Adakalanya ketika kita memerlukan sesuatu pada
seseorang, lembaga, atau instansi; kita diharuskan untuk mengucapkannya dengan
jelas. Karena terkadang sebuah perkataan yang kurang jelas, bahkan hanya kurang
beberapa kata saja bisa mengakibatkan mis komunikasi atau salah persepsi dari
pihak yang kita ajak bicara. Hal ini seperti yang saya alami sendiri tatkala
hendak mengambil legalisir KTP di kantor kecamatan. Sebenarnya saya datang ke
kantor tersebut pada hari Kamis, lalu karena Pak Camat sedang pergi, maka saya
mengambil esok harinya. Tiba keesokan harinya pada hari Jum’at, saya kembali datang
ke kantor kecamatan dan segera menemui petugas loket. Saya bilang, “Bu, mau
ambil legalisir KTP”. “Sebentar ya Mas, tunggu dulu,” kata ibu petugas loket. Akhirnya saya duduk di tempat yang telah disediakan. Lama saya menunggu, sementara orang
lain yang datang belakang sudah selesai urusannya. Saya bertanya dalam hati, “Lama
betul, kenapa nama saya tak kunjung dipanggil, sementara orang lain sudah
dipanggil namanya”.
Akhirnya saya putuskan untuk bertanya lagi, “Bu, mau
ambil legalisir KTP yang kemarin”. Barulah si ibu itu segera melayani, “Oh,
yang kemarin ya Mas”. Diambilkanlah legalisir KTP-ku yang sudah beres. Selesai
sudah masa penungguan yang hampir makan waktu satu jam. Segera saya pulang
dengan sedikit emosi, tapi ada pelajaran yang bisa saya dapat. Berkatalah
dengan jelas, lengkap, dan jangan sepotong-sepotong, agar pihak yang kita ajak
bicara segera paham. Ya Allah, hanya kurang beberapa kata saja saya ucapkan,
hingga membuat saya rela menunggu lama. Padahal jika saya mengatakan dengan
lengkap, niscaya tinggal saya ambil legalisir KTP yang telah kelar itu.
Terbesit lagi dalam hatiku pada saat perjalanan
pulang, “Andai saja tadi aku katakan, ‘mau ambil legalisir KTP yang kemarin’
dan tidak sekedar mengatakan ‘mau ambil legalisir KTP’, niscaya tak akanlah
saya menunggu lama, hanya kurang dua kata, ‘yang kemarin’, ternyata bisa merugikanku, oh,
Tuhan”. Akan tetapi, di dalam kedongkolanku akhirnya saya sadar dan harus
menerima kejadian menjengkelkan itu dengan ikhlas dan lapang dada. Bukankah
Rasulullah telah bersabda, "Apabila engkau tertimpa sesuatu (yang tidak menyenangkan)
janganlah engkau berkata, 'Seandainya aku dulu berbuat begini, niscaya akan
menjadi begini dan begitu'. Akan tetapi katakanlah, ‘Qadarullahi maa syaa’a fa’ala (Allah ta'ala telah menakdirkan, terserah
apa yang diputuskan-Nya)'. Karena perkataan ‘lau (seandainya)’ dapat membuka celah
perbuatan setan". Subhanallah.
Purbalingga, 13 September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar