Ada pengalaman unik yang saya
alami beberapa waktu yang lalu, dan bisa diambil nilai filosofisnya untuk
dijadikan hikmah dan pelajaran bagi kehidupan, yaitu saat saya melakukan
“salaman/jabat tangan” selesai shalat berjama'ah lima waktu. Memang ada perbedaan
di antara para ulama tentang hukum jabat tangan usai shalat berjama'ah. Ada yang
mengatakan sunnah, ada yang bilang mubah, bahkan ada yang menghukumi bid’ah,
masing-masing dengan dalil dan argumennya. Saya pun kadang-kadang tidak
melakukan jabat tangan usai melaksanakan shalat jama'ah, itu tergantung dimana
saya shalat. Kalau di mushola depan kostku, sudah menjadi kebiasaan sehabis
shalat pasti saling bersalaman, kecuali yang enggan melakukannya karena
pahamnya yang berbeda. Tapi kalau di masjid lain yang terkadang tidak melakukan
jabat tangan, maka saya pun tidak melakukannya, kecuali kalau di sebelah saya
menyalami, tentu akan saya balas salamnya/jabat tangannya.
Tapi hukum bersalaman usai shalat
berjama'ah tidak ada akan saya bahas di sini, karena itu merupakan pembahasan
fiqih yang butuh penjelasan panjang lebar. Kali ini saya akan membahas nilai
filosofisnya saja berkaitan dengan pengalaman saya selama ini. Ketika akan
melakukan jabat tangan terutama sehabis shalat berjama’ah, adakalanya kita ragu
akan berjabatan tangan dengan sebelah kita persis atau sebelahnya lagi yang
nomor dua, karena masing-masing menyodorkan tangannya. Jika kita ragu, maka
salamannya pun menjadi ragu semuanya, tidak ada ketegasan untuk bersalaman
dengan siapa dulu. Maka akhirnya, salamannya pun menjadi tarik-ulur tak mengenakan
hati, bahkan adakalanya dua telapak tangan menyalami satu tapak tangan (wah,
jadi nggak etis dilihatnya,
salamannya pun jadi kurang mantap karena ragu-ragu, dan nggak jelas).
Hal ini disebabkan ada satu orang
yang merasa ragu untuk melakukan salaman dengan siapa dulu, karena
masing-masing di sebelahnya (misalkan sebelah kirinya persis, dan sebelah
kirinya lagi, pasti paham maksud saya) menyodorkan tangan. Ketika si peragu
hendak menyalami sebelahnya persis, eh
malah nggak jadi, malah ke
sebelahnya lagi yang nomor dua, yang ini pun ragu, jadinya kacau deh (halah
salaman aja koq bingung). Nilai
filosofisnya, ketika ada beberapa orang yeng hendak melakukan kerjasama (dalam
hal ini berjabat tangan), dan ada satu orang yang ragu, maka orang lain pun
menjadi ikut ragu. Saat ada dua orang menyodorkan tangan bersama untuk
mengajaknya bersalaman, orang yang diajak bersalaman ragu hendak bersalaman
dengan siapa dulu, sebenarnya ini hal yang wajar, dan sering kita lihat atau
kita alami sendiri. Ini disebabkan kebingungan di awal, karena dua-duanya
menyodorkan tangan secara bersamaan, walaupun akhirnya bisa diatasi karena bisa
memilih siapa dulu yang hendak disalami.
Saat menemui hal itu, saya
langsung berusaha menangkap pesan dari kejadian jabat tangan itu (hal sepele
banget yah, mungkin sebagian sobat
menganggapnya tidak penting, tapi nggak
papa, lagi saya ambil hikmahnya). Hal ini erat kaitannya dengan pengambilan
keputusan yang tegas dan jelas, kalau pengambilan keputusannya dari awal tegas
dan jelas, maka tindakan berikutnya pun akan lancar dan tidak menimbulkan clash. Tapi kalau ragu-ragu, maka
tindakan berikutnya pun menjadi ragu, orang-orang yang hendak bekerja sama pun
menjadi ketularan ragu. Akhirnya
menjadi kacau, tidak elok, bahkan clash,
seperti yang tergambar pada orang yang ragu saat hendak menyalami dua orang
yang menyodorkan tangan secara bersama.
Oleh karena itu, tegaslah dalam
mengambil keputusan, harus ada kejelasan sikap, harus ada ketetapan hati untuk
memilih mana dulu yang hendak diprioritaskan dan diakhirkan, sehingga
ke depannya akan lancar, tidak kacau, tidak clash,
dan orang-orang yang dengan kita pun menjadi ketularan tegas dan jelas. Jangan menjadi seorang peragu, sebab
kalau ragu-ragu, hasilnya juga akan meragukan, kacau, dan tidak enak dilihat.
Orang-orang yang dengan kita pun menjadi ikut ragu, tidak jelas, bahkan clash. Kalau saja menemui suatu
kebingungan (seperti kasus berjabat tangan di atas), langsung segera sadari, mantapkan
hati, dan ambil keputusan yang jelas, jangan berlarut-larut dalam kubangan
kebingungan tersebut. Jika saja hasilnya membuat kontroversi hati, setidaknya
kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadian tersebut, agar
ke depannya tidak terulang kembali, dan bisa menjadi lebih baik. Semoga
bermanfaat. Wassalam.
Mencerahkan tulisannya.. Terimakasih
BalasHapus#filsafatmazhabkepanjen.blogspot.com