BAB III
PEMBAHASAN
Penggunaan suatu alat yang berbasis sains dan teknologi, tentu akan
sangat menguntungkan apabila bisa digunakan secara tepat dan proporsional. Akan
tetapi, penggunaan sebuah teknologi bukanlah tanpa kendala, kerugian, kekurangan, dan
kelemahan. Di satu sisi ada dampak yang ditimbulkannya, karena sifat dari sains
dan teknologi adalah selalu menghasilkan solusi, tetapi di lain pihak juga
memunculkan suatu masalah baru yang butuh pemecahan kembali.
Begitu juga dalam dunia olahraga, penerapan teknologi dalam bidang
olahraga, baik kepelatihan maupun pertandingan, di satu sisi membawa keuntungan
tersendiri, tetapi pada sisi lain juga melahirkan masalah-masalah baru. Salah satu
contohnya yang sedang dibahas dalam makalah ini adalah penggunaan alat PSS (Protector Scoring System), IVR (Instant Video Replay) dalam pertandingan
taekwondo kategori kyorugi (fight),
yang tentu saja akan membawa keuntungan tersendiri, tetapi juga akan dibahas
kerugian dan kekurangannya, khususnya bagi taekwondo di Indonesia.
Keuntungan Penggunaan PSS
Dengan lain perkataan,
secara teknis area pelindung badan atlet akan dipasang sensor dengan kepekaan/power
berbeda sesuai bobot kelas. Kemudian pada kaki dipasang kaos kaki yang juga
menggunakan sensor. Sehingga bila terjadi tendangan kaki dari daerah yang mengenakan
kaos kaki sensor ke area sensor body
protector, maka akan muncul poin. Selain itu PSS juga mampu mendeteksi
secara akurat sebuah tendangan yang valid maupun yang tidak valid.
Penggunaan PSS tersebut juga terbukti mampu meminimalisir keputusan kontroversial
wasit yang dapat mengakibatkan seorang taekwondoin bisa kehilangan kesempatan dalam memenangkan sebuah pertandingan (pelatnastaekwondo.wordpress.com).
Hal ini sangat berbeda
dengan pemberian poin pada peraturan yang sebelumnya, dimana unsur subjektivitas
wasit sangat kental, juga besarnya resiko kesalahan karena human error, entah karena juri yang kelelahan, kurang konsentrasi, dan
sebagainya. Penggunaan pelindung badan elektronik ini menjawab semua itu,
sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan PSS ini dapat memberikan objektivitas dalam
penilaian, sekaligus akan meminimalisir kecurangan juri dalam memberikan poin.
Keuntungan kedua dari
PSS adalah mengurangi atau meminimalkan angka terjadinya cedera dan tingkat
keparahan cedera. Karena berdasarkan penelitian WTF selama ini, banyak sekali
taekwondoin yang mengalami cedera dengan tingkat keparahannya baik ringan,
sedang, maupun parah. Tetapi setelah dikenalkan dan diterapkan aturan baru oleh
WTF pada tahun 2010 sangat mempengaruhi tingkat cedera atlet, karena dari tahun
ke tahun tingkat cedera atlet turun secara konsisiten dan tingkat keparahan
cedera juga menurun.
Hal ini
berarti pengenalan peraturan baru dalam pertandingan kyorugi dengan berbagai aspeknya, bersama dengan PSS dan IVR
sangat tepat sekali, karena berdasarkan hasil penelitian tingkat cedera turun
18,4% dalam empat tahun, tetapi dua musim terakhir
saja telah terlihat penurunan sebesar 16,2% (Paul Viscogliosi, 2012: 9).
Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa penggunaan PSS
dapat mengurangi resiko cedera pada taekwondoin dan tingkat keparahannya,
meskipun cedera dalam bertanding merupakan sesuatu yang lazim terjadi. Ini
disebabkan karena penggunaan PSS akan berpengaruh pada gaya bertanding atlet,
yang lebih mengutamakan teknik dan taktik untuk mendapatkan poin. Bahkan sekarang poin dapat diperoleh hanya dengan sentuhan ringan di kepala, jadi fokus atlet terutama pada kelincahan,
ketepatan dan kecepatan gerakan, daripada menghasilkan gaya maksimum.
Dan ini pada
gilirannya berdampak positif dengan penurunan resiko cedera dan tingkat keparahannya.
Di samping itu penggunaan PSS dalam pertandingan fight taekwondo juga menunjukan bahwa
taekwondo adalah olahraga beladiri modern yang menerapkan bisa sains dan teknologi
dalam prakteknya di lapangan. Dan secara tidak langsung, hal ini akan menggeser
paradigma bahwa olahraga taekwondo adalah olahraga yang mementingkan aspek fisik
atau kekuatan belaka, dan karenanya seorang atlet taekwondo bagaikan seorang “robot”
yang beradu kekuatan hanya untuk memperebutkan sebuah medali.
Oleh karena itu, di tengah gencarnya ideologi global
semacam humanisme atau memanusiakan manusia, alat PSS dan berbagai peraturan lainnya
dalam taekwondo seolah menjawab ideologi tersebut bak gayung bersambut. Karena
betapapun, atlet adalah manusia yang memiliki perasaan dan jiwa yang peka
meskipun atlet sekuat apapun.
Bahkan menurut Sukadiyanto (2009: 2), manusia merupakan
satu totalitas sistem psiko-fisik yang kompleks, itu berarti keberadaan atlet
sebagai seorang manusia tidak dapat diperlakukan seperti “mesin penghasil
medali” yang terus dituntut untuk menghasilkan medali. Dari peraturan baru ini
berupa penggunaan PSS, IVR, pelindung tubuh dan alat bantu yang lainnya, akan
lebih terlihat sisi kemanusiaan atlet yang lebih mengutamakan teknik, taktik,
mental, dan permainan yang fair dan sportif, tanpa mengesampingkan
aspek-aspek yang lainnya.
Kerugian Penggunaan PSS
Perkembangan sains dan
teknologi dengan beragam aplikasinya dalam berbagai sendi kehidupan, tentu akan
membawa keuntungan tersendiri, begitu juga penerapan sains dan teknologi dalam
bidang olahraga juga dirasakan sangat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan
suatu cabang olahraga. Meskipun demikian, hal ini bukannya tanpa ada kelemahan ataupun
kendala, penerapan suatu teknologi seringkali justru malah membawa masalah baru
tersendiri yang juga membutuhkan solusi. Oleh karena itu, perlu dibahas dalam
bab ini kerugian atau kekurangan penggunaan PSS dalam pertandingan taekwondo
kategori kyorugi.
Salah satu permasalahan
penggunaan PSS adalah persoalan biaya, satu set perangkat PSS bisa mencapai
sekitar 20 juta. Tentu saja ini bukan biaya yang murah untuk ukuran sebuah
dojang ataupun pengkab. Padahal dalam prakteknya membutuhan beberapa set PSS secara
masif untuk digunakan bertanding. Oleh karena itu, tidak semua klub/dojang
maupun pengkab memiliki alat canggih ini, karena terkendala biaya yang mahal.
Oleh sebab itu, pengadaan
yang sulit dari alat ini, baik di tingkat kabupaten apalagi klub atau dojang
karena memang harganya yang kurang terjangkau, membuat tidak semua atlet
terbiasa untuk menggunakan alat ini karena memang belum terbiasa menggunakannya. Dan
ini sangat berpengaruh ketika dalam bertanding, dimana perubahan gaya
bertanding akan ikut beradaptasi dengan alat ini untuk mendapatkan poin.
Padahal untuk terbiasa, maka atlet harus banyak mengikuti kejuaraan yang
menerapkan sistem tersebut, sedangkan harga alat tersebut tidaklah murah.
Karenanya, paling tidak dari pengprov berupaya membantu dengan meminjamkan alat, termasuk jika ada kejuaraan di tingkat daerah (http://www.suaramerdeka.com).
Kemudian kekurangan dari PSS adalah terbatas pada pertandingan saja, sedangkan dalam proses latihan akan sangat sulit digunakan, karena membutuhkan rangkaian sistem elektronik atau sensor yang rumit, dan perangkat-perangkat yang lainnya. Di samping jika sering digunakan dalam latihan akan cepat rusak, karena alat ini sangat sensitif pada bagian chip yang terpasang berupa sensor yang mendeteksi tendangan yang masuk. Dan kalau rusak, butuh biaya mahal untuk membelinya lagi, kalaupun bisa diperbaiki tentu akan lebih rumit, bahkan membutuhkan seorang teknisi yang ahli.
Kekurangan PSS lainnya adalah sensitivitas alat ini, dalam radius 100 meter harus bersih dari gangguan. Karena jika ada gangguan yang berasal dari sinyal handphone atau alat elektronika lainnya akan mengganggu dari fungsi PSS itu sendiri. Jadi penggunaan alat ini, terlebih saat pertandingan berlangsung, harus lebih berhati-hati karena memang sensor alat ini sangat sensitif (http://m.cekskor.com). Hal ini tentu saja membutuhkan kontrol yang ketat untuk menjauhkan atau menonaktifkan handphone ataupun alat elektronik milik penonton dan orang-orang disekitar pertandingan, agar tidak mengganggu kelancaran pertandingan. Dan ini juga merupakan kesulitan tersendiri yang harus diatasi oleh panitia sebuah kejuaraan taekwondo.
Kemudian dampak penggunaan teknologi dalam taekwondo, terutama PSS (Protector Scoring System), yang jelas akan sangat mengubah gaya bertanding atlet, teknik tendangan yang digunakan juga banyak yang berubah. Kalau sebelum penggunaan PSS, dollyo chagi dengan berbagai variasinya sering dipakai, setelah diterapkannya PSS bukan hanya dollyo saja yang sering dipakai, tendangan yeop chagi juga tak kalah sering digunakan untuk mendapatkan poin, karena tendangan yang menggunakan perkenaan telapak kaki bagian bawah ini, dibagian kaos kaki sensornya juga terdapat chip untuk mendapatkan poin. Sehingga atlet perlu menggunakan teknik, taktik, dan strategi baru yang lebih efektif dan efisien.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap proses latihan teknik dan taktik, serta perubahan style atlet. Oleh karena itu, ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi para pelatih untuk menerapkan dan membuat model-model latihan yang tepat untuk bertanding, terutama pada latihan teknik dan taktik. Di samping itu pelatih juga harus banyak memberikan latihan mental bagi para atletnya, karena penggunaan PSS ini dalam prakteknya sangat sulit mendapatkan poin.
Dari hasil pengamatan penulis, sedikit saja melakukan tangkisan; tendangan lawan akan bisa diantisipasi, begitu pula kalau power tendangan kurang, poin juga tidak akan keluar. Ini dapat dilihat dari hasil beberapa pertandingan yang menggunakan PSS, poin yang dihasilkan lebih sedikit jika dibanding denga sistem yang lama. Maka kesulitan mendapat poin ini juga akan mempengaruhi mental atlet, karena bisa saja atlet akan frustrasi karena sulitnya memperoleh poin.
Di sisi lain, sistem peraturan pertandingan terkait dengan penilaian atau poin sebenarnya tidak sepenuhnya objektif. Sebab, poin yang dihasilkan ke kepala masih menggunakan sistem manual, dimana juri sudut yang memberikan poin. Hanya saja berdasarkan peraturan, poin dapat diperoleh hanya dengan tendangan yang tepat menyentuh kepala, meskipun tidak keras. Dengan kata lain, sentuhan yang ringan menggunakan kaki ke kepala bisa menghasilkan poin. Ini berarti unsur subjektivitas masih tetap ada dalam peraturan terbaru yang menggunakan PSS ini, terkecuali kalau pelindung kepalanya juga memakai sistem elektronik, dimungkinkan akan lebih objektif lagi.
Kemudian kekurangan dari PSS adalah terbatas pada pertandingan saja, sedangkan dalam proses latihan akan sangat sulit digunakan, karena membutuhkan rangkaian sistem elektronik atau sensor yang rumit, dan perangkat-perangkat yang lainnya. Di samping jika sering digunakan dalam latihan akan cepat rusak, karena alat ini sangat sensitif pada bagian chip yang terpasang berupa sensor yang mendeteksi tendangan yang masuk. Dan kalau rusak, butuh biaya mahal untuk membelinya lagi, kalaupun bisa diperbaiki tentu akan lebih rumit, bahkan membutuhkan seorang teknisi yang ahli.
Kekurangan PSS lainnya adalah sensitivitas alat ini, dalam radius 100 meter harus bersih dari gangguan. Karena jika ada gangguan yang berasal dari sinyal handphone atau alat elektronika lainnya akan mengganggu dari fungsi PSS itu sendiri. Jadi penggunaan alat ini, terlebih saat pertandingan berlangsung, harus lebih berhati-hati karena memang sensor alat ini sangat sensitif (http://m.cekskor.com). Hal ini tentu saja membutuhkan kontrol yang ketat untuk menjauhkan atau menonaktifkan handphone ataupun alat elektronik milik penonton dan orang-orang disekitar pertandingan, agar tidak mengganggu kelancaran pertandingan. Dan ini juga merupakan kesulitan tersendiri yang harus diatasi oleh panitia sebuah kejuaraan taekwondo.
Kemudian dampak penggunaan teknologi dalam taekwondo, terutama PSS (Protector Scoring System), yang jelas akan sangat mengubah gaya bertanding atlet, teknik tendangan yang digunakan juga banyak yang berubah. Kalau sebelum penggunaan PSS, dollyo chagi dengan berbagai variasinya sering dipakai, setelah diterapkannya PSS bukan hanya dollyo saja yang sering dipakai, tendangan yeop chagi juga tak kalah sering digunakan untuk mendapatkan poin, karena tendangan yang menggunakan perkenaan telapak kaki bagian bawah ini, dibagian kaos kaki sensornya juga terdapat chip untuk mendapatkan poin. Sehingga atlet perlu menggunakan teknik, taktik, dan strategi baru yang lebih efektif dan efisien.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap proses latihan teknik dan taktik, serta perubahan style atlet. Oleh karena itu, ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi para pelatih untuk menerapkan dan membuat model-model latihan yang tepat untuk bertanding, terutama pada latihan teknik dan taktik. Di samping itu pelatih juga harus banyak memberikan latihan mental bagi para atletnya, karena penggunaan PSS ini dalam prakteknya sangat sulit mendapatkan poin.
Dari hasil pengamatan penulis, sedikit saja melakukan tangkisan; tendangan lawan akan bisa diantisipasi, begitu pula kalau power tendangan kurang, poin juga tidak akan keluar. Ini dapat dilihat dari hasil beberapa pertandingan yang menggunakan PSS, poin yang dihasilkan lebih sedikit jika dibanding denga sistem yang lama. Maka kesulitan mendapat poin ini juga akan mempengaruhi mental atlet, karena bisa saja atlet akan frustrasi karena sulitnya memperoleh poin.
Di sisi lain, sistem peraturan pertandingan terkait dengan penilaian atau poin sebenarnya tidak sepenuhnya objektif. Sebab, poin yang dihasilkan ke kepala masih menggunakan sistem manual, dimana juri sudut yang memberikan poin. Hanya saja berdasarkan peraturan, poin dapat diperoleh hanya dengan tendangan yang tepat menyentuh kepala, meskipun tidak keras. Dengan kata lain, sentuhan yang ringan menggunakan kaki ke kepala bisa menghasilkan poin. Ini berarti unsur subjektivitas masih tetap ada dalam peraturan terbaru yang menggunakan PSS ini, terkecuali kalau pelindung kepalanya juga memakai sistem elektronik, dimungkinkan akan lebih objektif lagi.
Kategori
poin yang telah mengalami perubahan semenjak diterapkannya PSS ini, yaitu
tendangan yang lebih kompleks atau tendangan memutar semacam dwi chagi, dwi furigi, atau dolke chagi mendapat poin jauh lebih
besar dibanding tendangan yang lain seperti dijelaskan dalam kajian teori. Hal
ini membuat pelatih menerapkan latihan dengan gerakan-gerakan tersebut dan
lebih difokuskan pada sasaran kepala, karena memang poinnya yang lebih besar.
Ini berarti fokus atlet lebih kepada ketepatan, akurasi, timing, kelincahan,
kecepatan, serta teknik dan taktik yang baik. Meskipun tidak dikategorikan
sebagai kekurangan dari PSS, tapi boleh dikatakan bahwa ini merupakan dampak
dari penggunaan PSS itu sendiri.
Bersambung...
saya mau tanya pak.. di atas bapak memberitahu kalau penilaian tidak sepenuhnya otomatis itu bagaimana ya? terima kasih
BalasHapusTerima kasih ini pertanyaan yang kritis sekaligus koreksi. Pada paragraf sebelum akhir tertulis: "Tidak sepenuhnya otomatis". Sebenarnya yg saya maksud: "Tidak sepenuhnya objektif". Sebab, poin yang dihasilkan jika menendang kepala masih menggunakan "scoring machine" (mirip stik playstation) yang nilainya akan keluar berdasarkan penilaian juri sudut.
HapusKalau poin bagian badan memang sudah otomatis karena body protectornya terpasang alat PSS. Nah, kalau head guard blm ada, penilaiannya masih pakai scoring machine, unsur subjektivitas masih ada. Jadi, sistem penilaian tidak/belum sepenuhnya objektif.
Salam Kenal.
Solusi PSS sekarang sudah ada.. silakan coba PSS dan software buatan saya ..monggo mampir.. https://www.facebook.com/MatrasBeladiriDanPermainan/photos/a.548695708504665.1073741827.548691951838374/982640388443526/?type=1&theater
BalasHapus