Minggu, 29 September 2013

Hari Pertama PPL, Ya Begitulah...

Pamflet Setiyaki (2012)
Pada hari Sabtu (28/9/2013) untuk pertama kalinya dalam hidup (wow...dramatis banget) saya membantu melatih dojang Setiyaki di hall beladiri UNY, padahal saya sudah enam semester kuliah di UNY ngambil program studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO) konsentrasi cabang olahraga taekwondo, tapi baru kali ini sekonyong-konyong (tanpa koder) saya berangkat ke dojang tersebut untuk ikut melatih (kalau nonton sambil duduk sih pernah). Ini pun boleh dibilang sedikit terpaksa, karena ada mata kuliah Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) yang mengharuskan saya berangkat. Mungkin (dugaan saya), teman-teman yang biasa nglatih Setiyaki terbersit, “Koq tumben yah bocah iki (maksudnya saya) ujug-ujug berangkat mau nglatih?” Ini sih prasangka saya saja, padahal sepertinya sangat jauh panggang daripada api, kayaknya tanggapan mereka biasa saja (gue kan udah terkenal, ya, terkenal inactive di taekwondo UNY, ya sudahlah).

Pertama kali saya berangkat, dan berniat untuk melatih di dojang Setiyaki, ya biasa-biasa saja, karena saya sudah sering melihat sebelumnya, yang nglatih di situ juga terlihat banal, karena memang saya sudah terkenal (bagi yang kenal). Hanya saja saya masih bingungan, karena memang belum terbiasa. Jadi, saya ikuti saja dengan pelatih di situ yang juga teman saya, intinya saya harus banyak belajar cara melatih anak-anak yang baik, materi latihan seperti apa yang baik, manajemen klub, dan sebagainya, saya merasa perlu untuk memperkayanya. Di dojang ini yang latihan hanyalah anak-anak usia TK, SD hingga SMP, dan sepertinya tidak ada yang SMA. Setahu saya, dojang Setiyaki ini memang didirikan untuk membina taekwondo pada usia-usia dini, kanak-kanak, dan anak-anak saja.

Ya, awalnya saya masih bingung, mau ngapain? Apa yang harus kukerjakan? Duduk di pinggir dengan memakai dobok lengkap, bersabuk hitam, hanya melihat dulu saat anak-anak melakukan junbi undong adalah pilihan yang tepat. Ketika ada anak yang terlambat, saya pun kurang merespons, dan membiarkannya stretching dengan kawan yang bersabuk merah, stretching yang kurang benar dari anak itu tidak saya benarkan, malahan orangtuanya ikut membenahi anak itu, karena memang tidak saya perhatikan dari awal (maklum, baru awal berangkat), dan saya sedang mengamati apa yang sedang dilatihkan senior saya.

Akhirnya saya pun berdiri ikut nimbrung saja sebagai pelatih berbalut sabuk hitam, hingga mendapat tugas dari teman senior saya untuk memegangi target, dan melatih beberapa tendangan (dolke chagi atau spin dollyo chagi). Lama-lama lima orang anak yang saya latih, yaitu sabuk hijau dan biru merasa bosan (maklumlah, namaya juga anak-anak, gampang merengek, dan suka bermain), hingga mereka pun minta istirahat, dan waktu istirahat pun tiba, gembiralah mereka. Ketika masuk, anak latihku masih bermain diluar, dan sangat sulit untuk mengajaknya masuk, padahal yang lain sudah masuk dojang, tapi akhirnya mereka masuk juga (hore...alhamdulillah). Baru beberapa kali menendang spin dollyo (tendangan berputar) mereka merasa bosan lagi, dan ingin ikut bergabung dengan anak-anak yang sedang latihan permainan (game). Ya, saya pun mempersilahkannya untuk bergabung latihan game, dengan teman junior saya (seorang cewek, adik angkatan prodi PKO) yang melatihnya, dan mereka pun terlihat senang.

Latihan pun selesai, dan adik angkatan saya yang memimpin cooling down, sangat interaktif bersama anak-anak Setiyaki. Sementara satu lagi cewek bersabuk hitam yang saya tidak mengenalnya juga terlihat bingungan seperti saya, mungkin jarang berpartisipasi juga di dojang Setiyaki ini. Setelah itu penutupan; tiga orang pelatih, yaitu senior saya, adik junior, dan yang cewek yang tidak saya kenal berada di depan barisan anak-anak, sementara saya berada dipinggir (ya, namanya juga bingung). Penutupan diakhiri dengan evaluasi, dan ucapan-ucapan interaktif dari seniorku itu, kemudian berdoa, bersalaman (atau toss) melingkar dengan pelatih, dan anak-anak yang lain, baru setelah itu yel-yel dan tepuk tangan (seingat saya seperti ini, kalau nggak salah).

Jadi, pada hari itu ada empat orang pelatih yang membimbing anak-anak untuk latihan, mungkin di hari yang lain (Selasa dan Minggu) ada lima orang pelatih yang berangkat bersama, karena ada teman saya satu kelas yang juga aktif, kebetulan hari itu tidak masuk. Banyak pelatih sepertinya jauh lebih efekfif dan efisien, karena anak-anak lebih diperhatikan, dan lebih fokus pada latihan. Pelajaran yang saya dapat dari hari pertama PPL ini agar hari berikutnya lebih baik, lebih profesional, tidak canggaung, dan lebih akrab dengan teman pelatih, maupun anak-anak adalah, hari berikutnya harus lebih pengertian lagi, harus lebih responsif, harus lebih akrab, interaktif, dan komunikatif dengan anak-anak latih, maupun juga sesama pelatih. Jangan bingungan, percaya diri saja, dan ingat, harus banyak belajar melatih yang baik, memperkaya materi latihan, dan belajar manajemen klub.

Untuk materi latihan, akan coba saya tulisakan pada tabel khusus program latihan, sehingga lebih tersistematisasikan dengan baik. Sementara pengalaman, dan hal-hal penting yang berkesan akan saya tuliskan secara kualitatif seperti pada Catatan Harian Ilmiah Populer (CHIP) ini. Salam damai dari saya. Rihan Musadik.

2 komentar:

  1. @Rihan Musadik, wow.. tulisan kamu semakin hari semakin baik dan luar biasa.....kalah deh saya ...

    membaca tulisan kamu diatas jadi pengin melatih lagi didojang Purbalingga....kangen banget sama anak2 Taekwondo Purbalingga...... :-)

    salam kenal buat anak2 Taekwondo setiyaki jogjakarta... :-)

    BalasHapus
  2. Makasih sabem, ini karena sampeyan, tampilan blognya jadi bagus, dan cemungudh nulis. Ya, berangkat aja ke dojang, ditunggu sabem nim n sabem puji koq. Mas puji aja udah comeback nglatih bukateja, tinggal sampeyan comeback...

    BalasHapus