Ustadz Abdussalam Busyro, Lc. |
Kalau pada hari Jum’at kemarin saya ngaji di masjid Jenderal Sudirman pada ba’da maghrib hingga isya. Hari ini, Sabtu (15/9/2013) saya sempatkan untuk ngaji di masjid Gedhe Kauman. Saya berangkat dari tempat kost sekitar pukul 17.17 WIB, dan sampai di masjid ketika adzan maghrib berkumandang pada pukul 17.40, jadi kira-kira butuh waktu dua puluh menit untuk sampai di masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Salah satu masjid bersejarah yang menjadi kebanggaan masyarakat Jogja, juga merupakan masjid dimana KH. Ahmad Dahlan berjuang membesarkan Persyarikatan Muhammadiyah yang hingga kini masih tetap eksis dan berjaya. Semoga saja ke depannya Muhammadiyah bisa lebih maksimal, lebih baik dalam menyebarkan dakwah, dan amal-amal shaleh yang berkontribusi nyata bagi bangsa Indonesia.
Sesudah melaksanakan shalat maghrib berjama'ah, membaca wirid sesudah shalat, berdoa, dan mengerjakan shalat sunnah ba’diyah; saya langsung menuju ke serambi masjid, karena pengajian akan segera dimulai di serambi masjid ini. Pengajian malam hari ini diisi oleh Ustadz Abdussalam Busyro, Lc. yang biasa mengisi tafsir Al-Qur’an pada minggu pertama dan minggu kedua di masjid ini setiap malam Minggu. Kebetulan ini kali pertama saya datang setelah dua bulan lebih tidak menghadirinya karena ada tugas KKN. Kebetulan sekali pada pengajian kali ini, kedatangan tamu seorang ulama dari Yaman (saya tidak tahu namanya, mungkin kurang memperhatikan).
Di awal ustadz mengatakan (kalau saya nggak salah), “Suatu keberuntungan kita kedatangan tamu dari Yaman, kata Nabi, ‘Hikmah berasal dari negeri Yaman’ (untuk hadits lengkapnya tentang negeri Yaman, saya memang jarang mendengarnya, jadi mungkin saja pendengaran saya keliru). Saya mengira ini seorang ulama salafi-wahabi, karena saya melihat yang mendampinginya dari jama’ah salafi. Oleh karena itulah, pengajian pada malam ini lebih ramai dari biasanya, karena kedatangan jama’ah yang ingin mendengar ulama Yaman ini.
Setelah Ustadz Abdussalam menyampaikan sedikit tentang urgensi Al-Qur’an, lalu dilanjutkan dengan mendengar ceramah sang ulama Yaman, dan Ustadz Abdussalam bertindak sebagai penerjemah. Saya lebih banyak memperhatikan apa yang diakatakan oleh ustadz ketimbang ulama Yaman ini, karena memang saya tidak mengerti bahasa Arab. Ceramah ini diawali dengan penjelasan—seingat saya yah, dan dengan bahasa saya sendiri—bahwa manusia itu akan selalu menghadapi ujian yang diberikan Allah, karena dengan ujian ini manusia akan naik derajatnya di sisi Allah. Ada ujian yang sifatnya duniawi (ya iya lah, karena memang lagi di dunia, memangnya di akhirat ada ujian, adanya keputusan kali...) seperti kehilangan sesuatu, ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, terkena penyakit, dan sebagainya. Tapi ujian yang paling berat menurut Syaikh yang dijelaskan oleh ustadz, yaitu ujian untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Karena manusia seperti kita memang terkadang sangat berat untuk bersegera melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.
Dan orang yang sukses atau beruntung adalah orang yang bisa bersabar ketika menghadapi ujian dari Allah. Orang yang bersabar akan mendapatkan karunia yang besar dari Allah, dan akan mendapat rahmat dari Allah baik di dunia maupun di akhirat. Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa orang yang ingin hidupnya sukses harus senantiasa berada pada aqidah yang lurus, yaitu dengan memurnikan keesaan Allah atau tauhid kepada Allah, tanpa menyekutukannya dengan suatu apapun. Karena orang yang menyekutukan Allah, maka akan mendapat dosa besar dan kemalangan baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karenanya, orang yang tidak bertauhid dengan benar, hidupnya tidak akan beruntung dan sukses.
Kemudian yang masih saya ingat, ketika ustadz menjelaskan bahwa ada tiga golongan yang tidak mendapat taklif (beban kewajiban syariat Islam), berdasarkan hadits Nabi, bahwa pena telah diangkat (artinya Allah lewat malaikat-Nya tidak mencatat) dari tiga golongan, yaitu: orang gila hingga waras, anak kecil hingga baligh, dan orang tidur hingga ia terbangun. Selain tiga golongan itu, seorang muslim akan dibebani kewajiban untuk melaksanakan syariat Islam, kecuali kalau memang ada udzur syar’i. Jadi, saat seorang muslim membuka mata dari tidurnya ia sudah terkena taklif, dan orang yang melaksanakan taklif disebut mukallaf.
Beliau juga mengatakan bahwa ketika seorang muslim mendengar panggilan adzan untuk shalat (hayya‘alash shalaah), maka ia sudah dicatat mendapat pahala karena mendengarkan seruan adzan, tapi ia akan memperoleh pahala lagi ketika bergegas memenuhi panggilan adzan tersebut untuk shalat berjama'ah. Dan orang yang bisa istiqomah memenuhi panggilan adzan untuk shalat berjama'ah adalah termasuk orang-orang yang sukses dan beruntung. Demikian sekedar yang saya ingat dari pengajian rutin setiap malam Minggu ba’da maghrib di masjid Gedhe Kauman bersama Ustadz Abdussalam Busyro, Lc. yang kebetulan kedatangan tamu dari Yaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar