Aku merasa bahwa dalam hidup ini, terkadang kita merasa bahagia,
senang, dan gembira. Tapi juga tak kalah sering, dan tidak bisa dipungkiri
kadang kita merasa jenuh, sumpek, sedih, dan perasaan-perasaan lain yang
membuat hati ini tak mampu lagi tertawa lebar. Bahkan aku sering berpikir,
alangkah indahnya kematian di tengah ksemrawutan hidup di dunia ini, sambut aku wahai sang kematian, begitu
kira-kira perasaan berkata ketika dalam kondisi serba membosankan. Namun di
sisi lain, kita amat takut dengan yang namanya kematian itu sendiri, entah
karena rasa sakitnya menjelang sakaratul maut, atau takut meninggalkan hidup
dunia ini yang sudah menjadi comfort zone,
atau bagi seorang yang sadar akan hidup di alam kebadian, ia justru takut
apakah bekal amal yang dibawa untuk kematian dan perjalanan panjang, lelah,
lama dan berliku sudah cukup untuk memenuhi dirinya.
Kala aku menulis ini pun sedang dirundung rasa bosan, jenuh, sedih, haru yang bercampur baur seperti gado-gado, tapi campuran perasaan ini tak senikmat gado-gado yang pernah akau beli di dekat kosku. Campuran perasaan-perasaan negatif ini awalnya membuatku semakin ingin menangis saja, ingin pergi dari alam fisik ini, dan menuju ke alam esensiku, yaitu alam jiwa atau alam ruh, yang memang kata fisuf besar Plato, "Jiwa selalu rindu ingin pulang ke asalnya, yaitu alam abadi bersama dengan Yang Abadi". Namun apa boleh buat, kita diciptakan untuk menjadi khalifah fil ardhi, untuk selalu beribadah kepada-Nya. Dan Tuhan menciptakan nafsu yang bisa condong ke arah kebaikan atau keburukan, agar hamba-Nya bisa memilih dengan instrumen yang dikaruniakan-Nya, untuk menguji hamba-Nya siapa yang layak untuk hidup berdampingan di sisi-Nya. Tentu saja dengan bimbingan nabi-nabi yang memahami siapa itu Tuhan. Mungkin pandangan ini sempit dan bodoh belaka, tapi paling tidak, ini bisa menyadarkan hakikat kita hidup di dunia ini.
Perlu diketahui, aku menulis ini tepat saat aku menjalani KKN
(kuliah kerja nyata). Di masa-masa ini banyak hal yang sebelumnya aku tidak
mengetahui, sedikit-sedikit menjadi tahu. Intinya banyak pengalaman yang aku
dapat, meskipun hanya sedikit. Tapi tetap harus aku syukuri pelajaran-pelajaran
yang bisa aku ambil, semantara aku ini masih seorang yang bodoh, tidak tahu
apa-apa dibanding orang lain. Saat KKN ini aku menjadi sadar, ternyata aku
masih seorang yang dha’if dalam
banyak hal, seperti yang Tuhan katakan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan
lemah dan keluh kesah, pantas saja aku sering merasakan galau, karena memang
fitrahnya demikian. Tapi paling tidak aku menjadi sadar bahwa kepintaranku
adalah menyadari bahwa aku ini seorang yang bodoh, lemah, labil, dan beribu
kekurangan yang lain.
Mungkin dapat dibuktikan, aku ini orangnya kurang pahaman dibanding
yang lain, bingung-an, kurang aktif, tak pandai berbicara gaya penyiar radio,
sedikit pendiam, gampang galau, dan masih banyak lainnya yang mungkin jika aku
tuliskan kekuranganku akan lebih dari satu halaman. Ini mungkin pemikiran yang
buruk, bahkan haram oleh sebagian motivator, karena aku menuliskan sisi negatif
kepribadianku, padahal para motivator selalu menganjurkan berpikir positif,
afirmasi positif, visualisasi positif, tulisan positif, dan pokoknya yang
positif-positif dan proaktif. Kukatakan, "Aku hanya memberanikan diri untuk
menyadari kebodohanku sendiri, dan ini tentu saja sangat membutuhkan suatu keberanian,
dan harus kuakui juga bahwa aku terinspirasi oleh guru para filsuf, yaitu filsuf
besar paling bijaksana, yang tak lain adalah Socrates, yang pernah
mengatakan, 'Yang aku tahu, bahwa aku ini tidak tahu apa-apa"'. Statemen ini lahir dari tokoh sekaliber
Socrates, dan aku merasa beruntung bisa mengambil pelajaran darinya.
Kembali ke KKN tadi, saat aku menulis ini, sebenarnya di samping aku
sedang diliputi oleh langit mendung di dalam jiwa yang seolah segala sesuatunya
menjadi gelap dan kabur, pada saat yang bersamaan sebenarnya muncul adrenalin
atau energi-energi positif dalam diriku untuk bangkit dan berdiri mengatasi
segala problema yang muncul dari diriku sendiri. Kalau saya renungkan, mungkin
karena kemarahan dari dalam jiwa ini yang tak mau terus menerus dalam kondisi
tertekan atas kebodohan, kekalahan, dan masalah yang menimpa. Lebih singkatnya,
jiwaku ingin bangkit dari keterpurukan, dan jiwa ini mengajak hati, pikiran dan
segenap energi dari dalam tubuhku untuk bangkit. Dan secara otomatis energi
makrokosmos yang terhubung dengan energi mikrokosmosku akan terkoneksi, dan
menjadi langkah awal sebuah energi positif yang besar, semoga saja, dan tidak
ada salahnya untuk berharap. Sekali lagi, semoga prasangka ini selalu yang
baik-baik, karena Yang Tak Terbatas pasti akan mengabulkan, seperti apa yang
dikatakan oleh utusan Tuhan yang terbaik sepanjang zaman, bahwa Tuhan berkata, "Aku ini akan menurut persangkaan hambaku".
Mengakhiri tulisan ini, kita menjadi sadar, sebagai seorang manusia tentu
akan banyak mengalami kesusahan, penderitaan, nestapa, duka, sedih, haru,
serasa batin ini menjerit kesakitan. Karena memang demikianlah manusia
diciptakan dengan segala bentuk kelemahan dan keluh kesahnya, no body is perfect, setidaknya kita
menjadi sadar bahwa kita tidak sendirian, mungkin banyak saudara-saudara kita
yang jauh lebih susah. Yang harus kita lakukan sekarang adalah bersyukur, bahwa kita masih dikaruniai
hidup, masih banyak kenikmatan yang bisa kita rasakan, masih bisa berpikir,
masih normal, tubuh lengkap, fisik sempurna, masih bisa melihat, mendengar, dan
merasakan cinta dengan baik. Inilah bodohnya kita, hanya bisa mengeluh, marah,
mengumpat, sementara nikmat-nikmat dari Allah ta'ala kita lupakan begitu saja. Bahkan tak
jarang kita menyepelekannya. Alangkah hinanya hambamu ini Ya Rabbi yang telah
banyak mengingkari nikmat-Mu, sementara berkali-kali kudengar la in syakartum, la adzii dannakum wa la in
kafartum inna ‘adzaa bi la syadiid. 'Siapa yang mensyukuri nikmat-Ku, maka
akan Aku tambah nikmat padanya, dan siapa yang mengingkari, sesungguhnya
adzab-Ku ini amat pedih'. Di ayat lain, Tuhan berfirman hingga tiga puluh kali
lebih, fa bi ayyi aalaa irabbikuma
tukadzdzibaan. 'Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?' Ya Allah,
ini sindiranmu yang tepat sekali bagi hambamu yang lemah ini.
Dan aku memohon kepada-Mu wahai Rabbi, dengan segala
ketidakberdayaanku, kelemahanku, kebodohanku, kecerobohanku. Dan aku memohon
kepada Engkau wahai Rabbi, dengan segala kesempurnaan-Mu, kekuatan-Mu,
pertolongan-Mu, lepaskan hamba dari beban batin ini, ringankan beban batin ini,
ringankan beban hidup hamba, damaikan jiwa hamba Ya Rabbi, tentramkan batin
ini, dan tenangkan hati ini. Bahagiakan hamba dengan karunia-karunia-Mu Ya Allah…
Amiin.
Rihan Musadik
Graulan, 20 Juli 2013
Rihan Musadik
Graulan, 20 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar