Rabu, 05 November 2014

Tiga Orang Syaikh di Masjid Madinah Jawa

Syaikh Adil bin Salim al-Kalbani dan Syaikh Ali Jabeer
Pada hari Rabu, 12 Muharram 1436 H (kalender hijriyah) yang bertepatan dengan hari Selasa, 4 November 2014 (kalender masehi), artinya masih di awal tahun baru Islam 1436 H, kabupaten Purbalingga kedatangan tiga orang Syaikh dari Saudi Arabia, yaitu Syaikh Ali Jabeer, Syaikh Adil bin Salim al-Kalbani, dan Syaikh Amir. Yang pertama, Syaikh Ali Jabeer, beliau sudah lama mukim di Indonesia, kemungkinan sejak 2008, sesuai yang beliau katakan, yaitu beliau sejak 2008 terus memperjuangkan penghafal-penghafal Al-Qur’an terus berkembang di Indonesia, membumikan Al-Qur’an, juga menyebarkan Al-Qur’an kepada tuna netra di Indonesia yang notabene merupakan negara dengan tuna netra terbanyak di dunia. Yang kedua, Syaikh Adil bin Salim al-Kalbani, beliau adalah salah seorang Imam Besar Masjidil Haram dari 12 imam yang ditugaskan menjadi imam di masjid terbesar di dunia itu. Sedangkan yang ketiga adalah Syaikh Amir, yang penulis dengar beliau adalah salah satu ajudan Imam Masjidil Haram.

Pukul 17.30 WIB, saya dan ibu berangkat ke Masjid Agung Darussalam Purbalingga untuk menghadiri majelis ketiga Syaikh yang mulia tersebut rahimahumullahu ta’ala. Sampai di sekitar lokasi, terlihat halaman masjid yang biasanya menjadi tempat untuk parkir, sekarang terpenuhi dengan jama’ah akhowat. Maka, saya pun parkir kendaraan di pinggiran jalan raya. Belum lagi adzan maghrib dikumandangkan, seisi masjid sudah hampir penuh oleh para jama’ah yang sudah hadir sedari tadi. Awalnya saya kebingungan, hendak menempatkan diri dimana, sementara terlihat ruang utama masjid penuh. Saya pun nekat memberanikan diri masuk masjid di sela-sela deret para jama’ah yang tengah duduk bershaf-shaf. Hingga adzan berkumandang, saya tetap berdiri, karena ketika semua jama’ah berdiri pasti akan banyak ruang yang kosong.

Masjid Agung Purbalingga yang biasanya jarak antara adzan dan iqomat begitu cepat, biasanya kurang dari lima menit, yaitu kira-kira orang shalat dua raka’at. Malam itu sedikit lama karena menunggu kedatangan para Masyayikh, di samping menunggu dan mengatur jama’ah yang belum datang dan banyak yang di luar. Beruntung saya berada kira-kira di shaf yang kedua belas, meskipun harus berjejal ketika shalat karena saking banyaknya jama’ah, bahkan membludak hingga keluar masjid, baik depan masjid maupun samping masjid. Mungkin ini pertama kalinya, seramai dan sebanyak ini jama’ah di Masjid Agung Darussalam Purbalingga, melebihi ramainya shalat jum’at. 

Terasa sekali menyentuh hati bacaan sang Imam Besar Masjidil Haram berkulit hitam tersebut. Serasa benar menjadi makmum di Masjidil Haram, Mekkah al-Mukarramah. Semoga Allah ta'ala menyampaikanku ke tempat mulia tersebut, melihat ka'bah secara langsung. Selepas shalat maghrib, akan dilanjutkan tausiyah oleh Syaikh Adil bin Salim al-Kalbani, sebelumnya dibuka oleh Syaikh Ali Jabeer. Ini merupakan kali kedua Syaikh Ali Jabeer hadir di Masjid Agung Darussalam Purbalingga, masjid yang oleh Syaikh Ali mendapat julukan “Masjid Madinah Jawa”. Karena gaya arsitekturnya yang memang sangat mirip dengan gaya arsitektur Masjid Nabawi di Madinah al-Munawarah. Sebelumya Syaikh Ali hadir di Masjid Agung Purbalingga pada awal 2014 untuk memberikan tausiyah, kali ini beliau hadir kembali dengan dua orang syaikh dan beliau lebih banyak menjadi penerjemah dari tausiyah Syaikh Adil bin Salim al-Kalbani karena Syaikh Ali sendiri sudah mahir berbahasa Indonesia. Turut hadir juga Bupati Purbalingga, Bapak Sukento, di barisan paling depan.

Sebelum tausiyah oleh Syaikh Adil Al-Kalbani, dilantunkan bacaan Al-Qur’an oleh Syaikh Amir. Bacaan beliau amat indah dan merdu, seisi masjid hening mendengar lantunan Syaikh Amir, mudah-mudahan menjadi rahmat bagi pembacanya dan orang-orang yang mendengarkan firman Allah ta’ala tersebut. Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang, agar kamu mendapat rahmat (Al-A’raf: 204).

Masjid Agung Darussalam Purbalingga
Bagian Depan Masjid Agung Darussalam
Setelah Syaikh Al-Kalbani menyampaikan muqaddimah, kemudian Syaikh mengawali ceramahnya dengan doa, “Mudah-mudahan pertemuan di majelis yang mulia ini bisa menjadi wasilah agar kita semua yang hadir di sini dapat berkumpul kembali di surganya Allah ta’ala”. Para jama’ah pun mengamini doa tersebut, tentu saja setelah diterjemahkan oleh Syaikh Ali Jabeer. Kemudian Syaikh menyampaikan sebuah hadits, yaitu orang yang terakhir keluar dari neraka dan terakhir pula masuk surga. Orang tersebut meminta kepada Allah untuk didekatkan ke pintu surga dan berjanji tidak meminta apa-apa lagi, lalu Allah kabulkan permintaannya. Setelah sampai di pintu surga, orang tersebut kembali meminta kepada Allah agar dibukakan baginya pintu surga karena penasaran ingin melihat kenikmatan para penghuni surga dan berjanji tidak meminta apa-apa lagi, lalu Allah memaklumi dan mengabulkannya. Setelah itu, orang tersebut meminta agar bisa masuk ke dalam surga dan kembali berjanji tidak meminta apa-apa lagi, kemudian Allah pun kembali memaafkan dan atas rahmat-Nya orang tersebut bisa masuk ke dalam surga.

Secara lengkap, hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu. Dari hadits ini kita bisa mengambil pelajaran, betapa manusia seringkali mengingkari janjinya, akan tetapi Allah yang maha pemurah sesering itu pula kembali memaafkan manusia. Kita diperlihatkan kemurahan Allah yang selalu saja mengabulkan permohonan orang tersebut hingga memasukannya ke dalam surga. Padahal, diceritakan oleh Syaikh bahwa orang yang terakhir sekali masuk surga tersebut mendapat surga dengan derajat yang paling rendah. Sedangkan derajat paling rendah dari penghuni surga adalah setara dengan kekayaan atau kerajaan salah seorang raja dari raja-raja yang paling kaya di dunia, itupun masih dilipatgandakan menjadi lima kali lipat, lalu dilipatgandakan lagi menjadi sepuluh kali lipat. Subhanallah wal hamdulillah. Maha suci Allah dan segala pujian hanya bagi Allah Yang Maha Pemurah.

Banyak hikmah yang bisa didapat dari tausiyah Syaikh Al-Kalbani yang diterjemahkan atau dijabarkan oleh Syaikh Ali Jabeer. Setelah masuk waktu isya, tausiyah dihentikan sementara, dan adzan pun dikumandangkan oleh Syaikh Amir dengan adzan yang sangat indah dan merdu. Kemudian tausiyah dilanjutkan kembali sekitar lima belas menit. Di akhir ceramahnya, Syaikh berpesan agar kita sebagai seorang muslim harus senantiasa berjuang sekuat tenaga alias bermujahadah untuk menggapai surga yang telah Allah sediakan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Lalu Syaikh bertanya kepada para jama’ah, “Apakah kalian mencintai Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam? Apakah kalian ingin berjumpa secara langsung dengan beliau? Kalau jawabannya ya, maka kalian harus berusaha untuk menggapai surga dengan banyak beramal shaleh, karena kita hanya bisa bertemu dengan Rasulullah ketika kita berada di surga”.

Hal ini tentu saja dipaparkan dengan jelas oleh Syaikh Ali Jabeer selaku penerjemah. Syaikh juga mewasiatkan agar kita banyak membaca shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam, minimal atau paling sedikit kita membaca shalawat nabi sepuluh kali dalam sehari sebagai wujud rasa cinta kita kepada baginda Rasulullah dan agar kita kelak bisa memperoleh syafa’at beliau serta bisa berkumpul dengan beliau di surga. Syaikh menjelaskan bahwa di surga kita juga akan berjumpa dengan nabi-nabi sebelum Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam. Selain itu, kita juga akan berjumpa dengan sahabat-sahabat beliau shallallahu‘alaihi wasallam. Dan ini hanya bisa dilakukan apabila kita berada di surga. Oleh karena itu, berusahalah untuk menggapai surga Allah. Syaikh juga memberikan amalan untuk membaca surat Al-Ikhlas sepuluh kali dalam sehari, karena barangsiapa yang membaca surat Al-Ikhlas sepuluh kali dalam sehari, maka Allah akan membuatkan baginya sebuah rumah di surga.

Selain itu, amalan lain yang diwasiatkan oleh Syaikh, yaitu istiqomah dalam bersedekah setiap harinya meskipun sedikit. Jadikan sedekah sebagai kebiasaan sehari-hari kita. Demikian beberapa tausiyah yang disampaikan oleh Syaikh Adil bin Salim al-Kalbani yang masih penulis ingat lewat penjelasan dari Syaikh Ali Jabeer. Meskipun tausiyah tidak terlalu lama, yaitu hanya sekitar satu setengah jam, akan tetapi banyak ilmu yang bisa kita dapat. Ceramah ditutup dengan doa dari Syaikh Al-Kalbani dan diamini oleh para jama’ah.

Setelah selesai ceramah dari Syaikh Al-Kalbani, barulah dikumandangkan iqomat dan dilanjutkan shalat isya berjama'ah. Sehabis shalat isya, Syaikh Ali Jabeer berdiri memberikan beberapa patah kata atau wasiat kepada para jama’ah untuk gemar bersedekah. Beliau kemudian menjelaskan bahwa sejak tahun 2008 berjuang untuk menyebarkan Al-Qur’an kepada para muslim tuna netra di Indonesia, apalagi penyandang tuna netra di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia. Di samping itu, para tuna netra juga harus mendapat perhatian khusus untuk pengajaran Al-Qur’an. Karena dengan banyak berinteraksi dengan Al-Qur’an; entah itu membaca, menghafal, ataupun mengkaji akan menjadikan hidup lebih mulia, lebih bahagia, lebih tenang, dan penuh keberkahan. Beliau juga menghimbau kepada para jama’ah untuk senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur’anul Karim.

Di akhir majelis yang mulai tersebut, Syaikh Ali mengajak kepada para jama’ah untuk ikut serta membantu penyebaran Al-Qur’an bagi tuna netra dengan cara memberikan sedekah seikhlasnya, dan mudah-mudahan Allah membalas sedakah kita dengan balasan yang lebih baik. Kemudian Syaikh Ali melepaskan sorban di kepalanya sebagai tempat untuk menampung sedekah dari para jama’ah. Para jama’ah pun dengan antusias mengeluarkan sedekahnya menuju sorban yang digelar di dekat mimbar. Maka, berjejal-jejal, berhimpit-himpitan, dan berdesak-desakan tubuh para jama’ah menuju tempat sorban karena niat mulia hendak bersedekah. Dan saya pun termasuk yang ikut bersedekah. Pada saat itu saya membayangkan, kalau di sini saja ramainya seperti ini, bagaimana dengan ramainya ketika thawaf di Masjidil Haram, mencium hajar aswad, ataupun lempar jumrah, tentu lebih berdesak-desakan lagi. Maka, aku pun berdoa dalam hati, “Ya Allah, sampaikan aku ke Rumah-Mu Baitullah Masjidil Haram untuk melaksanakan ibadah haji, melihat ka'bah secara langsung.

Sekian catatan singkat dari saya, mudah-mudahan dapat memberikan manfaat. Washallallahu’ala muhammadin nabiyyil ummiyyi wa’ala aalihi wa shahbihi wasallam. Wabillahi taufiq wal hidayah. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


By Rihan Musadik
Purbalingga, 5 November 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar