Sabtu, 13 Juli 2013

Taekwondo Sebagai Manifestasi Pendidikan Karakter

Oleh: Rihan Musadik

Berbicara tentang pendidikan karakter, tentu tak lepas dari peran seluruh elemen masyarakat, jika ingin pendidikan karakter berhasil dan tertanam pada generasi bangsa ini, terutama para pemuda yang saat ini sedang mengalami demoralisasi atau kemerosotan akhlak. Kita lihat bagaimana tawuran antar pelajar terjadi dimana-mana, siswa ketahuan menyontek, terlambat masuk sekolah atau indisipliner, maraknya tindak kriminal, skandal asusila, serta kearifan lokal yang mulai pudar. Hal ini mengindikasikan penurunan akhlak yang sangat signifikan pada generasi muda.

Berkaitan dengan masalah implementasi pendidikan karakter yang akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan. Realisasi pendidikan karakter sendiri dapat diajarkan pada segala aspek kehidupan. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan sekolah, maupun lingkungan olahraga (klub). Dalam hal ini pendidikan karakter dapat diajarkan lewat olahraga, salah satunya adalah olahraga beladiri taekwondo.

Banyak orang yang beranggapan bahwa beladiri taekwondo identik dengan kekerasan dan hanya mementingkan aspek fisik semata. Atau kebanyakan mengira bahwa belajar taekwondo hanya sekedar untuk membekali, membela, maupun mempertahankan diri saja dari gangguan-gangguan eksetrnal, seperti tindak kejahatan dan sebagainya. Padahal manfaat yang akan diperoleh dari belajar/latihan taekwondo tidak sesempit yang dikatakan orang. Barangkali, mereka mengira taekwondo sebagai olahraga yang keras, karena melihat secara sepintas bahwa taekwondo hanya melatih fisik, seperti memukul, menendang, menangkis, membanting, dan bertarung. Memang anggapan demikian tidak sepenuhnya salah. Dan harus diakui pula bahwa olahraga taekwondo, bukan merupakan olahraga yang fun and happy seperti halnya badminton, jogging, voli, sepakbola, dan futsal yang lebih memasyarakat dan bisa dilakukan sebagai aktivitas yang menghibur dan menyenangkan.

Tetapi yang perlu diketahui disini adalah, bahwa belajar taekwondo memiliki nilai lebih dan sejuta manfaat dibandingkan dengan olahraga-olahraga yang lainnya. Taekwondo merupakan salah satu jenis olahraga beladiri yang cukup populer. Orang yang belajar taekwondo akan menjadi lebih sehat dan bugar, karena pada saat latihan tubuh atau fisiknya akan dituntut untuk banyak bergerak. Dalam taekwondo bukan aspek fisik semata yang dilatihkan. Pembentukan mental, moral, dan pendidikan karakter juga diajarkan dalam taekwondo, tidak kalah pentingnya dengan pembinaan fisik.

Seorang taekwondoin (sebutan untuk orang yang berlatih taekwondo) sehebat apapun, kalau tidak punya moral dan karakter yang baik, menjadi tidak berarti sama sekali dan tidak ada gunanya alias tidak memilki nilai. Sebab taekwondoin yang demikian cenderung tidak sesuai dengan norma-norma dan adat kebiasaan masyarakat. Akibatnya akan dibenci masyarakat, tidak diakui, tidak dihargai, begitu juga di tempat latihannya. Relasi dengan berbagai pihak juga menjadi tidak lancar atau terhambat karena karakternya yang buruk tersebut.

Di samping  untuk kesehatan tubuh dan memperbaiki kondisi fisik, taekwondo juga mengajarkan moral, pendidikan karakter, dan pembinaan mental. Seorang taekwondoin akan selalu dilatih untuk disiplin, karena itu taekwondoin yang terlambat masuk latihan, akan menghukum dirinya dengan push-up dan lari keliling dojang (tempat latihan) atau hukuman lainnya sesuai peraturan yang diajarkan, tanpa harus menunggu diperintah oleh pelatihnya.

Lalu sebelum masuk dojang, seorang taekwondoin harus membungkukan badan sebagai bentuk hormat dan rasa memiliki bersama gedung latihan tersebut, begitu juga pada saat keluar dari tempat latihan harus melakukan penghormatan di pintu. Kemudian hormat pada pelatih dengan membungkukan badan dan mencium tangan, baru setelah itu berjabat tangan dengan taekwondoin yang lebih senior dan teman-teman yang lain, hormat juga dilakukan dengan membungkukan badan pada bendera negara dan lambang taekwondo, ini mengajarkan nasionalisme dan loyalitas atau kesetiaan. Sesi latihan selalu diawali dengan berdoa, begitu juga di akhir latihan ditutup dengan berdoa. Hal ini mengajarkan laku hidup yang religius, yang selalu menyertakan Tuhan dalam segala aktivitasnya.

Dalam taekwondo kemampuan dan senioritas dapat dibedakan melalui tingkatan sabuk. Artinya, taekwondoin yang sabuknya lebih rendah harus menghormati pada taekwondoin yang tingkatan sabuknya lebih tinggi, kendati usianya lebih muda darinya. Tetapi taekwondo juga mengajarkan untuk menghormati pada orang yang lebih tua, kendati tingkatan sabuknya di bawahnya. Dengan demikian seorang taekwondoin akan saling menghormati satu sama lain. Begitu juga pada saat pertandingan (kyorugi), sebelum bertanding taekwondoin akan saling membungkukan badan pada lawannya sebagai wujud rasa hormat dan terima kasih karena bersedia menjadi partner dalam bertanding. Di akhir pertandingan juga demikian, saling menghormati dengan membungkukan badan dan berjabat tangan, sebagai manifestasi rasa terima kasih dan persahabatan karena telah menjadi lawan tanding yang baik. Atlet juga diajarkan untuk mencium tangan pelatih lawannya yang berada di samping arena.

Bentuk-bentuk penghormatan dan pembiasaan demikian akan selalu diajarkan dan dibiasakan pada setiap taekwondoin. Kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti ini, apabila terus dilakukan lambat laun akan tertanam dalam diri taekwondoin. Apabila sudah terbiasa dan terinternalisasi, maka akan membentuk karakter, watak, atau sifat yang baik. Kemudian dalam taekwondo segala aspeknya memiliki makna filosofis yang mendalam, sesuai dengan budaya timur yang santun, sopan, lembut, dan saling menghormati; di samping tegas, disiplin, ksatria, dan perwira. Misalnya saja filosofi warna sabuk, yang merupakan pembeda tingkatan kemampuan dan senioritas para taekwondoin. Warna sabuk yang di mulai dari sabuk putih (pemula) hingga sabuk hitam (DAN) memiliki makna filosofis masing-masing yang berbeda, sesuai dengan budaya bangsa korea, tempat dimana taekwondo dilahirkan.

Meskipun taekwondo berasal dari negara Korea, tetapi secara filosofis dan kultural sangat inheren dengan budaya melayu pada umumnya, dan dapat diterima oleh budaya bangsa Indonesia. Pertukaran budaya antar bangsa, yakni akulturasi dan asimilasi merupakan hal yang sangat biasa, sepanjang itu baik dan sesuai dengan nilai budaya bangsa masing-masing. Apalagi pada era globalisasi seperti sekarang ini, yang ditandai dengan kemajuan pesat teknologi dan informasi, khususnya internet. Memungkinkan orang untuk berkomunikasi antar negara dan mengakses informasi begitu cepat, bahkan dalam hitungan detik. Sehingga jarak antar negara-negara serasa dekat, sehingga sangat memungkinkan terjadinya pertukaran budaya antar bangsa.


*Dimuat di tabloid Taekwondo Indonesia News

Tidak ada komentar:

Posting Komentar