Minggu, 11 Agustus 2013

Kultum - Homo Religius

Al-Faqir Rihan Musadik
Basmalah (dibaca sirr). Assalamu’alaikum warahmatullahi ta'ala wabarakatuh. Pembuka. Qalallahu… Ta’awudz. Surah Ar-Rum ayat 30. Shadaqallahul ‘adziim.

Bapak-bapak dan ibu-ibu, para jama'ah yang dirahmati Allah. Pertama, marilah kita senantiasa memanjatkan rasa syukur kita kepada Allah ta'ala yang telah memberikan kita limpahan nikmat dan karunianya. Terutama nikmat kesehatan, nikmat keimanan, dan nikmat keislaman; sehingga kita dimudahkan, kita diringankan untuk berjalan, melangkah menuju masjid-masjid Allah untuk melaksanakan shalat isya dan shalat tarawih berjama'ah, serta menghadiri majelis ilmu kita ini.

Kedua, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, uswah hasanah kita, baginda Nabi Muhammad, juga kepada keluarganya, para sahabat, dan para pengikutnya hingga hari kiamat, dan semoga kita semua mendapatkan syafa’at beliau di hari kiamat kelak.

Bapak-bapak dan ibu-ibu, para jama'ah rahimakumullah…
 
Ayat yang tadi saya bacakan, yaitu surat Ar-Rum ayat 30, yang membahas tentang persoalan agama yang memang sangat dibutuhkan oleh manusia. Ayat tersebut jika diterjemahkan kurang lebih artinya:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 

Ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah dalam keadaan fitrah untuk selalu beragama, selalu ingin dekat dengan Tuhan. Para ilmuwan menyebut manusia sebagai homo religius, yaitu manusia yang beragama. Fitrah manusia yaitu selalu ingin bertuhan atau beragama, hal ini dapat kita buktikan ketika manusia dalam keadaan sempit, ketika usaha yang dikeluarkan sudah maksimal, ketika jalan sudah buntu, maka tak ada yang dapat dilakukan oleh manusia kecuali berserah diri kepada Allah, hanya memohon dan berdoa kepada-Nya. Jiwa manusia pasti selalu rindu, ingin selalu dekat dengan Tuhannya, karena disanalah akan ditemukan kedamaian jiwa, ketentraman batin, dan ketenangan hati. 

Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa ketika di alam ruh, Allah berkata, "Alastu bi rabbikum", lalu ruh kita menjawab, "Qalu bala syahidna". Ini sesuai dengan surat Ar-Rum ayat 30 tadi, bahwa fitrah manusia, yaitu condong kepada agama yang lurus, dan agama yang sesuai dengan fitrah manusia adalah agama islam. KH. Ahmad Dahlan, mengatakan bahwa agama sangat erat kaitannya dengan ruhani, jiwa, qalbu, atau spirit. Dan orang yang beragama dengan baik pasti akan selalu merasakan ketenangan hati. Alaa bi dzikrillahi Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tentram.

Kemudian bagaimana kita mengaplikasikan keberagamaan kita dalam kehidupan sehari-hari? Allah berfirman, Wa maa khalaqtul jinna…dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepadaku. Jadi, beribadah merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia, sebagai makhluk yang beragama, yaitu agama Islam. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengartikan ibadah adalah segala macam perbuatan, baik lisan, tindakan, maupun amalan hati yang diridhai Allah, jadi segala hal yang diridhai Allah itu masuk dalam kategori ibadah, dan tentunya harus dilandasi dengan niat yang ikhlas semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah. Semboyannya Allah ridha lakukan, Allah benci tinggalkan
 
Ada ibadah yang memang sudah diperintahkan, sudah tertera di dalam nash-nash Al-Qur’an dan sunnah rasul, seperti misalnya shalat, membaca Al-Qur’an, sedekah, berbuat baik kepada kedua orang tua, kepada orang lain, dan ibadah puasa ramadhan yang sedang kita jalani ini, ayatnya sudah sangat familiar, Yaa ayyuhalladziina…Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Di samping itu, perbuatan yang mubah bisa menjadi ibadah kalau niatnya untuk kebaikan, misalnya makan; makan itu hukumnya mubah, tapi kalau diniati agar memperoleh energi, agar bisa beribadah lebih giat, agar bisa bekerja lebih giat, mencari nafkah untuk keluarga, maka makan yang tadinya mubah bisa bernilai ibadah karena niat yang baik. Begitu juga sebaliknya….

Sehingga kata nabi, innamal a’malu… segala macam amal perbuatan tergantung dari niatnya. Jadi kalau niatnya baik, ia akan memperoleh pahala, tapi kalau niatnya buruk, ia tidak mendapatkan apa-apa, bahkan bisa berdosa, bila berkaitan dengan kemaksiatan. 

Ibadah kita di bulan Ramadhan ini juga harus dilandasi dengan keimanan, dan mengharap keridhaan Allah. Man shamaa… Man Qamaa…

Itu tadi yang bisa kami sampaikan, berkaitan dengan agama sebagai fitrah manusia, yaitu homo religius, makhluk yang selau ingin dekat dengan Tuhannya, lalu berkaitan dengan ibadah dan niatnya. Demikian yang bisa kami sampaikan, kurang dan lebihnya, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa’ala aalihi wa ashabihi ajma’in. Wabillahit taufiq wal hidayah. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


*Disampaikan dalam kultum Ramadhan di masjid Nurul Huda, dusun Graulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar