Selasa, 24 September 2013

Filosofi Jabat Tangan

Ada pengalaman unik yang saya alami beberapa waktu yang lalu, dan bisa diambil nilai filosofisnya untuk dijadikan hikmah dan pelajaran bagi kehidupan, yaitu saat saya melakukan “salaman/jabat tangan” selesai shalat berjama'ah lima waktu. Memang ada perbedaan di antara para ulama tentang hukum jabat tangan usai shalat berjama'ah. Ada yang mengatakan sunnah, ada yang bilang mubah, bahkan ada yang menghukumi bid’ah, masing-masing dengan dalil dan argumennya. Saya pun kadang-kadang tidak melakukan jabat tangan usai melaksanakan shalat jama'ah, itu tergantung dimana saya shalat. Kalau di mushola depan kostku, sudah menjadi kebiasaan sehabis shalat pasti saling bersalaman, kecuali yang enggan melakukannya karena pahamnya yang berbeda. Tapi kalau di masjid lain yang terkadang tidak melakukan jabat tangan, maka saya pun tidak melakukannya, kecuali kalau di sebelah saya menyalami, tentu akan saya balas salamnya/jabat tangannya. 

Tapi hukum bersalaman usai shalat berjama'ah tidak ada akan saya bahas di sini, karena itu merupakan pembahasan fiqih yang butuh penjelasan panjang lebar. Kali ini saya akan membahas nilai filosofisnya saja berkaitan dengan pengalaman saya selama ini. Ketika akan melakukan jabat tangan terutama sehabis shalat berjama’ah, adakalanya kita ragu akan berjabatan tangan dengan sebelah kita persis atau sebelahnya lagi yang nomor dua, karena masing-masing menyodorkan tangannya. Jika kita ragu, maka salamannya pun menjadi ragu semuanya, tidak ada ketegasan untuk bersalaman dengan siapa dulu. Maka akhirnya, salamannya pun menjadi tarik-ulur tak mengenakan hati, bahkan adakalanya dua telapak tangan menyalami satu tapak tangan (wah, jadi nggak etis dilihatnya, salamannya pun jadi kurang mantap karena ragu-ragu, dan nggak  jelas). 

Hal ini disebabkan ada satu orang yang merasa ragu untuk melakukan salaman dengan siapa dulu, karena masing-masing di sebelahnya (misalkan sebelah kirinya persis, dan sebelah kirinya lagi, pasti paham maksud saya) menyodorkan tangan. Ketika si peragu hendak menyalami sebelahnya persis, eh malah nggak jadi, malah ke sebelahnya lagi yang nomor dua, yang ini pun ragu, jadinya kacau deh (halah salaman aja koq bingung). Nilai filosofisnya, ketika ada beberapa orang yeng hendak melakukan kerjasama (dalam hal ini berjabat tangan), dan ada satu orang yang ragu, maka orang lain pun menjadi ikut ragu. Saat ada dua orang menyodorkan tangan bersama untuk mengajaknya bersalaman, orang yang diajak bersalaman ragu hendak bersalaman dengan siapa dulu, sebenarnya ini hal yang wajar, dan sering kita lihat atau kita alami sendiri. Ini disebabkan kebingungan di awal, karena dua-duanya menyodorkan tangan secara bersamaan, walaupun akhirnya bisa diatasi karena bisa memilih siapa dulu yang hendak disalami.

Saat menemui hal itu, saya langsung berusaha menangkap pesan dari kejadian jabat tangan itu (hal sepele banget yah, mungkin sebagian sobat menganggapnya tidak penting, tapi nggak papa, lagi saya ambil hikmahnya). Hal ini erat kaitannya dengan pengambilan keputusan yang tegas dan jelas, kalau pengambilan keputusannya dari awal tegas dan jelas, maka tindakan berikutnya pun akan lancar dan tidak menimbulkan clash. Tapi kalau ragu-ragu, maka tindakan berikutnya pun menjadi ragu, orang-orang yang hendak bekerja sama pun menjadi ketularan ragu. Akhirnya menjadi kacau, tidak elok, bahkan clash, seperti yang tergambar pada orang yang ragu saat hendak menyalami dua orang yang menyodorkan tangan secara bersama.

Oleh karena itu, tegaslah dalam mengambil keputusan, harus ada kejelasan sikap, harus ada ketetapan hati untuk memilih mana dulu yang hendak diprioritaskan dan diakhirkan, sehingga ke depannya akan lancar, tidak kacau, tidak clash, dan orang-orang yang dengan kita pun menjadi ketularan tegas dan jelas. Jangan menjadi seorang peragu, sebab kalau ragu-ragu, hasilnya juga akan meragukan, kacau, dan tidak enak dilihat. Orang-orang yang dengan kita pun menjadi ikut ragu, tidak jelas, bahkan clash. Kalau saja menemui suatu kebingungan (seperti kasus berjabat tangan di atas), langsung segera sadari, mantapkan hati, dan ambil keputusan yang jelas, jangan berlarut-larut dalam kubangan kebingungan tersebut. Jika saja hasilnya membuat kontroversi hati, setidaknya kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadian tersebut, agar ke depannya tidak terulang kembali, dan bisa menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat. Wassalam.

1 komentar:

  1. Mencerahkan tulisannya.. Terimakasih

    #filsafatmazhabkepanjen.blogspot.com

    BalasHapus