Bapak ibu, jama'ah shalat isya dan shalat tarawih yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah semata, kita bersyukur hingga hari ini masih diberikan kenikmatan untuk dapat merasakan indahnya dan nikmatnya puasa ramadhan dan mengerjakan amalan-amalan ibadah yang pahalanya berlipat ganda.
Shalawat dan salam…
Bapak ibu, para jama'ah rahimakumullah…
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam dan juga umat manusia, sejak awal telah mengajarkan budaya persatuan. Bukan saja dalam koridor sesama kaum muslimin atau yang biasa disebut dengan ukhuwah islamiyah, tetapi juga dalam konteks masyarakat berbangsa dan bernegara, atau ukhuwah wathaniyah. Dan lebih luas lagi dalam konteks ukhuwah basyariyah, yaitu persaudaraan atau persatuan sesama manusia dimanapun berada. Dalam sejarah dan realitas terkini pun akan mudah kita temukan, bahwa sejatinya persatuan umat memberikan kontribusi besar dalam menambah kualitas suatu bangsa.
Ajaran Islam melalui Al-Quran dan Sunnah banyak memberikan inspirasi bagi kaum muslimin untuk mengaplikasikan budaya persatuan dalam menjalani kehidupannya. Setidaknya ada tiga ajaran Islam yang berkaitan erat dengan upaya menuju persatuan yang lebih kuat, baik sesama kaum muslimin secara khusus, maupun sebagai bagian utuh dari masyarakat Indonesia. Tiga ajaran persatuan dan persaudaraan dalam Islam tersebut adalah:
1. Saling Mengenal dan Berinteraksi
Allah ta'ala berfirman, “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal” (Al-Hujurat: 13). Melalui ayat ini kita diajarkan bahwa dalam Islam, ajaran persatuan yang paling mendasar, yaitu sikap saling mengenal dan berinteraksi satu sama lain. Ini artinya pendapat Islam sebagai agama yang eksklusif sangat tidak relevan.
Seorang muslim diharapkan mau membuka diri untuk bergaul dengan masyarakatnya. Ia harus menjadi yang pertama menyadari bahwa keragamaan suku, budaya dan bahasa adalah kepastian bahkan menjadi sunnatullah tersendiri. Ia harus memperbanyak relasi, kenalan, dan jaringan, karena bisa jadi dari situlah ia mendapatkan peluang berbagi kebaikan lebih banyak lagi.
2. Saling Memahami dan Bertoleransi
Ajaran kedua yang berkaitan dengan budaya persatuan adalah sikap saling memahami dan bertoleransi. Setiap individu mempunyai kelebihan dan kelemahan, begitu pula kumpulan individu, organisasi, lembaga bahkan juga suku dan ras sekalipun. Dalam Islam, kelemahan itu untuk dipahami, bukan malah dieksplorasi dan dijadikan bahan kritikan, celaan yang tak pernah kunjung usai.
Jika hanya sekedar mengenal tanpa berusaha memahami dan bertoleransi, maka persatuan dalam skala apapun hanya menjadi impian yang semakin menjauh. Islam mengingatkan kita untuk saling memahami dan bertoleransi, di antaranya melalui larangan saling mencela dan menghina. Allah ta'ala berfirman, “Janganlah sebuah kaum merendahkan kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang direndahkan) itu lebih baik dari mereka” (Al-Hujurat: 11).
3. Saling Bekerjasama dan Bersinergi
Setelah saling mengenal dan memahami, maka ajaran Islam menyempurnakan budaya persatuan dengan memerintahkan untuk saling bekerjasama dan bersinergi. Allah ta'ala berfirman, “ .... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” (Al-Maidah: 2).
Dalam bahasa sederhananya, seorang muslim diperintahkan untuk saling bekerjasama, baik dalam lapangan kebaikan yang universal (kemanusiaan) maupun kebaikan dalam kacamata syariah. Di sinilah kita perlu menyadari sepenuhnya, bahwa pada saat seorang muslim bekerjasama dalam mengerjakan sebuah kebaikan yang bersifat universal (kemasyarakatan dan kebangsaan), maka sejatinya ia sedang menjalankan amanat ajaran Islam.
Akhirnya, jika ketiga langkah di atas mampu dijalankan dengan baik oleh seorang muslim, insya Allah akan mendatangkan persatuan yang lebih kuat dan indah dalam setiap tataran kehidupan.
Semoga kita semua mampu menjalankannya. Wallahu a’lam bish shawab.
*Disampaikan dalam kultum Ramadhan 1434 H, materi oleh Ustadz Hatta Syamsuddin, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar