Senin, 23 September 2013

Obrolan Ringan Masalah Cinta (Part 6)

Oleh: Rihan Musadik

Setelah membahas proses munculnya cinta antara dua hati, atau yang saya sebut "muqaddimah cinta" di tulisan Obrolan Ringan Masalah Cinta (Part 5), kali ini saya akan membahas beberapa pertanyaan yang saya anggap cukup penting untuk dikaji. Pertanyaannya: Apakah cinta pada seseorang itu hanya soal fisik semata (cantik, imut, tampan, ganteng, kaya, terhormat, dsb.)? Bagaimana cara menjaga hubungan cinta yang tulus dan suci tetap awet? Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin sangat subjektif, karena berdasarkan pendapat pribadi saya. Kendati demikian, saya akan berusaha menjawabnya dengan argumen yang logis. Di samping itu, saya juga akan menjawabnya atas dasar pengalaman yang pernah saya alami sendiri (untuk pertanyaan yang pertama), dan pengetahuan yang saya dapat dari berbagai sumber.

Kalau kita perhatikan, banyak di antara pasangan-pasangan suami-istri yang terkadang kita anggap kurang klop, kita anggap tak secocok romeo and juliet. Mungkin kita melihat ada seorang wanita yang cantik jelita, eh ternyata, suaminya tak se-ganteng yang semestinya. Begitu juga sebaliknya, ada seorang pria cakep, tampan, gagah, dan bla bla bla, lha koq istrinya kayak gitu sih, tak se-ideal yang kita harapkan. Lalu kita berpikir, “koq bisa ya, wajah pas-pasan kayak gitu, dapat istri cantik menawan hati”. Bagi yang wanita mungkin berkata dalam hati, “Perasaan nggak cantik-cantik amat deh, tapi jodohnya kaya, tampan, cakep, gagah, dan keren, koq bisa ya”.

Barangkali ada di antara pembaca yang pernah melihat realita semacam ini, dan seringkali berpikiran demikian. Mungkin, tanggapan singkat sekaligus bijak yang sering terlontar diantara kita, “Namanya juga jodoh”, “emang udah jodohnya dapat wanita cantik, dan kaya”, “kalau sudah jodoh, mau gimana lagi”. Dari berbagai fakta dan realita yang sering kita jumpai, dapat saya simpulkan bahwa faktor yang membuat seseorang jatuh cinta itu sangat beragam. Seseorang jatuh cinta bukan hanya karena outer beauty-nya (kecantikan di luar an sich) saja, tapi boleh jadi karena berbagai alasan yang membuatnya jatuh cinta, mungkin karena inner beauty-nya, karena merasa enak buat ngobrol, karena ia shalehah, karena kalem, karena ada chemistry, karena baik, cerdas, perhatian, low profil, tidak neko-neko, dan sebagianya.

Di samping itu, ada juga yang mengatakan atau mengalami bahwa dirinya jatuh cinta kepada seseorang, dan tidak mengerti alasannya apa; ada x factor yang entah kenapa membuatnya jatuh cinta, mungkin dari segi fisik biasa-biasa saja, lalu tidak ada keistimewaan khusus, “Pokoknya aku cinta sama kamu, aku ngrasa cocok sama kamu, aku ngrasa nyaman kalau berdua sama kamu, pokoknya kamu segalanya deh buatku. Model-model cinta yang demikian ini juga tak jarang kita jumpai. Intinya banyak diantara kita yang bisa jatuh cinta, dan mencintai seseorang karena berbagai faktor dan alasan yang mendukungnya, bahkan yang tidak tahu sebabnya bisa jatuh cinta pada seorang pria/wanita pun ada, “Yang jelas aku cinta sama kamu,” katanya.
 
Oleh karena itu, pertanyaan apakah cinta hanya soal kecantikan, ketampanan, kehormatan, kekayaan, atau fisik belaka? Jawabannya jelas tidak, meskipun tidak bisa dipungkiri faktor fisik semacam itu juga merupakan salah satu penyebab ketertarikan, atau seseorang jatuh cinta. Tapi satu hal yang pasti, banyak diantara kita, dan seringkali kita jumpai, seseorang bisa jatuh cinta, bisa mencintai dengan tulus bukan karena faktor fisik belaka, tapi lebih kepada faktor-faktor yang lain, bahkan tanpa faktor (pada hakikatnya tetap ada faktor, tapi sulit diungkapkan) sekalipun seseorang bisa saling mencintai dan menyayangi. So, kembali lagi kepada perkataan bijak orang-orang tua, “Jodoh sudah ada yang mengatur, kita tinggal berdoa untuk mendapatkan yang terbaik bagi kita, kita tinggal menjemputnya saja”. Ingat ya sob, kata Aa Gym, menjemput jodoh, bukan mencari jodoh; sebab kalau mencari belum tentu dapat, belum tentu ketemu apa yang dicari, tapi kalau menjemput, sudah pasti ada orangnya yang di jemput.

Jadi, ketika kita berbicara tentang faktor/penyebab/alasan kenapa seseorang bisa jatuh cinta, kenapa sesorang bisa mencintainya dengan tulus, secara tidak langsung kita digiring untuk membicarakan tentang konsep cinta. Sebelumnya sudah kita bicarakan beberapa faktor yang menyebabkan munculnya benih-benih cinta. Kalau anjuran Rasulullah, kita diperintahkan untuk memilih wanita yang shalehah, yang subur, yang bisa melahirkan banyak keturunan. Sabda beliau, “Wanita dinikahi karena empat faktor: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah wanita karena baik agamanya, maka hidupmu akan beruntung”. Walaupun tiga faktor yang lain juga banyak menjadi pertimbangan oleh para ikhwan (terutama karena cantiknya), tapi Nabi kita sangat menganjurkan untuk memilih wanita shalehah yang baik agamanya, agar hidup kita beruntung, bukan hanya di dunia yang singkat ini, tapi juga di akhirat yang kekal dan abadi. Dalam hadits lain beliau juga mengatakan, “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan di dunia ini adalah wanita shalehah”.

Sedangkan dalam filosofi Jawa, ada anjuran untuk memilih jodoh (terutama dalam memilih suami) berdasarkan bobot, bibit, dan bebet. Untuk tiga filosofi Jawa ini sebenarnya pembahasannnya cukup panjang, tapi akan saya ulas secara singkat saja. Yang pertama bobot, yaitu melihat calon pasangan dari segi kualitas diri baik lahir maupun batin, misalnya dari segi fisik, sikap atau perilaku, inner beauty, pendidikan, ketaatannya dalam agama, etos kerja, dan lain-lain. Yang kedua bibit, yaitu nasab/keturunan ataupun asal-usul, dianjurkan untuk memilih calon pasangan hidup dari keturunan atau keluarga yang baik-baik, dan jelas asal-usulnya. Logikanya, kalau bibitnya baik, tentu akan menghasilkan keturunan yang juga baik. Yang ketiga bebet, yaitu status sosial, ini urutan yang ketiga dalam filosofi Jawa dalam memilih jodoh, sebenarnya tidak terlalu penting, tapi perlu juga untuk dipertimbangkan. Contohnya harta kekayaan, pangkat, jabatan, atau kedudukan dimata masyarakat. Bukan berarti filosofi Jawa yang ketiga ini menganjurkan “gila kedudukan”, akan tetapi sebagai bahan pertimbangan saja. Karena secara logis, orangtua mana yang tidak senang mempunyai menantu yang terhormat, atau wanita mana yang tidak bangga mempunyai pasangan hidup (suami) dengan status sosial tinggi di masyarakat.

Dari berbagai penjelasan di atas, kita menjadi tahu bahwa konsep cinta yang sesungguhnya ternyata tidaklah sesederhana yang kita pikirkan. Cinta, seperti di awal tulisan saya—Obrolan Ringan Masalah Cinta (Part 1)—sangatlah misterius, rumit, abstrak, susah ditebak, dan tidak bisa didefinisikan secara utuh dan lengkap. Cinta hanya bisa dirasakan dan dianalisis lewat gejala-gejalanya saja, cinta hanya bisa dielaborasi lewat ekspresi-ekspresinya semata, dan cinta kebanyakan dibicarakan dari efek-efek yang ditimbulkannya. Sejak zaman dahulu kala hingga akhir zaman, karya-karya yang bernafaskan cinta akan terus terlahir dengan subur, mengalir bagaikan sungai deras yang membawa kesejukan hati. Cinta akan terus dikaji dari berbagai sudut pandang dengan ciri khasnya masing-masing. Akan terus ada inspirasi-insiprasi cinta yang menyentuh hati, akan terus terlahir maha karya cinta yang membuat kita menangis, tersadar, dan terbuai. Begitu dalamnya cinta, bagaikan kedalaman samudra yang tak akan pernah surut, kedalaman cinta pun akan terus ada dan tak akan pernah surut.

Untuk pertanyaan terakhir dalam tulisan ini, bagaimana cara menjaga hubungan cinta yang tulus dan suci tetap awet? Hingga hari ini saya masih belajar, dan terus mencari jawaban atas pertanyaan ini. Tapi kalau boleh saya ajukan pendapat, menurut hemat saya, untuk menjaga hubungan cinta yang tulus dan suci tetap awet dari pasangan suami-istri, tentu cintanya tersebut harus selalu sesuai dengan aturan Sang Maha Pencipta Cinta, ekspresi-ekspresi cintanya harus selalu sejalan dengan Buku Panduan Kehidupan. Artinya, kedua pasangan cinta ini harus hidup di atas jalan Sang Pemilik Cinta, selalu berusaha untuk menaati aturan-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengikuti Sunnah Nabi-Nya. Dengan demikian, Allah subhanahu wa ta'ala akan selalu meridhainya, kalau Allah Sang Maha Cinta sudah ridha kepada kedua pasangan cinta ini, otomatis cintanya akan tetap abadi bahkan hingga di akhirat nanti.

Salam cinta dari saya untuk pembaca sekalian. Mohon maaf bila ada kekurangan dan kesalahan. Wallahu a’lam bish shawab. Selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar