Pada hari Minggu, seperti biasanya jam 6.15 saya harus bersiap untuk berangkat pengajian tafsir Al-Qur’an di masjid Kampus UGM bersama Ustadz Ridwan Hamidi, Lc., M.P.I., M.A. (doakan saya istiqomah, sobat). Saya harus segera bersiap karena memang terkadang sehabis shalat shubuh, baca Qur’an, lalu nonton TV di acara “Pintu-Pintu Surga”, dan pembicaranya masih tetap Prof. Dr. Nasharudin Umar, M.A. Pada saat nonton TV itulah, apalagi sehabis acaranya selesai, saya ngantuk dan ketiduran (huh, kebiasaan ya), tapi alhamdulillah masih bisa bangun lagi jam 6.15 atau lebih, meski biasanya saya telat 15 menit karena kajiannya dimulai pada pukul 06.30 WIB, tapi gak papa masih bisa ikut ngaji, di samping pahalanya super besar (cari sendiri haditsnya ya gan) ilmunya juga dapat. Akhirnya saya hanya bisa berkata, “Terima kasih Ya Allah, Engkau karuniakan hamba kesehatan dan keimanan, sehingga hamba bisa ikut mengkaji firman-Mu yang mulia ini, dan hamba berusaha untuk tetap istiqomah dalam mengaji dan beribadah kepada-Mu sebagai wujud rasa syukur hamba atas segala nikmat yang Engkau berikan kepadaku. Amiin”. Ketika hendak berangkat ngaji ke Maskam UGM, tiba-tiba saja saya mendapat inspirasi tentang apa itu berpikir kritis, mungkin inspirasi ini datang ketika saya membaca kalimat mutiara di dinding kamar kostku dan teringat kawan yang mengkritisinya. Inilah yang hendak saya tulis tentang “Apa itu berpikir kritis?”.
Menurut saya sendiri (boleh setuju, boleh tidak), berpikir kritis (dalam bingkai pembicaraan dengan narasumber atau hal-hal yang lain) dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Berpikir kritis karena memang tidak tahu sama sekali, dan ingin tahu, lalu mempertanyakannya, (2) Berpikir kritis karena ingin lebih menggali, memahami, dan mendalami, sehingga mempertanyakannya, kendati sebenarnya ia sedikit sudah tahu, (3) Berpikir kritis karena ingin mengetes seberapa jauh pemahaman dari pembicara/narasumber atau karena ingin melihat sudut pandang yang lain, (4) Berpikir kritis karena ingin menyudutkan pembicara, atau karena ingin merusak ajaran/argumen yang sudah established.
Untuk tipe berpikir kritis yang pertama, yaitu mempertanyakan sesuatu karena memang ia sendiri tidak tahu, tidak paham, dan ingin mengetahuinya. Inilah yang biasa dilakukan oleh para pembelajar, murid, siswa, dan mahasiswa yang bertanya kepada guru atau dosen. Hampir mirip dengan yang pertama, pada tipe berpikir kritis yang kedua, seseorang mempertanyakan sesuatu karena ingin mengetahui, menggali lebih jauh lagi, kendati sebenarnya ia sendiri sedikit-kurang sudah mengetahui. Hal ini juga sering dipraktekan oleh para siswa di sekolah atau para mahasiswa yang sedang diskusi/presentasi, mereka bertanya karena ingin mengetahui lebih dalam lagi. Kemudian tipe beripikir kritis yang ketiga, yaitu ingin mengetes seberapa jauh pemahaman dari pembicara, atau bisa juga karena ingin melihat argumen dari sudut pandang yang berbeda. Biasanya ini dilakukan oleh dosen penguji pada saat ujian akhir (skripsi), jadi apa yang telah dipaparkan mahasiswa, akan ditanyakan oleh penguji untuk melihat tingkat pemahaman dan penguasaannya pada penelitian yang dilakukan. Tapi bisa juga tipe yang ketiga ini dilakukan oleh dosen/guru untuk melihat sudut pandang yang lain tentang sebuah masalah, contohnya seorang dosen bertanya pada mahasiswanya, "Apa itu berpikir kritis?", "Apa yang dimaksud dengan kebudayaan?", "Menurut kalian, apa itu definisi cinta?", dan sebagainya.
Terakhir tipe berpikir kritis yang keempat, berpikir kritis karena ingin menjatuhkan lawan bicara, atau yang lebih sering terjadi berpikir kritis karena ingin menggugat, merusak, membuat keragu-raguan pada ajaran/kaidah/prinsip/argumen yang sudah mapan. Pada dasarnya menggugat, mengkritisi, atau mempertanyakan sesuatu karena ingin mencari sebuah kebenaran, atau karena ingin menyampaikan sebuah gagasan, itu sah-sah saja. Masalahnya jika yang bersangkutan memang sedari awal memiliki tujuan yang destruktif, seperti ingin merusak, menghancurkan, mengadu domba, atau membuat keragu-raguan pada sebuah ajaran yang mapan atau terbukti kebenarannya. Kalau dari awal memang sudah berprasangka buruk, ada benih-benih kebencian, belum apa-apa sudah berpikir negatif, sudah memiliki stereotip yang salah, maka bagaimana mungkin ia akan menerima sebuah argumen/ajaran yang memang sudah terbuki kebenarannya. Contohnya mudah dicari, kita semua (kaum muslimin) sudah mengetahui, bagaimana kaum yahudi/syiah/orientalis/penjajah/musuh-musuh Islam terus menerus gencar membuat kerusakan di tubuh umat islam. Mereka bahkan tidak segan-segan mempelajari agama islam lebih jauh (orientalis), mengutip ayat-ayat suci Al-Qur’an, mengutip hadits Nabi untuk meragukan umat islam, merusak islam dari dalam, mengadu domba, dan tujuan-tujuan “busuk” yang lain.
Pada tipe yang keempat ini, contoh lain yang mudah dicari adalah ketika syaithan laknatullah di suruh oleh Allah untuk sujud kepada Adam, tetapi setan tidak mau, karena ia—berpikir kritis—menganggap dirinya lebih mulia dari Adam, setan terbuat dari api sedangkan adam dari tanah (memangnya yang bilang api lebih baik dari tanah siapa? emang sok tahu nih setan). Inilah contoh kecil bagaimana setan berpikir kritis, tapi membungkus kekritisannya dengan kesombongan, pikiran negatif, dan persepsi yang salah; sehingga setan sampai berani menentang “Sang Maha Benar” Allah Al-Haq. Akhirnya, setan tertutupi dari cahaya kebenaran, karena memang ia sendiri yang menutupnya. Na’udzubillahi min dzalik. (sorry gan, jadi agak serius ini pembahasannya, dan gak usah tegang ya).
Sebagai penutup, kalau boleh saya simpulkan (boleh ya..?), definisi berpikir kritis secara singkat adalah partisipasi aktif seseorang dalam bentuk pemikiran untuk menanggapi atau merespon suatu pernyataan/gagasan/ide/pemikiran/tulisan dan hal-hal lain, sepanjang hal itu masih bisa dipikirkan untuk dicari celah kekurangan atau kesalahannya dengan berbagai ragam tujuan. Artinya, orang yang berpikir kritis mencoba untuk “masuk” memahami suatu gagasan, lalu ikut memikirkannya secara aktif. (katanya singkat, kok panjang sih). Barangkali itu saja sekedar definisi tambahan dari saya, walaupun mungkin definisi tersebut kurang lengkap, jelas, dan tidak memenuhi syarat predicable, untuk lebih jelasnya bisa dilihat referensi lain yang lebih detail.
Mudah-mudahan catatan singkat ini bermanfaat, kalau anda masih mempertanyakan catatan ini, ya tidak apa-apa, sangat wajar, dan itu juga merupakan bagian dari berpikir kritis dan dinamis. OK. Sampai di sini dulu CHIP hari ini. Semoga bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian yang kita lalui. Kurang lebihnya mohon maaf. Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar