Senin, 10 Agustus 2015

Tafsir Surat Al-Qadr (Pertemuan ke-5)

Penggalan terakhir ayat keempat yang berbunyi bi idzni rabbihim min kulli amr mengandung arti: Dengan izin Tuhannya sambil membawa ketetapan (takdir) dari Allah.

Ayat ini berbicara mengenai sebab turunnya para malaikat yang jumlahnya tidak terhitung. Secara lebih detail, kata bi idzni rabbihim artinya adalah dengan izin Tuhannya (Allah). Makna dari “izin” di sini adalah perintah dari Allah kepada para malaikat. Sedangkan min kulli amr atau ketetapan di sini maksudnya adalah takdir (qadar) atau ketetapan dari Allah. Maksud dari membawa takdir di sini adalah takdir yang sifatnya tahunan, yakni peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di muka bumi satu tahun ke depan sudah Allah beritahukan dan jelaskan kepada para malaikat di malam lailatul qadr.

Segala sesuatu di alam ini akan selalu tunduk kepada Allah, semua makhluk di alam semesta ini tunduk kepada perintah Allah. Salah satunya adalah makhluk Allah yang sangat istimewa, yakni matahari yang selalu tunduk dan patuh pada perintah Allah. 

Diceritakan dalam hadits riwayat Imam Bukhari bahwa pada zaman dulu ada seorang Nabi yang berperang di jalan Allah. Pada saat akan menaklukkan musuh, waktu maghrib hampir masuk dan Nabi tersebut belum melaksanakan shalat, padahal waktu ashar hampir habis. Menjadi dilematis, apakah menaklukkan musuh lebih dulu atau shalat ashar lebih dulu karena waktu ashar hampir habis. Maka Sang Nabi berkata kepada matahari, “Wahai matahari, engkau hanyalah makhluk yang menjalankan perintah Allah dan aku juga seorang makhluk yang menjalankan perintah Allah. Dan Nabi tersebut berdoa, “Ya Allah, tahanlah matahari dari tempatnya”. Benar saja matahari itu berhenti, tidak jadi terbenam, akhirnya Sang Nabi bisa menaklukkan musuh-musuhnya lalu setelah itu bisa shalat ashar. Allahu akbar.

Bisa diambil kesimpulan bahwa malaikat dan alam semesta adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah yang selalu taat dan tunduk kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Malaikat-malaikat yang Allah ciptakan bermacam-macam tugasnya. Ada yang tugasnya mencabut nyawa, mencatat amal, menyampaikan wahyu, membawa rahmat, bahkan ada yang tugasnya hanya bersujud kepada Allah dari sejak diciptakan hingga hari akhir. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik mengisahkan bahwa ketika Nabi sedang khutbah Jum’at, khutbah Nabi tiba-tiba diputus oleh seorang laki-laki yang masuk masjid dan berkata, “Ya Rasulallah, mintakanlah hujan kepada Allah karena daerah kami kekeringan. Maka Nabi mengangkat tangan sampai terlihat ketiaknya dan berdoa Allahumma aghitsna sebanyak tiga kali. Kata Anas, “Sebelumnya kami tidak melihat awan tebal maupun yang tipis. Awan-awan juga tidak ada di antara tempat kami. Akan tetapi, tiba-tiba dari bukit tampaklah awan bagaikan perisai. Ketika sudah membumbung sampai ke tengah langit, awan mulai menyebar dan hujan turun pun dengan derasnya”. Hujan berlangsung selama seminggu sampai datang Jum’at berikutnya. Maka laki-laki yang meminta hujan itu datang lagi dan memohon kepada Rasulullah untuk berdoa agar hujan itu tidak tepat di kampungnya, melainkan di sekeliling kampungnya.

Imam Ibnu Hibban meriwayatkan sebuah hadits shahih yang mengisahkan bahwa ada seorang Bani Israil yang mendapatkan keistimewaan dari Allah berupa hujan yang turun dari langit dan hujan tersebut khusus menghujani kebun-kebunnya, maka ada seseorang yang bertanya tentang karomah tersebut, amalan apa sehingga hujan hanya turun di sekitar kebun dan ladangnya. Lalu orang shaleh dari bani Israil mengatakan bahwa setiap hasil panen dari kebunnya, sepertiga untuk menafkahi diri dan keluarganya, sepertiga lagi untuk sedekah, dan sepertiga sisanya ditanam lagi untuk benih.

Begitu mulianya amalan sedekah, sampai-sampai Allah memerintahkan hujan yang khusus untuk menyirami kebun-kebunnya. Kisah-kisah di atas menunjukkan bahwa makhluk Allah yang bernama hujan, yakni air yang turun dari langit hanyalah menjalankan perintah Allah semata. Jika Allah berkehendak Allah akan turunkan hujan, sebaliknya jika Allah tidak berkehendak hujan tak akan turun. Bahkan hujan akan taat jika Allah memerintahkan hanya menghujani tempat tertentu sementara tempat lain tidak terkena hujan. Subhanallah.

Oleh karena itulah, jika kita menemui hujan dan angin rebut kita dilarang untuk mencelanya, karena hujan, angin, dan makhluk-makhluk di alam ini hanyalah menjalankan perintah Allah. Sehingga Rasulullah bersabda, “Jika kalian melihat angin kencang, jangan sekali-kali mencela angin tersebut, karena angin membawa rahmat ataupun azab (dari Allah). Akan tetapi, mintalah kepada Allah kebaikan dari angin itu, dan mohonlah perlindungan dari bencana angin itu (HR. Imam Ahmad dan dinilai shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir).

Hatta, tikus-tikus dan hama-hama yang menyerang sawah para petani juga atas perintah Allah. Boleh jadi, Allah ingatkan kepada para petani dengan serangan tikus yang banyak karena belum mengeluarkan zakatnya dari hasil panen. Semua hewan, tumbuhan, batu, air, dan segala yang ada di alam raya ini adalah makhluk Allah yang senantiasa taat dan tunduk kepada perintah Allah. Lalu bagaimana dengan kita manusia, makhluk Allah yang sudah dikarunia akal, hati, dan panca indra? Mari kita jalankan perintah Allah sekuat tenaga dan menjauhi semua larangannya tanpa tawar-menawar. Allahu Akbar.

Terakhir, biasakan diri kita melakukan kebaikan sekecil apapun, jadikan akhlak dan amal-amal kebaikan menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Imam Ibnu Katsir pernah mengatakan, “Seseorang akan mati dalam keadaan yang sesuai dengan kebiasaan yang dilakukannya”. Oleh karena itu, jadikan kebiasan hidup sehari-hari kita bernilai ibadah, jangan sekali-kali gunakan waktu luang, kecuali untuk hal-hal yang bermanfaat dan bernilai ibadah.


*Catatanku dari Kajian Rutin Tafsir Al-Qur'an (Rabu Malam) bersama Ustadz Abdullah Zaen hafizhahullahu ta'ala di Masjid Agung Darussalam Purbalingga (Masjid Nabawi Jawa).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar