Selasa, 12 Agustus 2014

Meninggalkan Kampung Kepuh, Samirono

Hari Minggu, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2014, saya harus merelakan untuk meninggalkan Yogyakarta, terutama kampung Kepuh, pedukuhan Samirono. Di situlah saya tinggal selama kurang lebih empat tahun. Barang-barang kost diangkut semuanya ke dalam mobil Daihatsu Zebra yang kami bawa dari Purbalingga bersama ibu, kakak, dan saudara sepupuku sehari sebelumnya. Beberapa warga yang saya temui berjabat tangan denganku, saya mohon pamit hendak meninggalkan kampung Kepuh ini, karena studi S-1 saya sudah selesai. Semalam sebelumnya saya sempat bersilaturahmi ke rumah Bapak Kost, karena memang masih suasana lebaran Idul Fitri, beberapa jama'ah mushola juga sudah saya salami. Pemilik warung makan di sebelah kostku juga sudah saya salami untuk pamit pulang, juga dengan beberapa warga yang kebetulan saya temui di jalan.

Rasanya sedih sekali hendak melepas kepergian dari kampung Kepuh ini, empat tahun saya tinggal di kampung ini untuk menyelesaikan kuliah S-1 di UNY. Apalagi karena memang saya sudah akrab dengan warga sekitar terutama jama'ah mushola yang hanya beberapa langkah dari kostku. Di samping itu, karena memang ada seorang wanita yang di akhir semester sempat mencuri perhatianku, lewat “curi-curi pandang”. Tapi entah kenapa, rasanya bahasa hati bisa berkomunikasi meski lisan tidak saling bercakap. Sehingga tatkala saya hendak pulang dan pamit, dari matanya tampak pancaran kerinduan yang tak sempat diucap. Begitulah kata para ulama, dari mata turun ke hati, itulah wanita, yang kata beberapa orang, racun dunia, virus cinta, dan sebagainya. Maka tak salah jika Allah memerintahkan kita sebagai seorang muslim untuk menundukkan pandangan, dan Rasul pun pernah bersabda bahwa fitnah terbesar adalah wanita. Di lain waktu, beliau juga mewanti-wanti untuk tidak terus memandangi wanita yang bukan muhrim, palingkan pandanganmu, karena pandangan kedua dan seterusnya itu nafsu dan dosa.

Kembali lagi ke soal kerinduan pada kampung Kepuh, Samirono. Hampir sama ketika saya rindu dan sedih ketika meninggalkan dusun Graulan, Wates pada saat saya KKN. Sebuah kerinduan, sebuah kesedihan ketika kita meninggalkan tempat dimana kita merasa nyaman di dalamnya. Padahal belum tentu zona nyaman itu akan membawa kemajuan pada diri kita jika terus berada di dalamnya. Mungkin saja setelah keluar dari zona nyaman tersebut kita akan memperoleh hal-hal baru yang jauh lebih menarik, jauh lebih indah dari yang kita duga. Saat itu saya bertanya-tanya dalam hati, dimana lagi saya hendak tinggal. Di kampung atau rumah saya kah? Atau di tempat lain lagi sebagai seorang rantau, mungkinkah saya kembali ke Jogja? Tapi untuk apa? Kerjakah atau kuliah S-2? Hingga saat tulisan ini saya posting, saya terus berdoa, agar Allah segera memberikan jalan yang terbaik padaku.

Hal ini saya pikir manusiawi saja, dan memang setelah beberapa hari, rasa sedih itu berangsur hilang dengan sendirinya. Yang penting bagi saya adalah mengambil hikmah dan pelajar dari kehidupan yang telah kita jalani selama ini, dan siap menyongsong kehidupan baru yang lebih baik. Terus evaluasi diri, introspeksi, dan perbaiki diri. Jadilah pribadi yang lebih baik lagi, dan lebih matang. Jangan takut untuk menghadapai hari-hari ke depan, jangan takut untuk memasuki hidup baru. Buka lembaran hidup baru dengan membawa kepribadian sebagai seorang muslim.

6 komentar:

  1. han, kepuh itu bukan bagian dari padukuhan samiono.. tepate, kampung kepuh, kelurahan klitren, kecamatan gondokusuman yogyakarta.. samirono sendiri masuk kabupaten sleman..
    kerja dimana sekarang? mas mudji, ponakane pak/ibu rubidi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, mas muji, ak inget, ponakannya bu rubidi yg rumahnya depan kos2an tingkat itu ya. Oke mas, makasih infonya mas.....

      Hapus
  2. Bener kuwi mas Muji Raharjo.

    Buat penulisnya., salam dari wong kepuh juga. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam juga mas, sinten niki? Jualan apa aja mas?

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. he..he.. jadi inget ak pernah kehilangan sepeda, mudah-mudahan pencurinya bertaubat dan dpt hidayah ya mas...

      Hapus