Oleh: Rihan Musadik
Pada obrolan ringan tentang cinta di bagian yang keempat, ada dua tema besar yang saya bahas, yaitu cinta pada pandangan pertama, dan cinta yang timbul karena seiring berjalannya waktu. Untuk cinta pada pandangan pertama, sedikit banyak telah saya bahas, dan lebih banyak dikaji dari perspektif agama Islam. Sementara untuk cinta yang muncul tidak dengan pandangan pertama, tapi muncul karena suatu proses atau seiring dengan berjalannya waktu, belum saya bahas di bagian yang keempat. Oleh karena itu, pada bagian yang kelima ini akan saya bahas untuk muqaddimah cinta yang kedua ini, dan akan sedikit saya singgung lagi untuk cinta pada pandangan yang pertama.
Berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami (waduh, penjelajah cinta ni yee...), dan dari pengetahuan yang saya dapat dari berbagai sumber, cinta pada pandangan pertama itu biasanya lebih karena nafsu semata, lebih karena kekaguman, keterpesonaan, dan juga lebih karena melihat bentuk fisik yang dianggap menarik (cantik, imut, tampan, cakep, dsb). Lalu dari pandangan pertama yang biasanya karena ada unsur ketidaksengajaan ini, dilanjutkan dengan pandangan (kedua, dan seterusnya) yang lebih elaboratif, lebih serius, dan pada akhirnya timbul chemistry yang menyentuh hati, sehingga lahirlah sebuah cinta. Ini argumen saya, yang sangat mungkin banyak pembaca yang tidak sependapat.
Barangkali ada di antara pembaca yang berpendapat, bahwa cinta pada pandangan pertama itu memang sejak awal disebabkan karena adanya chemistry, sejak awal memang ada sinyal-sinyal cinta yang cocok, dan saling berkomunikasi antara dua hati; suatu pandangan yang menjadi sebuah bahasa yang melampaui realitas (pokoknya sulit digambarkan, aku benar-benar jatuh hati, katanya). Pendapat demikian menurut saya sah-sah saja, setiap orang punya argumennya sendiri. Lagi pula Allah ta'ala menjodohkan antara laki-laki dan perempuan bisa dengan cara pandangan pertama, bisa juga lewat benih-benih cinta yang timbul dengan sendirinya setelah waktu berjalan. Hanya saja, saya tekankan kembali, kesucian dan keberkahan cinta dari dua sejoli akan didapat tergantung dari proses (syar'i) yang mereka jalani (baca tulisan-tulisan yang sebelumnya) hingga berlangsungnya akad nikah.
Kembali ke pendapat saya pribadi, biasanya cinta yang timbul karena pandangan pertama ini lebih mudah dilupakan, lebih mudah dihilangkan, dan tidak terlalu membekas di hati, karena memang sejak awal munculnya cinta, terjadi dengan cepat, oleh karenanya melupakannya pun juga lebih cepat. Jadi ada ekuivalensi antara cinta pada pandangan pertama yang muncul dengan cepat dan mudahnya dengan cara melupakannya yang juga mudah dan cepat, alias tidak terlalu membekas di hati. Misalnya ketika seorang pemuda jatuh hati pada pandangan pertama dengan seorang wanita karena saling melihat, saling memandang, curi-curi pandang, eye to eye ‘mata ke mata’, hingga akhirnya pemuda tersebut merasa rindu, merasa kangen, selalu teringat di kepala, selalu muncul di hati, dan sebagainya. Karena cinta yang timbul pada pemuda terebut begitu cepat dan mudahnya, maka ketika pemuda tersebut ingin melupakannya, ingin menghilangkan perasaan cintanya juga akan cepat dan mudah seiring dengan berjalannya waktu.
Berbeda halnya ketika perasaan cinta yang muncul, disebabkan karena adanya suatu proses, karena interaksi yang dijalani selama ini, benih-benih cinta pun muncul dengan sendirinya, lalu dari benih cinta yang kecil, mulai membesar, dan mengisi ruang cinta di hati yang selama ini mungkin vacuum. Misalnya saja seorang pemuda dan pemudi yang belum lama berkenalan dalam suatu organisasi atau kelompok. Karena mereka berdua sering bersama, sering ngobrol bareng, saling curhat, sering bercanda, dan tertawa bersama, akhirnya perasaan yang tadinya biasa-biasa saja dari pemuda tadi berubah menjadi tidak biasa, ada perasaan yang berbeda ketika bersama wanita tersebut, rasa cinta yang tadinya kecil bahkan tiada sama sekali, muncul dengan sendirinya, dan makin hari makin bertambah besar cintanya. Nah, saat pemuda tadi ingin melupakan wanita tersebut, ingin menghilangkan rasa cinta dalam hatinya karena suatu hal, entah karena cemburu, karena merasa perilakunya tidak sesuai dengan agama, atau lain-lain hal. Tentu saja (believe it or not) melupakannya akan jauh lebih sulit, menghilangkan rasa cinta dalam hatinya akan jauh lebih lama dibandingkan dengan cinta pada pandangan pertama.
Ini karena muqaddimah cinta yang kedua ini lebih membekas di hati dibandingkan muqaddimah cinta yang pertama (sekali lagi, ini pendapat saya pribadi, pembaca boleh setuju dan boleh tidak sependapat). Cinta yang timbul seiring dengan berjalannya waktu ini, kemunculannya lebih lama, butuh prsoses yang lebih panjang dibandingkan hanya sekedar cinta pada pandangan pertama. Oleh karena itu, ketika hendak menghapus perasaan cintanya juga akan lebih sulit, dan butuh waktu yang lebih lama pula, sebab memang—biasanya—muqaddimah cinta yang seperti ini lebih berkesan di hati. Jadi, ada ekuivalensi antara kemunculan benih-benih cinta yang butuh proses dalam waktu yang relatif lebih lama, dengan cara melupakannya yang juga lebih sulit dan butuh waktu yang juga relatif lebih lama pula. Wallahu a’lamu bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar