayat, Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Akan tetapi yang berdosa hanyalah orang yang menerima suap”.

Status darurat/keadaan terpaksa, bisa diukur dengan ukuran syar'i dan setiap orang tentu lebih mengetahui kadar keterpaksaan dirinya.

Wallahu a’lamu bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar