Pada ayat kedua diawali dengan sebuah pertanyaan. Hal ini
untuk menarik perhatian orang-orang. Di samping itu, juga mengandung hikmah
bahwa salah satu metode pengajaran yang baik adalah menggunakan pertanyaan.
Oleh karena itu, seorang guru perlu mengajukan sebuah pertanyaan kepada para
muridnya agar lebih aktif dan terlibat dalam proses pelajaran. Bahkan, ketika
pelajaran sedang berlangsung, metode pertanyaan juga perlu diterapkan untuk
menghindari kejenuhan. Dengan kata lain, guru yang baik adalah guru yang mampu
menarik perhatian para muridnya, salah satu metodenya adalah dengan tanya
jawab.
Selain hikmah tersebut, ayat ini menggunakan kalimat
pertanyaan karena apa yang akan dijelaskan adalah suatu perkara yang besar dan
sangat istimewa. Sehingga perlu mengawalinya dengan sebuah pertanyaan yang
menggelitik kesadaran kaum mukminin.
Ayat ketiga lailatul qadri
khairum min alfi syahr yang artinya: Malam
lailatul qadr itu lebih baik dari seribu bulan.
Lebih utama atau lebih baik dalam hal apakah malam lailatul
qadr itu dibanding dengan seribu bulan? Pendapat yang lebih shahih adalah
seperti yang terdapat dalam Tafsir Ath-Thabari yang ditulis oleh Imam Ibnu
Jarir Ath-Thabari (Imam para ahli tafsir Al-Qur’an) dan diikuti oleh Imam Ibnu
Katsir, bahwa malam lailatul qadr lebih baik dari seribu bulan dalam hal
keutamaan pahala (rahmat). Artinya, keutamaan pahala ibadah yang Allah berikan
pada malam lailatul qadr jauh lebih besar dibandingkan amalan ibadah selama
seribu bulan, yakni 83 tahun 4 bulan.
Secara bahasa, kata “qadr” memiliki dua makna, yaitu: takdir
dan kemuliaan. Kalau disambung dengan lailatul, sehingga menjadi lailatul qadr,
bisa bermakna malam takdir atau malam kemuliaan.
Banyak hadits yang membicarakan tentang keutamaan malam
lailatul qadr, salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan shalat pada malam
lailatul qadr dengan iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya
yang telah lalu akan diampuni.
Kemudian dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
bahwa Nabi mengatakan ada satu malam di bulan Ramadhan (lailatul qadr) yang
barangsiapa tidak mendapatkannya, maka dia telah terhalang dari semua kebaikan.
Hal ini menunjukkan betapa agungnya malam lailatul qadr, sehingga jika ada
seorang muslim yang menyia-nyiakan atau tidak mendapatkan malam tersebut, maka
sungguh ia telah mengalami kerugian yang amat besar, sampai-sampai Nabi
mengatakan orang tersebut terhalang dari semua kebaikan.
Lalu kapankah tepatnya peristiwa malam lailatul qadr itu?
Kapan timing-nya?
Imam Asy-Syaukani
mengatakan ada lebih dari 40 pendapat ulama yang membahas timing atau waktu terjadinya malam lailatul qadr. Akan tetapi, Imam
Adz-Dzahabi mengatakan bahwa jumhur ulama (ijma’ kaum muslimin) berpendapat
bahwa waktu terjadinya malam lailatul qadr tidak lepas dari sepuluh malam
terakhir di bulan Ramadhan. Ada beberapa hadits yang menerangkan kapan waktu
datangnya malam lailatul qadr.
Rasulullah bersabda, “Carilah malam lailatul qadr pada
sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah bersabda, “Carilah malam lailatul qadr di
malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan” (HR. Bukhari).
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga
diceritakan bahwa pada zaman Nabi lailatul qadr pernah jatuh pada malam yang
ke-21, sehingga pada pagi harinya Nabi mengatakan semalam lailatul qadr. Dalam
hadits riwayat Imam Muslim juga dikisahkan pada zaman Nabi malam lailatul qadr
pernah terjadi pada malam yang ke-27. Dalam hadits yang lain dijelaskan bahwa
malam lailatul qadr berpeluang untuk berpindah-pindah.
Hal ini mengandung arti bahwa malam lailatul qadr tidak
lepas dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam
ganjil. Hanya saja setiap tahunnya berpeluang untuk berpindah-pindah. Boleh
jadi Ramadhan tahun ini malam ke-21, tahun berikutnya malam ke-25, dan
seterusnya. Jadi, peluang terbesar malam lailatul qadr ada pada sepuluh malam
terakhir di bulan ramadhan, khususnya pada malam-malam ganjil, yakni malam
ke-21, 23, 25, 27, 29. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mendapatkan
malam lailatul qadr setiap tahunnya.
Adapun hikmah dirahasiakannya malam lailatul qadr supaya
amal yang kita lakukan lebih banyak dan agar Allah mengetahui siapa yang serius
dalam beribadah dan siapa yang bermalas-malasan. Bayangkan seandainya malam
lailatul qadr sudah diberi tahu waktunya, tentu setelah kita beribadah malam
itu, malam berikutnya kita menjadi malas karena sudah merasa mendapatkan malam
lailatul qadr.
Dan alangkah beruntungnya kaum muslimin, karena Allah
melalui lisan Nabi-Nya memberitakan bahwa malam lailatul qadr terdapat pada
sepuluh malam terkahir bulan Ramadhan, itu pun masih diberitahu, yakni pada
malam-malam yang ganjil. Alhamdulillahi
rabbil ‘alamiin. Hikmah malam lailatul qadr ada pada sepuluh malam
terakhir, seperti yang sudah dijelaskan agar kita lebih giat dan serius dalam
beribadah dari awal hingga akhir Ramadhan. Andaikata malam lailatul qadr
terdapat malam sepuluh malam yang pertama, boleh jadi pada sepuluh malam
berikutnya semangat ibadah kaum muslimin akan mengendor.
Tanda-tanda malam lailatul qadr:
- Pada saat malam lailatul qadr, suasana sejuk, tidak terlalu panas juga tidak terlalu dingin. Malam lailatul qadr adalah malam yang tenang (HR. Ibnu Khuzaimah).
- Pagi harinya matahari terbit terang kemerah-merahan, tetapi tidak menyilaukan dan panas tidak terlalu menyengat (HR. Muslim).
Kiat Rasulullah agar mendapatkan malam lailatul qadr:
- Nabi menghidupkan seluruh malam di sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan dengan beribadah. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, dari
‘Aisyah berkata bahwa pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, beliau
mengencangkan ikat pinggangnya (menghindari jimak), menghidupkan seluruh malam,
dan membangunkan keluarganya.
- Nabi bila masuk sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan,
beliau tidak tidur, tetapi menghidupkan malamnya dengan ibadah dan i’tikaf di
masjid hingga fajar. Di dalam Shahihain di sebutkan dari ‘Aisyah bahwa Nabi beri’tikaf
di sepuluh terakhir bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkannya, kemudian
istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya.
- Bersungguh-sungguh dalam beribadah di sepuluh malam terakhir
bulan ramadhan. Dalam hadits riwayat Imam Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah bersungguh-sungguh
di sepuluh hari terakhir yang beliau tidak pernah bersungguh-sungguh di hari selainnya.
- Banyak membaca doa seperti hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, dari ‘Aisyah bertanya kepada Nabi, “Bagaimana jika aku mengetahui bahwa suatu malam adalah lailatul qadr, apa yang harus aku baca di dalamnya?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku)”.
*Catatanku dari Kajian Rutin Tafsir Al-Qur'an (Rabu Malam) bersama Ustadz Abdullah Zaen hafizhahullahu ta'ala di Masjid Agung Darussalam Purbalingga (Masjid Nabawi Jawa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar